Pemerintah dan sejumlah pihak terkait menelusuri penyebab meninggalnya ratusan petugas penyelenggara pemilihan umum 2019. Salah satu langkah yang dilakukan untuk mengungkap secara jelas dan terang penyebab kematian tersebut, yakni dengan melakukan audit medis menggunakan metode autopsi verbal atau mewawancarai anggota keluarga yang melihat dan mengetahui kondisi korban sebelum dan saat meninggal.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan sejumlah pihak terkait menelusuri penyebab meninggalnya ratusan petugas penyelenggara Pemilihan Umum 2019. Salah satu langkah yang dilakukan untuk mengungkap secara jelas dan terang penyebab kematian tersebut ialah dengan melakukan audit medis menggunakan metode otopsi verbal atau mewawancarai anggota keluarga yang melihat dan mengetahui kondisi korban sebelum dan saat meninggal.
Hingga Minggu (12/5/2019), Kementerian Kesehatan telah menerima hasil investigasi dari 17 provinsi terkait penyebab kematian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hasil investigasi melalui otopsi verbal ini dilakukan oleh dinas kesehatan di setiap provinsi dan dibantu dengan puskesmas di tiap daerah.
Hal tersebut disampaikan perwakilan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tri Hesti Widyastuti dalam diskusi bertajuk ”Membedah Persoalan Kematian Mendadak Petugas Pemilu dari Perspektif Keilmuan” yang digelar oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di Jakarta, Senin (13/5/2019).
Dari hasil investigasi di sejumlah provinsi, Hesti menyatakan bahwa penyakit kronis menjadi penyebab utama kematian sebagian besar petugas KPPS. Penyakit kronis yang diderita semakin memburuk karena petugas KPPS diduga mengalami kelelahan akibat beban kerja yang berat.
Selain itu, Kemenkes juga telah mengakumulasi 13 jenis penyakit dan satu kecelakaan sebagai penyebab meninggalnya anggota KPPS. Jenis penyakit tersebut antara lain serangan jantung, gagal jantung, koma hepatikum, stroke, gagal napas akut (respiratory failure), hipertensi, meningitis, sepsis, asma, diabetes melitus, gagal ginjal, tuberkulosis, dan kegagalan multiorgan.
”Sebagian besar petugas yang meninggal berusia 50-59 tahun. Sementara penyebab kematian terbanyak itu gagal jantung, stroke, dan kecelakaan lalu lintas,” ujar Hesti.
Guru besar dan dokter spesialis penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Zubairi Djoerban, mengatakan, berdasarkan penelitian dari para pakar, kematian mendadak memang dapat menimpa semua orang. Namun, kematian mendadak ini bukan terjadi karena kebetulan, melainkan mayoritas disebabkan oleh serangan jantung dan stroke.
Dokter spesialis jantung dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki), Anwar Santoso, mengatakan, kelelahan memang dapat menyebabkan sejumlah penyakit dan gangguan dalam tubuh, seperti kecemasan, tegangan emosi, dan depresi. Hal ini juga akan memicu peningkatan risiko penyakit jantung dan risiko kematian mendadak.
Terkait evaluasi penyelenggara Pemilu 2019 dari aspek kesehatan, Zubairi dan Anwar menyarankan agar setiap orang memeriksa kesehatan fisik dan psikis sebelum sebelum menjadi petugas KPPS. Dengan mengetahui riwayat penyakit dan kemampuan fisik dari setiap orang, risiko kematian pun dapat dicegah.
Setelah pemungutan suara dilaksanakan pada 16 April lalu, sejumlah penyelenggara pemilu meninggal dunia. Dari data KPU, sebanyak lebih dari 450 petugas KPPS meninggal dunia, 3.500 lebih lainnya sakit. Sementara Bawaslu mencatat, sebanyak 92 pengawas pemilu meninggal dan 2.000 lebih lainnya sakit.