Staf PBB Asal Indonesia Harina Hafitz Salah Satu Korban Jatuhnya Ethiopian Airlines
ADDIS ABABA, SENIN - Staf pada Program Pangan Dunia atau World Food Program, salah satu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa, asal Indonesia, Harina Hafitz menjadi salah satu korban meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines, yang jatuh tidak jauh dari ibukota Addis Ababa, Ethiopia, Minggu (10/3/2019) waktu setempat. Insiden itu menewaskan seluruh 157 awak pesawat dan penumpangnya.
Menurut Kementerian Luar Negeri RI, Harina adalah WNI yang tinggal di Roma, Italia, dan bekerja untuk program kemanusiaan badan PBB, World Food Program (WFP). Informasi tersebut telah dikonfirmasi oleh WFP.
Duta Besar RI di Roma telah bertemu dengan keluarga korban dan menyampaikan duka citanya. "KBRI Roma akan terus berkoordinasi dengan keluarga korban, KBRI Addis Adaba, dan kantor WFP Roma untuk pengurusan jenazah dan dukungan bagi keluarga," begitu keterangan tertulis dari KBRI Roma.
Total ada tujuh karyawan WFP yang menjadi korban dalam kecelakaan itu. Sejumlah pejabat pemimpin PBB menyampaikan dukanya, termasuk Sekretaris Jenderal PBB, Wakil Sekretaris Jenderal PBB, Direktur Eksekutif Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), dan Komisaris TinggiKomisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR)
"Ketika kita berduka, mari kita renungkan bahwa kolega kita bersedia untuk melakukan perjalanan dan bekerja jauh dari rumah mereka serta orang-orang terkasih mereka demi membantu menjadikan dunia tempat yang lebih baik untuk hidup. Itulah panggilan mereka, seperti halnya untuk keluarga WFP lainnya," tutur Direktur Eksekutif WFP, David Beasley.
Beasley menambahkan, WFP akan menawarkan dukungan dan bimbingan kepada keluarga korban. "Kami akan menyediakan bimbingan konseling di markas besar di Roma dan di Addis Ababa untuk membantu rekan kami yang berduka," ujarnya.
Selain korban karyawan WFP, ada pula korban dari 35 negara yang berada dalam pesawat Ethiopian Airlines itu. Pesawat itu juga mengangkut warga Kenya (32 orang), Kanada (18), Etiopia (9), Italia (8), AS (8), China (8), Perancis (7), Inggris (7), India (4), dan lain-lain.
Investigasi
Otoritas penerbangan mulai menginvestigasi bagaimana pesawat baru Boeing 737 Max 8 milik Ethiopian Airlines itu dapat jatuh enam menit setelah lepas landas dari ibukota Addis Ababa, Ethiopia, Minggu waktu setempat.
Menurut pemberitaan The Guardian, pilot pesawat tersebut dikatakan sempat mengalami masalah teknis dan meminta untuk kembali ke Bandara Internasional Bole Addis Ababa. Menara kontrol bandara kehilangan kontak dengan pesawat beregistrasi ET-AVJ itu pada pukul 05.44 waktu setempat. Puing pesawat kemudian ditemukan di dekat kota Bishoftu, sekitar 60 kilometer dari Addis Ababa.
Situs pelacak penerbangan, Flightradar24, menyatakan melalui Twitter, bahwa pesawat itu memiliki kecepatan vertikal tidak stabil setelah lepas landas pada pukul 05.38 waktu setempat. Posisi terakhir pesawat itu tercatat pada pukul 05.41 waktu setempat. Cuaca saat itu tampak normal dan belum ada penjalasan mengenai penyebab kecelakaan itu.
Melalui pernyataan tertulis, Ethiopian Airlines menyampaikan, pihaknya kerja sama dengan Otoritas Penerbangan Sipil Ethiopia dan Otoritas Transportasi Ethiopia dalam rangka melaksanakan investigasi forensik untuk mengidentifikasi korban. Ethiopian Airlines juga kerja sama dengan pabrik pesawat Boeing dan badan internasional terkait lainnya dalam rangka menginvestigasi penyebab kecelakaan.
Kepala Eksekutif Ethiopian Airlines, Tewolde GebreMariam, mengatakan, pemeliharaan pesawat yang diterima pada November 2018 itu dilakukan secara rutin dan tidak menunjukkan adanya masalah. Kapten pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh kemarin, Yared Getachew, juga memiliki pengalaman terbang sebanyak 8.000 jam dan memiliki "rekor terbang yang sangat baik".
"Ini adalah pesawat baru, tanpa adanya isu teknis, diterbangkan oleh pilot senior, dan penyebab kecelakaannya tidak bisa ditentukan saat ini," ujarnya.
Insiden kemarin merupakan kecelakan kedua yang melibatkan pesawat model Boeing 737 Max 8. Pesawat model itu telah dioperasikan secara komersial sejak 2016. Kecelakaan pertama pada November 2018 terjadi pada pesawat yang dioperasikan oleh Lion Air.
Pesawat itu jatuh di perairan Karawang, beberapa menit setelah lepas landas, dan menewaskan seluruh penumpang dan awaknya. Keamanan pesawat model Boeing 737 Max 8 dipertanyakan sejak itu.
Diperkirakan saat ini ada lebih dari 300 pesawat model ini yang beroperasi dengan berbagai maskapai penerbangan. Ethiopian Airlines mengoperasikan lebih dari enam pesawat itu. Ketika ditanyai apabila Ethiopian Airlines akan memberhentikan operasi pesawat itu, GebreMariam menjawab tidak karena penyebab kecelakaan masih belum diketahui.
Kecurigaan
William Waldock, profesor keselamatan penerbangan dari Embry-Riddle Aeronautical University mengatakan, kecurigaan akan pesawat model itu akan muncul karena insiden Ethiopian Airlines dan Lion Air keduanya melibatkan model pesawat yang sama dan tampak jatuh dengan cara yang sama, yaitu menukik tajam dan menghancurkan pesawat menjadi puing-puing dalam potongan kecil.
"Penyelidik tidak percaya kepada kebetulan," kata Waldock. Namun, saat ini, masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan. Lebih banyak akan diketahui ketika penyelidik menemukan dan menganalisis kotak hitam pesawat.
Alan Diehl, mantan penyelidik Badan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat, menambahkan, kemiripan masalah yang dialami dalam insiden pesawat Ethiopian Airlines dan Lion Air termasuk adanya masalah yang dialami awak pesawat tidak lama setelah lepas landas, serta kecepatan vertikal yang tidak stabil. "Hal tersebut jelas menunjukkan adanya potensi masalah dalam kemampuan kontrol dengan pesawat," ujarnya.
Ada banyak faktor lain, lanjut Diehl, yang dapat mengakibatkan kecelakaan, seperti masalah mesin, kesalahan pilot, beban berat, atau pun serangan burung. Ia menyatakan, Ethiopian Airlines memiliki reputasi yang baik. Pemeliharaan pesawat merupakan salah satu hal yang akan diperiksa oleh penyelidik.
Laris dijual
Pesawat model 737 merupakan salah satu pesawat yang paling laris dijual. Model Max merupakan versi terbarunya dan memiliki mesin yang lebih hemat bahan bakar. Max merupakan bagian penting dari strategi Boeing untuk bersaing dengan rivalnya dari Eropa, Airbus.
Ada sekitar 350 pesawat model Max yang telah dikirim oleh Boeing. Jumlah pesanan mencapai lebih dari 5.000. Insiden Lion Air tampaknya tidak mengurangi jumlah penjualan Max. Nilai saham Boeing sempat turun tujuh persen saat terjadinya insiden Lion Air. Namun sejak itu, nilainya telah meningkat hingga 26 persen. (AP)