Suasana Berkabung dalam Pemilu Serentak Perlu Solusi
Sejumlah pegiat demokrasi dan akademisi yang tergabung dalam “Rumah Indonesia” menyampaikan aspirasinya terkait banyaknya penyelenggara pemilu, seperti KPPS, yang meninggal.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Sistem pemilu serentak telah menelan banyak korban, karena prosesnya panjang dan melelahkan. Kondisi itu menimbulkan suasana berkabung di tengah riuh rendah pesta demokrasi. Penyebab jatuhnya banyak korban itu didorong untuk diselidiki rincin dan mendalam demi memperbaiki penyelenggaraan pemilu mendatang.
Sejumlah pegiat demokrasi dan akademisi yang tergabung dalam “Rumah Indonesia” menyampaikan aspirasinya terkait kondisi itu kepada Badan Pengawas Pemilu Daerah Istimewa Yogyakarta (Bawaslu DIY) di Kantor Bawaslu DI Yogyakarta, Kamis (2/5/2019).
Hingga Selasa (30/4/2019), korban meninggal tercatat 380 jiwa dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), 72 jiwa dari Bawaslu, dan 22 jiwa dari kepolisian. Tidak hanya itu, masih ada 2.232 orang dalam kondisi sakit ringan hingga berat karena menjadi pelaksana pemilu. Mereka tumbang terkait kelelahan selama proses pemilu berlangsung.
“Penyelenggaraan pesta demokrasi perlu dipersiapkan dengan baik. Seharusnya, momen ini menghasilkan kegembiraaan. Melalui pemilu, warga ambil bagian mengubah kehidupannya. Demokrasi harus bersifat menyelamatkan dan memperkokoh keutuhan bangsa,” kata Guru Besar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Ni’matul Huda, yang juga anggota dari Rumah Indonesia.
Seusai menyampaikan aspirasinya, Ni’matul bersama anggota “Rumah Indonesia” lainnya melakukan doa bersama dengan jajaran komisioner Bawaslu DIY. Ketua Bawaslu DIY Bagus Sarwono turut serta dalam doa bersama itu. Selanjutnya, mereka bersama-sama mengibarkan bendera setengah tiang bagi para penyelenggara pemilu yang gugur tersebut.
“Pengibaran bendera setengah tiang ini menunjukkan suasana berkabung atau korban yang jatuh selama proses pemilu ini. Selain itu, semoga yang sakit segera diberikan kesehatan,” kata Ni’matul.
Ni’matul mengatakan, pihaknya mendorong agar insiden atas sejumlah petugas yang meninggal sewaktu pemilu kemarin mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Setidaknya, ada santunan yang meringankan beban penderitaan keluarga yang ditinggalkan. Lalu, pemerintah juga diminta untuk membuat tim khusus guna menyelidiki penyebab meninggalnya para petugas tersebut.
“Ada keperluan untuk melakukan klarifikasi ke masyarakat. Sebenarnya, apa yang terjadi di lapangan sehingga mereka bisa mengalami musibah seperti itu. Mungkin, ini menjadi masukan supaya energi petugas itu tidak dihabiskan dalam sehari. Ini menguras banyak energi,” kata Ni’matul.
Terkait sistem penyelenggaraan, ia masih mengkaji bersama sejumlah akademisi. Salah satunya soal model pemisahan seperti apa dalam pemilu serentak agar tidak menguras tenaga penyelenggara. Itu penting untuk dijadikan pertimbangan dalam perbaikan sistem tersebut.
Ketua Bawaslu DIY Bagus Sarwono mengungkapkan, pihaknya ikut merasa prihatin dan berbela sungkawa atas banyaknya petugas yang menjadi korban. Ia bersama jajarannya telah mengumpulkan santunan kepada korban yang ditinggalkan. Namun, pemberian santunan dari pusat memang masih dibahas oleh Bawaslu RI.
Secara terpisah, Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah Rumah Indonesia yang ingin memberi saran tentang perbaikan penyelenggaraan pemilu. Hal tersebut akan menjadi masukan yang sangat positif untuk penyelenggaraan pemilu yang lebih baik. Ia mengakui memang masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan yang membutuhkan banyak perbaikan.
Hamdan menambahkan, selama rekapitulasi tingkat kecamatan, pihaknya bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dari Kabupaten atau Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, memberikan pengecekan kesehatan kepada petugas rekapitulasi. Hal itu untuk mencegah semakin banyak korban yang jatuh. “Tetapi, untuk pemberian santunan belum dilakukan. Kami masih menunggu arahan petunjuk teknis (juknis) dari KPU RI,” kata dia.