MOROWALI, KOMPAS — Rencana pemerintah membebaskan bea masuk kendaraan listrik yang diimpor utuh dinilai bakal menghambat pertumbuhan industri dalam negeri. Padahal, selain potensi pasar yang besar, Indonesia memiliki segenap sumber daya yang dibutuhkan untuk memproduksi kendaraan listrik nasional.
Pembebasan bea masuk menjadi salah satu poin yang tertuang dalam rancangan peraturan presiden tentang kendaraan listrik. Selain poin itu, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan listrik disebutkan akan 50 persen lebih rendah dibandingkan kendaraan konvensional atau berbahan bakar minyak. Insentif ini diberikan untuk mendorong pemakaian kendaraan listrik.
Guru Besar Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung Satryo Soemantri Brodjonegoro di sela-sela kunjungan kawasan industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah, Selasa (29/1/2019), berpendapat, penerapan tarif bea masuk nol persen untuk impor kendaraan utuh (completely built up/CBU) akan menghambat kesempatan membangun industri di dalam negeri. Padahal, Indonesia memiliki sumber daya mineral, antara lain nikel, kobalt, dan mangan, yang dibutuhkan untuk memproduksi baterai.
Baterai adalah komponen utama kendaraan listrik. Porsinya mencapai 44-45 persen dari total struktur biaya produksi. Selain bahan baku mineral, sejumlah perguruan tinggi dan pelaku industri dalam negeri juga dinilai mampu memproduksi baterai, termasuk komponen lain seperti motor listrik, rangka, dan bodi.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa menyatakan, insentif diperlukan agar pengembangan kendaraan listrik tumbuh pesat. Pemerintah mesti memberi jaminan kepada industri kendaraan listrik bahwa produk mereka akan terserap pasar. Caranya, antara lain, melalui pemberian potongan harga atau pajak kendaraan serta mewajibkan instansi pemerintahan atau kantor badan usaha milik negara menggunakan kendaraan listrik. (Kompas, 15/1/2019)
Segera terbit
Deputi Bidang Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Maritim Ridwan Jamaludin menambahkan, pemerintah telah memetakan sejumlah insentif untuk mengembangkan kendaraan listrik, termasuk insentif bagi industri baterai, pengisian listrik, dan pembuat komponen lain di dalam negeri. Rancangan peraturan presiden dalam proses harmonisasi dan diharapkan bisa terbit pada Februari 2019.
Namun, ada perbedaan pendapat terkait bea masuk kendaraan listrik impor dalam bentuk kendaraan utuh. Satu pihak menilai bea masuk perlu dibebaskan untuk merangsang masyarakat beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik. Sementara pihak lain berharap bea masuk kendaraan utuh itu ditinggikan untuk mendorong industri dalam negeri.
Pemerintah memetakan sejumlah insentif untuk pengembangan kendaraan listrik, termasuk insentif bagi industri baterai, pengisian listrik, dan pembuat komponen lain di dalam negeri.
Selain tinjauan soal klausul bea masuk impor utuh kendaraan listrik, sejumlah pelaku industri berharap poin-poin insentif pengembangan komponen lokal dimasukkan ke dalam regulasi. Perihal bahan pelengkap dan bahan baku impor, misalnya, masih dikenai bea masuk meskipun produk akhirnya diekspor.
Terkait kendaraan listrik, pada awal Januari 2019, PT QMB New Energy Materials memulai pembangunan pabrik bahan baku baterai di Morowali. Perusahaan itu merupakan kerja sama antara perusahaan China, Indonesia, dan Jepang yang terdiri dari GEM Co Ltd, Bruno Recycling Technology Co Ltd, Tsingshan, PT IMIP, dan Hanwa. Pabrik ini dikembangkan di atas lahan 120 hektar di Kawasan Industri Morowali dengan investasi awal 727 juta dollar AS dan secara bertahap akan ditingkatkan jadi 4,2 miliar dollar AS.
PT QMB New Energy Materials memiliki kapasitas konstruksi nikel sebesar 50.000 ton dan kobalt 4.000 ton, yang akan memproduksi di antaranya 50.000 ton produk intermediet nikel hidroksida, 150.000 ton baterai kristal nikel sulfat, 20.000 ton baterai kristal sulfat kobalt, dan 30.000 ton baterai kristal sulfat.
Chief Executive Officer PT IMIP Alexander Barus menyatakan, saat ini pabrik komponen baterai masih dalam proses pembangunan. Lokasinya terintegrasi dengan pabrik pendukung lainnya di kawasan IMIP di Morowali.