148 Penumpang dari 33 Negara Tidak Ada yang Selamat
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
NAIROBI, MINGGU — Kecelakaan menimpa pesawat Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan ET-302, rute Addis Ababa-Nairobi di Kenya, Minggu (10/3/2019) pagi. Sebanyak 149 penumpang dari 33 negara dan 8 kru dinyatakan meninggal dunia karena pesawat jatuh sesaat setelah lepas landas.
Pesawat dinyatakan jatuh dekat kota Bishoftu, sekitar 62 kilometer (KM) ke arah tenggara Ibu Kota Ethiopia Addis Ababa. Otoritas maskapai menyatakan, pesawat jatuh enam menit setelah lepas landas atau sekitar pukul 08.44 pagi waktu setempat.
Otoritas maskapai juga menyebutkan, jenis pesawat yang jatuh adalah Boeing 737-800 MAX dengan nomor registrasi ET-AVJ.
“Tidak ada penumpang yang selamat dalam peristiwa ini. Mereka berasal dari 33 warga negara,” ujar juru bicara Ethiopian Airlines yang tidak disebutkan namanya.
CEO Ethiopian Airlines, Tewolde Gebremariam, dalam konferensi pers mengatakan, penumpang pesawat yang merupakan warga negara Kenya sebanyak 32 orang, Kanada (18 orang), Ethiopia (9 orang), Italia (8 orang), China (8 orang), dan Amerika (8 orang). Selain itu ada juga dari Inggris sebanyak (7 orang), Perancis (7 orang), Mesir (6 orang), Belanda (5 orang), serta India dan Slovakia masing-masing 4 orang.
Penumpang lain berasal dari Austria sejumlah (3 orang), Swedia (3 orang), Rusia (tiga orang), sedangkan Maroko, Spanyol, Polandia, dan Israel masing-masing 2 orang.
"Sementara itu penumpang yang berasal dari Indonesia, Somalia, Norwegia, Serbia, Togo, Mozambik, Rwanda, Yaman, Sudan, dan Uganda masing-masing satu orang," kata dia.
Salah satu orang pertama yang mengucapkan bela sungkawa atas peristiwa ini adalah Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed dalam akun twitter pribadinya.
“Atas nama pemerintah dan warga Ethiopia, kami turut berduka atas keluarga yang kehilangan orang tercinta dalam penerbangan Ethiopian Airlines Boeing 737 menuju Nairobi, Kenya pagi ini,” tulis Abiy.
Tidak ada penumpang yang selamat dalam peristiwa ini. Mereka berasal dari 33 warga negara.
Di Bandara Nairobi, banyak keluarga penumpang yang menunggu di pintu keberangkatan tanpa adanya informasi dari otoritas bandara.
“Kami hanya menunggu ibu. Kami berharap ibu menggunakan penerbangan yang berbeda atau ditunda. Sejak tadi ibu tidak menjawab telepon kami,” kata Wendy Otieno, sang anak, sembari menutup teleponnya.
Robert Mudanta (46) tengah menunggu saudara laki-lakinya datang dari Kanada. “Tidak ada seorang petugas pun yang berbicara, kami hanya diam di sini berharap yang terbaik,” katanya, setelah tiga jam adanya informasi pesawat hilang.
Mirip Indonesia
Kendati otoritas maskapai tidak menyebutkan secara langsung, tetapi jenis pesawat yang digunakan Ethiopian Airlines diduga sama dengan kecelakaan yang menimpa pesawat Lion Air pada Oktober 2018. Musibah itu menewaskan 181 penumpang dan 8 kru pesawat.
“Pencarian dan operasi penyelamatan sedang dilakukan dan kami tidak memberi konfirmasi informasi terkait kemungkinan korban selamat,” ujar otoritas maskapai.
Sementara itu, The Boeing Company selaku produsen pesawat Boeing 737 MAX 8 mengunggah penyataan di laman twitter, “Pemantauan ketat terkait situasi”.
Pesawat 737 Max 8 tergolong jenis baru yang dirilis pada 2016. Ethiopian Airlines menggunakan jenis pesawat itu mulai Juli akhir tahun lalu.
Terkait kecelakaan pesawat Lion Air yang terjadi di Indonesia, Firma hukum yang berbasis di Amerika Serikat, Colson Hicks Eidson dan Bartlett Chen LLC, menggugat The Boeing Company selaku produsen pesawat Boeing 737 MAX 8 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober 2018.
“Gugatan kami ajukan atas nama klien kami, yaitu orangtua dari Rio Nanda Pratama,” kata Curtis Miner dari Colson Hicks Eidson.
Rio adalah salah satu korban pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang. Dalam gugatan, Rabu (14/11/2018), Boeing dianggap lalai menyampaikan informasi mengenai potensi bahaya yang dapat ditimbulkan sistem kendali penerbangan otomatis. (REUTERS/BBC)