Final Piala FA adalah panggung istimewa bagi Manchester City. Kompetisi yang menjadi jempana awal era kesuksesan City sewindu lalu itu kini bisa menjadi penegas dominasi baru mereka di tanah Inggris.
LONDON, JUMAT – Meskipun telah menyabet gelar juara Liga Inggris dan Piala Liga musim ini, Manchester City belum juga kenyang trofi. Karakter bak singa buas yang lapar itu menjadi modal City pada final Piala FA lawan Watford, Sabtu (18/5/2019) malam. Laga itu bisa mengantar City menjadi tim terhebat di daratan Inggris.
Diskusi panas soal tim terhebat sepanjang sejarah di Inggris mengemuka menjelang laga di Wembley ini. Manchester United dua dekade lalu tidak diragukan menjadi tim Inggris tersukses dengan tiga gelar semusim yaitu Liga Inggris, Piala FA, dan Liga Champions Eropa. Arsenal musim 2003-2004, membuat versi lain tim terhebat, sebagai juara Liga Inggris yang tidak sekali pun kalah.
Namun, tiada satu pun tim Inggris mampu menyapu bersih tiga gelar domestik dalam semusim, termasuk MU dan Arsenal. ”Setan Merah” asuhan Sir Alex Ferguson nyaris mewujudkannya satu dekade lalu. Ketika itu, tim ”super” MU yang diperkuat Wayne Rooney, Cristiano Ronaldo, Rio Ferdinand, dan Carlos Tevez, memenangi Liga Inggris dan Piala Liga.
Mereka juga menembus final Liga Champions. Sayangnya, mereka kandas di semifinal Piala FA lewat adu penalti melawan Everton. Kegagalan itu tidak lepas dari perjudian Ferguson yang sengaja menurunkan pemain pelapis di Wembley itu untuk menghemat tenaga di final Liga Champions. Kekalahan dramatis itu menyisakan penyesalan bagi Ferdinand, bek legendaris MU yang belum sekali pun mengangkat trofi Piala FA dalam karirnya.
MU nyatanya juga kalah di final Liga Champions dari Barcelona. ”Surat ini saya tujukan kepada Rio (Ferdinand) muda. Jika ada satu hal yang bisa kamu ubah di masa depan, tolong katakan kepada pria tua itu agar agar ia mau memainkan Ronaldo dan Rooney. Jika mereka main, akan ada satu tambahan trofi di Old Trafford. Ini peluang terbaikmu mendapatkan trofi yang hilang,” tulis Ferdinand dalam Letter to My Younger Self yang dipublikasikan Player’s Tribune pada 2017.
Satu dekade berlalu, kota Manchester punya kesempatan menuntaskan kegagalan MU itu, ironisnya lewat City, tim yang hingga dekade lalu tidak diperhitungkan di Inggris. Investasi besar-besaran Sheikh Mansourbin Zayed al Nahyan dari Uni Emirat Arab berbuah di awal dekade ini. City meraih trofi pertamanya di era modern dari Piala FA pada 2011. Sejak itu, tiada lagi Piala FA yang berlabuh ke Stadion Etihad.
Tak ayal, kapten City, Vincent Kompany (33), berkata, timnya akan mati-matian memulangkan trofi Piala FA ke Manchester. Trofi yang bisa menjadi penanda akhir karirnya di City, sekaligus mengantarkan timnya menjadi tim pertama yang menyapu bersih gelar domestik. ”Saya sungguh ingin memenangi Piala FA. Anda tidak tahu betapa pentingnya trofi itu,” tukasnya.
Mengingat pentingnya trofi itu, Manajer Manchester City Pep Guardiola akan mengerahkan skuad terbaik, termasuk striker Sergio Aguero dan gelandang Kevin De Bruyne, menghadapi Watford. Tim papan tengah Liga Premier Inggris itu bisa menjadi bulan-bulanan City. Dari sepuluh pertemuan sebelumnya, City selalu menang. Total 32 gol mereka lesakkan ke gawang Watford.
”Tim ini seperti singa. Ketika lapar, mereka adalah tim yang spesial. Saya akan melakukan segala upaya untuk menjamin semangat menyala itu,” ujar Kompany, yang telah 11 musim membela City dan meraih gelar pertama di Piala FA 2011.
Panggung kejutan
Meskipun lebih diunggulkan, City wajib mewaspadai Watford. Mereka tidak kalah semangat menyambut final Piala FA kedua sejak 1984 itu. Ini adalah peluang terbaik klub yang belum pernah meraih trofi apa pun itu untuk mencatat sejarah.
Piala FA, secara tradisi, menjadi panggung kejutan tim-tim non-unggulan. City paham betul dengan tradisi itu. Pada dinal Piala FA 2013, mereka dikalahkan Wigan Athletic di final.
Watford ingin mereplikasi semangat Wigan saat itu yang tidak takut akan lawannya, City. “Saat ini, tidak lagi ada hal yang bisa saya takuti, baik itu sepak bola maupun City. Saya sudah pernah menjalani yang lebih buruk. Kami harus yakin dengan diri sendiri. Hal macam ini (mengukir sejarah) bukan peristiwa yang datang setiap waktu,” ujar Troy Deeney, kapten Watford yang pernah dipenjara pada 2012 karena tindak kekerasan. (AFP/JON)