DEPOK, KOMPAS -- Setelah sempat menolak limpahan aset, perkumpulan agen jemaah korban first travel menggugat limpahan aset dikembalikan kepada korban. Korban penipuan menduga ada yang tidak beres dengan penguasaan aset tersebut.
Keputusan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2017 menyatakan ada sejumlah 813 barang bukti berupa uang di rekening dan aset kekayaan akan dikembalikan kepada calon jemaah umrah melalui pengurus pengelola aset korban First Travel. Barang bukti berupa uang di rekening, deposito, aset tanah, rumah, apartemen, dan aset bergerak tersebut dibagikan secara proporsional dan merata kepada jemaah melalui pengurus pengelola aset korban First Travel.
Namun, Perkumpulan Pengurus Pengelolaan Aset Korban First Travel menolak aset yang dilimpahkan Kejaksaan Negeri Depok untuk dibagikan kepada korban jemaah calon haji. Mereka menilai, Kejaksaan Negeri Depok tidak transparan membagi aset sitaan biro umrah itu.
Saat ditemui usai mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Senin (4/3/2019) Kuasa Hukum korban First Travel Riesqi Rahmadiansyah mengatakan, aset-aset tersebut akhirnya dirampas untuk negara. Hal itu mengacu pada Putusan kasasi oleh Mahkamah Agung dengan Nomor Perkara 3095 K/PID.SUS/2018 dan 3096 K/PID.SUS/2018.
"Dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa Kasasi Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa Pemilik First Travel, Andika Surachman dan Annies Desvitasari Hasibuan serta Direktur Keuangan First Travel Siti Nuriada Hasibuan dinyatakan ditolak. Sehingga, putusan tersebut kembali pada Putusan Pengadilan Negeri Depok, yang menyatakan Menvonis masing masing 20 Tahun, 18 Tahun dan 15 Tahun Penjara, serta Merampas Semua Aset untuk Negara," tutur Riesqi.
Riesqi menambahkan, setelah menimbang keputusan kasasi tersebut, para korban merasa dirugikan. Sebab, putusan kasasi memerintahkan, sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 273 ayat 3, kejaksaan harus segera mengeksekusi aset tersebut. Artinya, aset tersebut berpotensi dilelang.
"Kalau aset sudah dieksekusi berarti jemaah tidak bisa berangkat ke Arab Saudi. Akhirnya kami sepakat untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) agar eksekusi aset ditunda," tambah Riesqi.
Selain itu, Riesqi dan para korban juga akan melakukan actio pauliana atau menuntut pembatalan perbuatan hukum debitur yang merugikan kreditur. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk menuntut agar First Travel pailit atau bangkrut.
Riesqi mengungkapkan, dahulu para korban menolak First Travel pailit. Namun, dalam tuntutan dalam actio pauliana kali ini para korban meminta agar First Travel pailit agar para korban mengetahui siapa saja kreditur atau pihak ketiga yang saat ini mendapatkan pelimpahan aset First Travel. Para korban menduga, tidak semua aset First Travel di tangan negara, melainkan ada yang di tangan pihak ketiga.
Berdasarkan PN Negeri Kota Depok nomor 83 tahun 2018 disebutkan, salah satu pihak ketiga yang menguasai aset First Travel adalah CEO Kanomas Arci Wisata Umar Abdul Aziz Bakadam. Dalam putusan tersebut dirinya disebut menguasai lima mobil dengan nilai Rp 670 juta.
Saat dikonfirmasi, Senin malam, Umar menjelaskan, lima aset First Travel yang berada ditangannya tersebut sudah berpindah kepemilikan atas nama dirinya jauh sebelum ada putusan pengadilan. "Lima mobil itu diserahkan kepada Kanomas untuk membayar utang First Travel. Uang dari hasil penjualan itu saya gunakan untuk membantu memberangkatkan jemaah," tutur Umar.
Menurut Umar, First Travel masih memiliki utang kepada Kanomas sekitar Rp 50 miliar untuk keberangkatan sekitar 5 ribu jemaahnya.
Tetap berangkat
Para korban yang turut hadir dalam proses pendaftaran gugatan Senin siang menuntut agar mereka diberangkatkan. Mereka berharap, niat beribadah mereka bisa dituntaskan.
Zuherial (64), korban First Travel asal Palembang, Sumatera Selatan yang kerap pergi-pulang dari Palembang-Jakarta untuk mengikuti perkembangan kasus ini berharap dia dan enam anggota keluarganya tetap diberangkatkan. Total kerugian yang dia tanggung sebesar Rp 104 juta. "Saya sudah 28 kali bolak-balik Palembang - Jakarta untuk mengawal kasus ini. Saya akan tetap berjuang supaya saya dan keluarga saya bisa berangkat," kata Zuherial.
Korban lain, Devi Kusrini (45) selain jemaah, dia juga merupakan agen yang memiliki tanggungan untuk memberangkatkan 205 jemaah. Total kerugian yang harus ditanggung Devi sebesar Rp 10 miliar.
Belum bersikap
Menanggapi pendaftaran gugatan korban First Travel, Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri menjelaskan, Kejaksaan Agung belum bisa menentukan sikap terkait gugatan aset yang diajukan korban First Travel. Sebab, secara resmi Kejaksaan Agung belum menerima putusan kasasi untuk berkas Andika dan Annies.
"Kejaksaan sebenarnya berpihak kepada publik, dalam hal ini jemaah. Sebab, dalam tuntutan pengadilan yang lalu, Jaksa Pemuntut Umum meminta aset dikembalikan kepada yang berhak. Tetapi, dengan berbagai pertimbangan akhirnya hakim menjatuhkan vonis yang berbeda yakni aset dirampas untuk negara," pungkas dia.
Jaksa penuntut umum mendakwa para direktur PT First Anugerah Karya Wisata dengan pasal berlapis karena penipuan, penggelapan, dan pencucian uang yang merugikan 63.310 calon jemaah umrah sebesar total Rp 905,333 miliar. Mereka didakwa menggunakan dana jemaah untuk kepentingan pribadi, misalnya untuk keliling Eropa, membeli rumah, mobil, dan kebutuhan pribadi.
Para direktur juga menggunakan uang jemaah untuk membayar pegawai, termasuk gaji direktur, antara Rp 500 juta dan Rp 1 miliar per bulan (Kompas, 20/2/2019).(KRISTI DWI UTAMI)