Jaringan Perdagangan Komodo Mulai Dibongkar
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama kepolisian mulai membongkar jaringan perdagangan satwa liar internasional yang turut mentransaksikan fauna komodo sebagai komoditas. Dua pentolan jaringan ini, yaitu pemilik rekening bersama berinisial RVA dan penjual berinisial RB, ditahan sebagai tersangka oleh Badan Reserse Kriminal di Jakarta.
Pemilik rekening bersama juga dimintai pertanggungjawaban karena turut serta terlibat dalam perdagangan ilegal satwa liar. ”Jaringan akan dibongkar habis dan dihukum sesuai dengan peraturan perundangan,” kata Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno, Selasa (2/4/2019), di Jakarta.
Hal itu ditegaskan pula oleh Komisaris Besar Adi Karya Tobing, Kepala Subdirektorat I Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim. ”Kami sudah mulai membuka jejaringnya. Penyidikan sedang berjalan. Tim juga bergerak ke NTT untuk mencari penampung dan pemburu untuk disidik. Jaringan internasional juga sedang pengembangan penyidikan,” ujarnya.
Saat itu, KLHK dan Polri menggelar konferensi pers bersama terkait dengan penanganan pasca-penggagalan penyelundupan 39 satwa liar yang termasuk enam di antaranya komodo (Varanus komodoensis). Kini, keenam komodo dengan berat 0,4-1,6 kilogram dan panjang 75-125 sentimeter itu berada dalam kandang transit Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Jawa Timur. Keenam komodo itu dinyatakan sehat.
Keenam komodo itu juga telah dipasang cip sebagai persiapan pelepasliaran yang membutuhkan penetapan pengadilan dan hasil tes DNA yang dilakukan Laboratorium Genetika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hasil tes DNA akan dibandingkan dengan koleksi peta DNA komodo milik LIPI dari wilayah Taman Nasional Komodo dan daratan Pulau Flores.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Indra Eksploitasia menuturkan, tanggal 1 April disampaikan permohonan pemeriksaan DNA dari BBKSDA Jatim kepada LIPI. ”Pemeriksaan DNA membutuhkan waktu 10-14 hari kerja untuk melihat kesesuaian genetika (terhitung mulai 1 April 2019). Juga membutuhkan protokol dalam IUCN untuk pelepasliaran,” katanya.
Pemeriksaan DNA membutuhkan waktu 10-14 hari kerja untuk melihat kesesuaian genetika (terhitung mulai 1 April 2019).
Barang bukti hasil tes DNA ini akan menjadi dasar tak terbantahkan asal komodo itu ditangkap dari Taman Nasional Komodo atau daratan Pulau Flores. Untuk saat ini, hasil observasi ahli bidang zoologi LIPI menyatakan komodo berasal dari daratan Pulau Flores. Ini tampak dari bentuk moncong, pola warna tubuh, dan warna lidah.
Patroli siber
Adi Karya Tobing mengatakan, penggagalan penyelundupan komodo dan satwa liar lain ini berkat cyber patrol kepolisian. Mereka mencurigai akun media sosial dan menyelisiknya. Setelah ditelusuri, akun itu digunakan untuk berjualan satwa liar dilindungi dengan menggunakan modus rekening bersama.
Penggagalan penyelundupan komodo dan satwa liar lain ini berkat cyber patrol kepolisian. Mereka mencurigai akun media sosial dan menyelisiknya.
Polisi telah meringkus tersangka pemilik rekening bersama dan penjual. Pihak pembeli masih dikejar polisi. Diduga penjual ini mendapatkan barang dari para penampung yang tertangkap di Jawa Timur. Lima penampung berinisial AV, MRS, RR, VS, dan AW ditahan di Polda Jatim. Kepolisian pun masih mengejar sejumlah penampung di Nusa Tenggara Timur.
Adi Karya Tobing mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan perbankan untuk mengikuti aliran uang transaksi. Metode ini pun digunakan untuk menelusuri penjualan 41 komodo sebelumnya yang menurut pengakuan para tersangka dilakukan sejak 2016.
Fauna ini diduga kuat didistribusikan melalui transportasi darat dan penyeberangan laut. Komodo dimasukkan dalam tabung saat pengiriman dari NTT ke penampung besar di Surabaya.
Pengamanan
Wiratno mengatakan, meski diduga kuat komodo yang diselundupkan berasal dari luar Taman Nasional Komodo, pihaknya meningkatkan pengamanan di Taman Nasional Komodo yang berstatus Situs Warisan Dunia (1991) dan New 7 Wonders (2011). Taman Nasional Komodo, fauna Jurassic ini tinggal di Pulau Komodo (1.727 ekor), Pulau Rinca (1.049 ekor), Pulau Padar (6 ekor), Pulau Gilimotang (58 ekor), dan Pulau Nusa Kode (57 ekor).
Kepala Taman Nasional Komodo Lukita Awang Nistyantara mengatakan, pasca-pengungkapan penyelundupan komodo, patroli di wilayah Taman Nasional Komodo ditingkatkan. Sejak 2018, pos-pos penjagaan di Taman Nasional Komodo ditingkatkan dari 11 pos menjadi 13 pos.
Terkait dengan kemungkinan komodo yang diselundupkan berasal dari wilayah Taman Nasional Komodo, ia menyebut, ”Kemungkinan kecil karena di 13 pos selalu ada petugas yang rolling (bergantian jaga)”. Selain itu, pada lokasi wisata seperti Loh Liang, para pengunjung didampingi pemandu/ranger saat tracking untuk melihat komodo.
Di luar Taman Nasionol Komodo, fauna predator utama di alam ini juga ditemui di daratan Flores. Berdasarkan pengamatan BBKSDA NTT bersama Komodo Survival Program, komodo ditemukan di Cagar Alam Wae Wuul (4-14 individu pada 2013-2018), Pulau Ontoloe Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau (2-6 individu pada 2016-2018), Kawasan Ekosistem Esensial Hutan Lindung Pota (6 individu pada 2016-2018), dan Pulau Longos (11 individu pada 2016).
Di lokasi luar Taman Nasional Komodo ini, kata Wiratno, pihaknya bekerja sama dengan pemerintah-pemerintah daerah seperti Manggarai Barat (CA Wae Wuul) dan Ngada (TWA Tujuh Belas Pulau) untuk peningkatan pengamanan. Ini termasuk peningkatan partisipasi masyarakat di sekitar kawasan tersebut akan keberadaan satwa komodo yang dilindungi.
Untuk Kawasan Ekosistem Esensial Hutan Lindung Pota dan Pulau Longos, lanjut Wiratno, pihaknya membangun ekoturisme berbasis komunitas masyarakat dengan ikon komodo. Pihaknya menggandeng Pemkab Manggarai Timur dan Manggarai Barat terkait dengan destinasi wisata yang bisa menjadi alternatif pengamatan komodo selain di TN Komodo.
”Sosialisasi dan penyadartahuan tentang konservasi komodo kepada masyarakat Desa Nampar Sepang, Kelurahan Pota, Kelurahan Nanga Baras, Desa Nanga Mbaur, Desa Golo Lijun (Manggarai Timur), serta Desa Pontianak dan Desa Ngana (Manggarai Barat),” katanya. Strategi di antaranya menyusun peraturan desa bersama pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten serta pihak gereja untuk perlindungan satwa komodo dan habitatnya.
Penguatan UU Konservasi
Di sisi lain, Adi Karya Tobing mengharapkan agar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya direvisi. Hal itu di antaranya agar memudahkan penindakan atas transaksi perdagangan satwa liar melalui media sosial dan internet.
Harapan lainnya antara lain agar sanksi pidana bagi pelaku diperberat. Sanksi saat ini dinilai masih belum memberikan efek jera bagi pelaku. Dalam UU No 5/1990, hukuman maksimal bagi pelanggar adalah 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta. Tidak ada ketentuan hukuman minimal yang harus dijatuhkan.
Terkait dengan masukan ini, Wiratno mengatakan akan mempertimbangkan kembali. Revisi UU Konservasi ini telah digulirkan dan didesakkan sejumlah elemen masyarakat dan pekerja konservasi. Namun, pemerintah berpendapat revisi UU belum dibutuhkan meski sempat masuk dalam Program Legislasi Nasional tahun lalu. Aturan yang ada pada ketentuan itu dinilai masih relevan diterapkan. Hanya saja, perlu ada sinkronisasi aturan dengan lembaga-lembaga yang berkepentingan.