Bupati Mojokerto Nonaktif Divonis Delapan Tahun Penjara
Oleh
Runik Sri Astuti
·3 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS-Bupati Mojokerto (nonaktif) Mustofa Kamal Pasa menjadi kepala daerah pertama yang divonis bersalah pada tahun 2019 dalam kasus korupsi. Ia divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan. Terdakwa suap perizinan 22 menara telekomunikasi itu juga dipidana membayar uang pengganti Rp 2,75 miliar dan dicabut haknya untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun.
Vonis itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan korupsi, yakni hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan. Terdakwa juga dituntut pidana tambahan membayar uang pengganti Rp 2,75 miliar subsider dua tahun penjara dan dicabut haknya untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun.
”Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan pertama Pasal 12 Huruf b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 juncto Pasal 65 KUHP,” ujar Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Jawa Timur, Senin (21/1/2019).
Dalam persidangan, terdakwa terbukti menerima suap dengan nilai total Rp 2,7 miliar sebagai komisi atas penerbitan izin pendirian 22 menara telekomunikasi. Suap itu diterima dari Ockyanto, pihak dari PT Tower Bersama Group, sebesar Rp 2,2 miliar dan Onggo Wijaya, Direktur Operasi PT Protelindo, sebesar Rp 550 juta.
Terdakwa Mustofa saat berdiskusi dengan penasehat hukumnya. KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTISebelumnya pembangunan menara telekomunikasi itu mangkrak sejak 2014 bahkan ada yang sejak 2013 karena izin dari pemerintah daerah tidak segera terbit. Untuk melanjutkan pembangunan menara, terdakwa bersedia memberikan rekomendasi Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dengan meminta komisi sebesar Rp 220 juta per menara. Dari nilai Rp 220 juta itu, sebesar Rp 200 juta untuk komisi pribadi terdakwa sedangkan Rp 20 juta untuk pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Terdakwa juga tidak berterus terang dan berbelit dalam memberikan keterangan di persidangan. Sebagai kepala daerah, terdakwa tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat
I Wayan Sosiawan mengatakan pihaknya tidak menemukan alasan pembenar maupun hal yang bisa menghapus perbuatan terdakwa. Selain itu ada hal-hal yang dianggap memberatkan, antaralain terdakwa sebagai kepala daerah tidak peka terhadap upaya pemberantasan korupsi yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah pusat.
“Terdakwa juga tidak berterus terang dan berbelit dalam memberikan keterangan di persidangan. Sebagai kepala daerah, terdakwa tidak memberikan contoh yang baik kepada masyarakat,” kata I Wayan Sosiawan.
Menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, terdakwa Mustofa Kamal Pasa menyatakan akan memanfaatkan waktunya untuk pikir-pikir.
Senada dengan terdakwa jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Joko Hermawan juga menyatakan pikir-pikir. Menurutnya, pertimbangan majelis hakim sama persis dengan dakwaan jaksa. Namun majelis tidak mengabulkan seluruh tuntutan jaksa dan menjatuhkan hukuman yang lebih ringan.
Dalam sidang sebelumnya Mustofa Kamal Pasa dituntut hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan. Terdakwa juga dituntut dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 2,75 miliar subsider dua tahun penjara.
KPK juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Mustofa Kamal Pasa berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik yang diselenggarakan berdasarkan peraturan perundangan selama lima tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana penjara pokok.