JAKARTA, KOMPAS — Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan DKI Jakarta tidak merekomendasikan kerang hijau untuk dikonsumsi. Alasannya kandungan logam berat dalam kerang hijau berdampak pada kesehatan dalam jangka panjang.
Hal ini senada dengan hasil penelitian dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) Etty Riani. Berdasarkan penelitiannya bertahun-tahun di perairan Teluk Jakarta, Etty menyimpulkan, pencemaran logam berat di Teluk Jakarta membuat biota laut yang berasal dari kawasan tersebut tidak aman dikonsumsi karena tingginya kandungan logam berat.
Etty mengatakan, dari parameter kandungan logam berat merkuri (Hg), daging biota air, baik ikan atau pun kerang-kerangan di Teluk Jakarta yang dapat ditolerir untuk dikonsumsi orang dewasa dan anak-anak berkisar 0,002 - 0,043 kilogram (kg) per minggu. Bahkan, dia menyarankan, kerang hijau dari Teluk Jakarta sama sekali tidak dikonsumsi karena konsentrasi logam beratnya paling tinggi.
Eny Suparyani, Kepala Bidang Perikanan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (DKPKP) DKI Jakarta, Sabtu (23/02/2019), mengatakan, terkait artikel mengenai bahaya kerang hijau dari hasil penelitian tersebut, DKPKP sudah mengetahui hal itu dari lama. Bahkan pembudidaya kerang hijau, sudah lama ada di bibir pantai Teluk Jakarta.
Namun dari aspek budidaya perikanan, DKPKP tidak melakukan pembinaan usaha budidaya kerang hijau. "Kita tidak memberi teknik budidaya kerang yang baik, kita tidak memberi bantuan untuk beli bagannya. Kalau berbagai fasilitas kita berikan kepada nelayan, tetapi tidak kepada pembudidaya kerang hijau. Bahkan produk budidaya kerang hijau tidak kita masukkan dalam produk dan statistik produksi," kata Eny.
Itu karena DKPKP mengetahui produk kerang hijau dari dulu mengandung logam berat. "Karena kerang hijau itu sifatnya menyerap partikel-partikel logam. Jadi semakin tercemar air, semakin dia tumbuh bagus," kata Eny.
DKPKP mengetahui produk kerang hijau dari dulu mengandung logam berat. Karena kerang hijau itu sifatnya menyerap partikel-partikel logam.
Itu sebabnya langkah untuk melindungi masyarakat dari bahaya kerang hijau dilakukan. "Namun kita juga tidak bisa menghentikan begitu saja budidaya kerang hijau tanpa mencarikan alternatif pekerjaan untuk si pembudidaya," jelas Eny.
Eny menjelaskan, supaya budidaya kerang hijau berkurang dan berkurang, pada 2007 - 2008 DKPKP pernah memberi ganti rugi kepada pembudidaya kerang hijau dan memindahkan mereka ke pantai Panimbang di Banten. Namun tak lama mereka kembali lagi dengan alasan kerang hijau tidak tumbuh bagus di sana.
Lantaran para pembudidaya kembali lagi, DKPKP lalu memberi para pembudidaya itu pekerjaan alternatif, yaitu menjadi pengolah ikan asin. Namun itu tidak berjalan juga dan budidaya masih berlangsung. Untuk memindahkan mereka kembali, tidak mudah. DKPKP tetap harus mencarikan tempat dan pencaharian yang bisa seimbang dengan yang mereka dapatkan hari ini.
Upaya yang ditempuh DKPKP selanjutnya adalah sosialisasi dan edukasi warga bersama Dinas Kesehatan DKI. "Kalau ikan dan produknya memang di DKPKP. Tapi untuk kesehatan ada di dinkes. Jadi kami berkolaborasi mengedukasi warga untuk tidak mengkonsumsi kerang hijau. Kalau tidak laku kan pembudidaya kerang hijau akan berpikir keras untuk alih profesi. Jadinya ke arah sana," kata Eny.
Kami berkolaborasi mengedukasi warga untuk tidak mengkonsumsi kerang hijau. Kalau tidak laku kan pembudidaya kerang hijau akan berpikir keras untuk alih profesi.
Eny melanjutkan, apabila kerang hijau memang mengandung logam berat, untuk ikan, DKPKP menyatakan aman. Itu karena ikan sifatnya menyaring partikel bukan menyerap. "Ikan kami pastikan masih aman (konsumsi)," papar Eny.