Aparat Kepolisian Resor Tebo, Jambi, menelusuri pelaku pembakaran lima alat berat dalam areal konsesi hutan tanaman industri PT Lestari Asri Jaya. Hingga Kamis (16/5/2019), delapan orang saksi telah dimintai keterangan terkait peristiwa itu.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Salah satu areal produksi konsesi hutan tanaman industri PT Lestari Asri Jaya, di wilayah Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi, Jumat (10/5/2019).
JAMBI, KOMPAS - Aparat Kepolisian Resor Tebo, Jambi, menelusuri pelaku pembakaran lima alat berat dalam areal konsesi hutan tanaman industri PT Lestari Asri Jaya. Hingga Kamis (16/5/2019), delapan orang saksi telah dimintai keterangan terkait peristiwa itu.
“Kami masih terus menyelidiki,” ujar Ajun Komisaris Hendra Wijaya Manurung, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tebo.
Sebagaimana diberitakan Kompas, Kamis, pembakaran alat berat itu dalam areal produksi perusahaan yang diokupasi. Konflik bermula saat perusahaan membuka lahan dalam areal produksinya di Desa Napal Putih, Serai Serumpun, Minggu (12/5/2019).
Karena menggusur tanaman karetnya, salah satu petani berusaha menghalangi operator alat berat. Melihat itu operator balik mengancam petani hingga membuatnya lari dan mengadu kepada petani lainnya. Tak lama, massa berjumlah 400-an datang ke lokasi. Mereka memaksa operator berhenti.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Tanaman sawit menyebar dalam kawasan hutan yang dialokasikan sebagai wildlife conservation area (WCA) gajah sumatera di konsesi PT Lestari Asri Jaya, yang merupakan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, Jambi. Penegakkan hukum yang belum memadai menyebabkan okupasi cepat meluas. Gambar diambil Jumat (10/5/2019).
Keesokan harinya, kedua belah pihak dimediasi wakil Pemerintah Kabupaten Tebo. Para penggarap lahan menuntut perusahaan menghentikan penggusuran dan intimidasi. Perusahaan juga dituntut menarik mundur seluruh alat berat di kebun-kebun yang digarap petani. Tuntutan itu ditolak perusahaan.
Menjelang proses mediasi berikutnya, kata Hendra, kedua belah pihak sepakat agar perusahaan jangan mengoperasikan alat berat dulu. Namun, Selasa lalu, tampak lima buldoser bergerak. Hal itu menimbulkan kemarahan massa. Kelima alat berat pun dibakar massa.
Terlepas dari konflik yang terjadi, Hendra memastikan penegakkan hukum akan tetap berjalan. “Pemeriksaan saksi-saksi terus dilakukan,” katanya.
Ketua Lembaga Adat Tebo, Adi Zaharudin, membenarkan pernah ada kesepahaman bersama (MoU) kemitraan antara perusahaan dan masyarakat untuk menyelesaikan konflik. Acara itu turut melibatkan lembaga adat. “Tapi kami (lembaga adat) menyatakan menolak untuk tanda tangan,” katanya.
Alasan penolakan, katanya, karena belum ada kejelasan soal penetapan batas areal konsesi perusahaan dan desa. Karena tapal batas tidak jelas, sebagian besar warga belum mau bermitra. Pihaknya juga mempersoalkan tindakan perusahaan tetap menggusur tanaman karet warga. Padahal, perusahaan terkait merupakan HTI karet. “Perusahaan mengusahakan tanaman karet, mengapa malah menggusur karet warga,” imbuhnya.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Tanaman sawit menyebar dalam kawasan hutan yang dialokasikan sebagai wildlife conservation area (WCA) gajah sumatera di konsesi restorasi ekosistem PT Alam Bukit Tigapuluh, yang merupakan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, Jambi.
Terkait konflik itu, Asisten I Pemkab Tebo, Amsiridin, menyatakan pihaknya menyerahkan proses hukum kepada kepolisian. Selain itu, pihaknya masih menunggu wakil dari Pemerintah Provinsi Jambi mengecek ke lokasi. Sejauh ini kedua belah pihak masih diminta untuk menahan diri.
Dalam konsesi 61.000 hektar, klaim lahan telah meluas 10.000 hektar menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018. Sejak 2010, kedatangan penggarap ke areal hutan itu bersamaan dengan masuknya izin perusahaan telah memicu konflik dan menelan korban.