Penugasan Bulog Jadi Ujung Tombak Stabilisasi Harga
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah masih mengandalkan penugasan kepada Perum Bulog sebagai salah satu strategi dalam stabilisasi harga pangan, terutama beras. Keberhasilannya bergantung pada aturan yang menjadi landasan penugasan.
Salah satu aturan yang menjadi landasan penugasan Perum Bulog ialah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015. Untuk masa panen raya 2019, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti mengatakan, penugasan kepada Bulog masih mengacu pada Inpres tersebut.
Dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2015, Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 3.700 per kilogram (kg). Akan tetapi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga GKP di tingkat petani pada Februari 2019 sudah mencapai Rp 5.114 per kg.
Ada kesenjangan antara HPP dan harga pasar terkini. Padahal, pemerintah menugaskan Bulog untuk membeli beras dengan HPP.
"Terkait perbedaan ini, kami masih menunggu pembahasan melalui rapat koordinasi tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian," ujar Tjahya saat ditemui setelah Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2019 di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Selain itu, pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) oleh Perum Bulog akan menghadapi harga GKP yang tergolong stabil tinggi. Harga tersebut terbentuk akibat peralihan musim kemarau di sejumlah daerah sentra penghasil beras yang diprediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) jatuh pada Maret 2019.
Imbasnya, kadar air GKP diperkirakan lebih sedikit sehingga kualitasnya lebih baik. Tjahya memperkirakan, gabah yang diproduksi akan menghasilkan beras berkualitas kelas premium.
Pengaturan harga di tingkat konsumen pun tetap mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras. "Beras yang dihasilkan kualitas premium dari GKP yang kadar airnya sedikit itu tetap dijual dengan harga beras premium sesuai dengan Permendag terkait. Jika beras premium lebih banyak beredar, pemerintah akan menugaskan Bulog untuk menggelontorkan CBP ke pasar," tuturnya.
Hingga saat ini, realisasi operasi pasar CBP oleh Perum Bulog sepanjang 2019 sebesar 188.008 ton. Perum Bulog juga tengah menyalurkan beras dalam skema bantuan sosial untuk keluarga penerima manfaat dengan total sebanyak 213.000 ton sepanjang Januari - April 2019.
Sebelumnya, Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh menyebutkan, stok beras di seluruh gudang Bulog mencapai 1,8 juta ton. Dia mengatakan, pihaknya siap melaksanakan penugasan pemerintah dalam rangka stabilisasi harga beras.
Perlu revisi
Terkait aturan yang menjadi landasan peugasan Bulog, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa, berpendapat, pemerintah perlu merevisi HPP agar penyerapan GKP dalam negeri dapat optimal. Jika tidak direvisi, dia khawatir, Bulog akan kesulitan menyerap GKP di sentra-sentra produksi di Pulau Jawa.
Di sisi lain, Deputi Bidang Industri Agro dan Farmasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara Wahyu Kuncoro berpendapat, Inpres 5 Tahun 2015 memerlukan penyesuaian. Jika tidak ada revisi, dia mengatakan, penugasan Bulog dapat menggunakan skema fleksibilitas HPP sehingga memungkinkan penyerapan dengan harga di atas HPP.
Imbas logistik
Secara umum, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, aspek logistik masih mempengaruhi pembentukan harga pangan. "Masih ada kesenjangan harga yang terbentuk akibat logistik, terutama dari desa ke kota," ujarnya dalam Raker Kementerian Perdagangan, Selasa.
Darmin menyoroti pentingnya pembenahan jaringan logistik dalam pembentukan stabilitas harga pangan. Harapannya, kesenjangan harga di tingkat konsumen tidak jauh berbeda dengan di tingkat sentra produksi.
Oleh sebab itu, Darmin memberi arahan kepada Kementerian Perdagangan untuk memperhatikan pembangunan dan keberadaan pasar pengumpul di tingkat kecamatan dan pasar induk di tingkat provinsi. Dua jenis pasar ini harus terintegrasi dengan pasar rakyat sebagai bagian dari jaringan logistik pangan.