Di sejumlah TPS di DI Yogyakarta, pencoblosan harus dilakukan sampai malam hari karena menunggu surat suara tambahan.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Penyelenggaraan pemilihan umum di Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (17/4/2019), diwarnai sejumlah masalah. Salah satu masalah utama adalah banyaknya pemilih pindahan yang kesulitan menggunakan hak pilih karena surat suara habis. Di sejumlah tempat pemungutan suara, pencoblosan bahkan dilakukan sampai malam karena menunggu surat suara tambahan.
Berdasarkan pantauan, sedikitnya ada empat TPS di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY, yang menggelar pemungutan suara hingga malam hari. Keempat TPS itu adalah TPS 136, 137, 138, dan 142. Di empat TPS yang lokasinya berdekatan itu, pemungutan suara digelar hingga sekitar pukul 20.00 karena menunggu surat suara tambahan.
Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) TPS 138 Desa Caturtunggal Hari Purnomo menyampaikan, hingga pukul 18.00, terdapat 388 pemilih di empat TPS tersebut yang belum bisa menggunakan hak pilihnya karena surat suara habis. Para pemilih itu terdiri dari pemilih pindahan yang masuk dalam daftar pemilih tambahan (DPTb) dan pemilih yang masuk dalam daftar pemilih khusus (DPK).
”Memang, sewaktu menghitung ulang surat suara, yang tersedia hanya sebanyak daftar pemilih tetap (DPT) plus 2 persen. Jadi, hampir pasti tidak cukup jika harus memfasilitasi pemilih pindahan dan pemilih yang masuk dalam DPK karena ini daerah yang cukup padat penduduknya dan banyak mahasiswa pendatang,” kata Hari.
Karena banyaknya pemilih yang belum bisa menggunakan hak pilih, pemungutan suara di empat TPS tersebut dihentikan selama beberapa jam. Pemungutan suara baru dilanjutkan kembali setelah surat suara tambahan tiba pada pukul 18.00.
Hari menyatakan, sekitar pukul 18.00, keempat TPS tersebut mendapat surat suara tambahan 209 lembar. Jumlah itu lalu dibagi rata ke empat TPS. Menurut Hari, pemilih yang datang lebih dahulu difasilitasi agar bisa memilih.
Warga Desa Caturtunggal, Suparmo (58), menuturkan, dirinya baru bisa mencoblos sekitar pukul 18.30 di TPS 138 Caturtunggal. Padahal, Suparmo mengaku sudah datang ke TPS sejak pukul 12.00, tetapi anggota KPPS menyatakan surat suara sudah habis.
Suparmo baru bisa menggunakan hak pilih beberapa jam kemudian setelah adanya surat suara tambahan. ”Saya senang karena akhirnya bisa menggunakan hak pilih,” ujarnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY Hamdan Kurniawan mengatakan, sesuai aturan, setiap TPS hanya diberikan surat suara sebanyak jumlah pemilih dalam DPT ditambah 2 persen surat suara cadangan. Oleh karena itu, di setiap TPS tidak ada jatah surat suara khusus untuk pemilih pindahan yang masuk dalam DPTb.
Kondisi itulah yang akhirnya menyebabkan terjadinya kekurangan surat suara di sejumlah TPS yang memiliki banyak pemilih pindahan. Kebanyakan pemilih pindahan itu merupakan mahasiswa dari luar DIY yang memutuskan pindah memilih ke DIY karena mereka tidak bisa pulang ke kampung halaman saat pemilu.
”Itu di luar kehendak kami. Kami ingin fasilitasi teman-teman pemilih yang masuk DPTb dengan surat suara cadangan yang sebanyak 2 persen dari DPT. Namun, ternyata jumlah pemilih di DPTb lebih banyak,” ujar Hamdan.
Untuk mengatasi masalah itu, Hamdan menyatakan, KPU telah melakukan pemindahan surat suara sisa dari sejumlah TPS. Surat suara sisa itu kemudian diberikan ke TPS-TPS yang membutuhkan. ”Jadi, ada sebagian surat suara yang kami geser. Sebagian surat suara tersisa kami ambil. Caranya cuma itu,” katanya.
Hamdan menambahkan, masalah tersebut akan menjadi evaluasi yang mendalam bagi KPU DIY untuk penyelenggaraan pemilu pada waktu mendatang. Ia ingin agar semua pemilih yang terdaftar bisa terfasilitasi dalam pemilu berikutnya.
Temuan Bawaslu
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY Bagus Sarwono mengatakan, pihaknya menemukan ada banyak pemilih pindahan yang kesulitan menggunakan hak pilihnya. Berdasarkan temuan Bawaslu DIY, para pemilih pindahan yang mengalami kesulitan memilih tersebar di tiga kabupaten/kota, yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Sleman.
Menurut Bagus, para pemilih pindahan itu sudah masuk ke dalam DPTb dan mendapat formulir A5 sebagai syarat memilih di tempat lain. Namun, saat para pemilih pindahan itu hendak mencoblos di TPS yang telah ditentukan, mereka tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena surat suara sudah habis.
”Di TPS di daerah-daerah yang DPTb-nya banyak, ketersediaan surat suara menjadi permasalahan. Ada TPS yang pukul 11.00 atau pukul 12.00 surat suaranya sudah habis sehingga tadi ada kegaduhan dan protes,” ungkap Bagus.
Bagus menambahkan, selain masalah surat suara, para pemilih pindahan di DIY juga mengalami kesulitan lain saat hendak menggunakan hak pilihnya. Dia menyebut, banyak pemilih pindahan yang sudah datang ke TPS pada pagi hari, tetapi petugas KPPS meminta mereka kembali lagi pada pukul 12.00.
Hal ini karena petugas KPPS beranggapan pemilih pindahan hanya bisa mencoblos setelah pukul 12.00. Padahal, sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2019, para pemilih pindahan memiliki hak yang sama dengan pemilih yang tercantum dalam DPT, yakni menggunakan hak pilih mulai pukul 07.00 sampai pukul 13.00.
”Rata-rata KPPS menolak para pemilih di DPTb yang datang pukul 07.00. KPPS minta mereka datang pukul 12.00. Padahal, mereka punya hak untuk memilih sejak pukul 07.00. Ini kami juga belum tahu apakah KPU salah saat melakukan bimtek (bimbingan teknis) atau ada hal-hal yang di luar perkiraan,” kata Bagus.