Ada Potensi Komersialisasi Pendidikan, UU Perdagangan Diuji Materi
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pasal 7 Ayat 2 Huruf D Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan yang memasukkan jasa pendidikan sebagai bagian dari jasa yang bisa diperdagangkan dianggap berlawanan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengutamakan pemerataan sistem pendidikan. Pasal tersebut dinilai berpotensi mengomersialisasi pendidikan dan melanggar hak warga negara mendapatkan akses terhadap pendidikan.
Akan tetapi, di sisi lain, komersialisasi jasa pendidikan sudah merupakan hal yang wajar di era globalisasi.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Reza Aldo Agusta (26), mengajukan permohonan uji materi Pasal 7 Ayat 2 Huruf D UU No.7/2014 ke Mahkamah Konstitusi. Reza menganggap pasal tersebut berpotensi menciptakan pelanggaran atas hak mendapat akses pendidikan. “Pendidikan itu hak semua orang yang tidak boleh diperdagangkan,” ujarnya di Jakarta, Senin (11/2/2019).
Dalam Pasal 7 Ayat 2 Huruf D UU No.7/2014 disebutkan, jasa pendidikan merupakan salah satu dari 12 jenis jasa yang dapat diperdagangkan. Selanjutnya tidak dijabarkan lebih rinci arti dari yang dimaksud sebagai jasa pendidikan tersebut.
Reza menilai, seharusnya ada penjelasan lebih lanjut soal yang dimaksud sebagai jasa pendidikan itu. Ia khawatir, jasa pendidikan akan dimaknai sama dengan jasa penunjang pendidikan. Menurut dia, jasa pendidikan mengacu kepada sistem atau institusi pendidikan sedangkan jasa penunjang pendidikan merujuk keada kegiatan tambahan untuk memajukan pendidikan.
Sementara itu, Kuasa hukum pemohon, Leonard Arpan, mengatakan, ada lima alasan yang dijadikan dasar permohonon uji materi. Secara singkat, ia mengatakan, satu butir dalam UU Perdagangan itu berpotensi membuat negara abai terhadap kewajibannya untuk melakukan pembiayaan terhadap pendidikan warga.
Dengan menjadikan pendidikan sebagai komoditas perdagangan, negara menempatkan pendidikan sebagai barang privat yang berpotensi menjauhkan masyarakat dari akses pendidikan
Menurut Leonard, butir yang dimohonkan uji materi tersebut bertentangan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pasal 7 Ayat 2 Huruf D UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan itu menciptakan sebuah sistem pendidikan tersendiri yang mengutamakan keuntungan dan pertumbuhan ekonomi. “Seolah-olah ada dua kepala yang arahnya tidak sama. Yang satu ingin nirlaba, tetapi yang lain justru ingin mencari laba,” katanya.
Leonard menyatakan, keberadaaan dua sistem pendidikan itu melanggar Pasal 31 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan adanya satu sistem pendidikan nasional. ”Dengan menjadikan pendidikan sebagai komoditas perdagangan, negara menempatkan pendidikan sebagai barang privat yang berpotensi menjauhkan masyarakat dari akses pendidikan,” ujarnya.
Tuntutan global
Pemerhati pendidikan dan pengajar di Universitas Multimedia Nasional, Doni Koesoema, menilai, kekhawatiran terhadap potensi beralihnya pendidikan menjadi komoditas perdagangan terlalu berlebihan. Menurut dia, dalam era globalisasi perdagangan jasa pendidikan sudah merupakan hal wajar.
“Dalam dunia pendidikan memang ada hal-hal yang bisa dianggap sebagai jasa yang bisa diperdangkan karena memiliki nilai ekonomi,” kata Doni. Ia menyatakan, yang dimaksud sebagai jasa pendidikan dalam Pasal 7 Ayat 2 Huruf D UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan sudah jelas maksudnya.
Menurut Doni, Pasal 7 Ayat 2 UU No.7/2014 tentang Perdagangan menunjukkan ruang lingkup pengaturan perdagangan. Jasa bimbingan belajar serta tes kemampuan Bahasa Inggris (TOEFL dan IELTS) merupakan salah satu dari sekian banyak jasa pendidikan yang bisa dikomersialkan karena memiliki nilai ekonomi.
Oleh karena itu, sudah jelas yang dimaksud dengan jasa pendidikan adalah keperluan penunjang pendidikan. Doni menilai, hal itu merupakan suatu pola perdagangan yang tidak bisa dihindari pada zaman globalisasi ini.
“Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas sudah dijelaskan pemerintah wajib menyediakan program pendidikan selama 9 tahun,” ujar Doni. Ia berpendapat, UU Perdagangan yang merupakan lex generalis tidak akan mengganggu UU Sisdiknas yang merupakan lex specialis. (PANDU WIYOGA)