Konflik Memanas, Massa Bakar Alat Berat Perusahaan
Konflik kian memanas antara masyarakat penggarap lahan dan PT Lestari Asri Jaya, perusahaan hutan tanaman industri karet di ekosistem Bukit Tigapuluh, Jambi. Massa membakar lima alat berat LAJ menyusul pembukaan lahan di areal produksi perusahaan yang diokupasi.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Tanaman sawit menyebar dalam kawasan hutan yang dialokasikan sebagai ”wildlife conservation area” (WCA) gajah sumatera di konsesi PT Lestari Asri Jaya, yang merupakan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, Jambi. Penegakan hukum yang belum memadai menyebabkan okupasi cepat meluas. Gambar diambil pada Jumat (10/5/2019).
JAMBI, KOMPAS — Konflik kian memanas antara masyarakat penggarap lahan dan PT Lestari Asri Jaya, perusahaan hutan tanaman industri karet di ekosistem Bukit Tigapuluh, Jambi. Massa membakar lima alat berat LAJ menyusul pembukaan lahan di areal produksi perusahaan yang diokupasi.
Pembakaran itu terjadi tidak lama setelah proses mediasi kedua belah pihak tak mencapai sepakat. Petani beranggapan perusahaan berupaya menggusur mereka dari lahan garapan. Sementara perusahaan bermaksud menghentikan okupasi di areal produksinya.
”Kami berharap proses mediasi segera mencapai hasil,” ujar Sarwadi, Ketua Serikat Petani Indonesia Provinsi Jambi, Rabu (15/5/2019).
Konflik bermula dari masuknya buldoser PT Lestari Asri Jaya (LAJ) di areal produksi konsesi perusahaan yang selama ini digarap petani Desa Napal Putih, Serai Serumpun, Tebo, Minggu (12/5/2019).
Kami berharap proses mediasi segera mencapai hasil.
Menurut Sarwadi, penggarap lahan itu, Edi, berusaha menghalangi sewaktu alat berat mulai bekerja. Namun, pekerja perusahaan balik mengancam Edi dengan senjata tajam. Edi pun lari dan mengadu kepada petani lainnya.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Salah satu areal produksi konsesi hutan tanaman industri PT Lestari Asri Jaya, di wilayah Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi, Jumat (10/5/2019).
Tak lama kemudian, sekitar 400 petani berdatangan ke lokasi. Mereka memaksa pekerja menyetop pekerjaan pembukaan lahan tersebut. Setelah melalui perdebatan, keduanya sepakat untuk dimediasi oleh pihak Pemerintah Kabupaten Tebo.
Keesokan harinya, dalam pertemuan dengan tim mediasi, para petani yang difasilitasi SPI menuntut empat hal, yakni agar perusahaan menghentikan penggusuran dan intimidasi, perusahaan mengembalikan lahan yang digusur, dan menarik mundur seluruh alat berat di kebun-kebun yang digarap petani.
Namun, perusahaan menyatakan tidak dapat menyetujui tuntutan. Untuk menunggu proses mediasi berikutnya, akhirnya Asisten I Sekretaris Daerah Tebo Amsiridin meminta agar masyarakat melepaskan alat-alat berat yang sempat ditahan. Amsiridin juga meminta perusahaan jangan mengoperasikan alat berat dulu sampai persoalan selesai.
Sewaktu buldoser akan dipindahkan menuju lokasi lain pada Selasa sore, massa membakar lima di antaranya. Massa juga menyandera dua operator alat berat itu, Edi Kurniawan dan Nur Amin.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Salah satu pondok perambah liar di kawasan ”wildlife conservation area” (WCA) hutan tanaman industri PT LAJ, Kabupaten Tebo, Jambi, rusak saat dilintasi kawanan gajah sumatera (”Elephas maximus sumatranus”). Konflik satwa dan manusia meningkat seiring maraknya aktivitas perambahan liar di sana. Penegakan komitmen dibutuhkan untuk menjamin habitat yang layak bagi satwa dilindungi tersebut.
Menurut Sarwadi, pembakaran alat berat terjadi karena para petani penggarap marah. Mereka melihat pekerja perusahaan tak memenuhi kesepakatan sementara untuk berhenti membuka lahan.
Penggarap marah
Direktur PT LAJ Meizani Irmadhiany menjelaskan, pembakaran itu dilakukan para penggarap lahan sewaktu alat berat dalam proses pemindahan ke area lain. ”Kejadian ini langsung kami laporkan kepada pihak yang berwenang untuk penyelidikan lebih lanjut,” katanya.
Menurut dia, perusahaan berupaya menyelesaikan konflik secara menyeluruh dan transparan. Terkait pengembalian lahan yang diklaim petani, perusahaan melakukan sosialisasi terlebih dahulu. ”Sudah ada kesepakatan bersama dan dituangkan secara resmi dalam MoU yang ditandatangani kedua belah pihak dengan saksi perwakilan dari pemerintah desa dan kecamatan setempat,” katanya.
Praktik okupasi di wilayah itu diwarnai peran para spekulan lahan. Pihaknya telah menawarkan kerja sama kemitraan dengan petani, tetapi ditolak.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Salah satu pondok perambah liar di kawasan ”wildlife conservation area” hutan tanaman industri PT Lestari Asri Jaya, Kabupaten Tebo, Jambi, rusak saat dilintasi kawanan gajah sumatera (”Elephas maximus sumatranus”).
Okupasi dalam konsesi LAJ seluas 61.000 hektar berlangsung delapan tahun terakhir. Aktivitas itu memicu pula konflik dan menelan korban.
Sudah ada kesepakatan bersama dan dituangkan secara resmi dalam MoU yang ditandatangani kedua belah pihak dengan saksi perwakilan dari pemerintah desa dan kecamatan setempat.
Kompas mencatat, massa penggarap lahan menyerang dan membakar kantor, mes, alat berat, dan kendaraan milik PT LAJ pada Januari 2012. Seorang karyawan perusahaan bahkan tewas dibakar massa dan tiga lainnya dilarikan ke rumah sakit. Dalam peristiwa itu, perusahaan menanggung rugi hampir Rp 8 miliar.
Setahun berikutnya, April 2013, mes dan dua alat berat perusahaan kembali dibakar massa. Dalam konflik itu, dua pekerja perusahaan dianiaya menggunakan senjata tajam oleh massa pada bagian kepala dan punggung. Adapula dua korban dari massa, yang mengatasnamakan Serikat Petani Indonesia Jambi, mengalami luka dan dirawat di rumah sakit.