Pengetahuan Publik tentang Program Kerja Paslon Masih Rendah
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Lebih dari tiga bulan masa kampanye berjalan, masih banyak masyarakat yang belum memahami visi misi calon presiden dan wakil presiden. Diharapkan, waktu yang tersisa sebelum pemilihan bisa dimanfaatkan untuk memperkenalkan gagasan substansi kepada publik.
Kurang dari 100 hari menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres), Alvara Research Center merilis survei tentang elektabilitas kedua pasangan calon (paslon) presiden di Jakarta, Jumat (11/1/2019). Sebanyak 1.200 responden dari 34 provinsi terlibat dalam survei ini. Adapun margin of error sebesar 2,88 persen.
Salah satu yang menarik dalam hasil survei tersebut adalah rendahnya tingkat pengetahuan pemilih terhadap slogan dan visi misi kedua paslon. Chief Executive Officer Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, rendahnya pengetahuan itu menunjukkan kurangnya pertarungan di ranah gagasan di antara kedua pasangan calon.
“Dari sisi marketing politik, Pilpres 2019 ini sangat tidak menarik. Sebab, isu yang berkembang hanya isu pinggiran, bukan isu substansial,” ungkap Ali.
Hasil survei dari Alvara menunjukkan, hanya ada sebanyak 22,7 persen pemilih yang mengetahui slogan strategis yang diusung oleh Jokowi-Ma’ruf yakni slogan Indonesia maju. Adapun, di kubu Prabowo-Sandi, hanya 19 persen pemilih mengetahui slogan Indonesia adil makmur yang sering digaungkan oleh mereka.
Menurut Ali, ide atau gagasan berkaitan dengan Indonesia dalam lima tahun ke depan tidak banyak dibicarakan sejak September 2018. Debat pilpres menjadi salah satu momen yang bisa menstimulus pertarungan gagasan tersebut.
“Yang penting bagi kandidat adalah mengkapitalisasi isi debat tersebut usai pelaksanaannya,” kata Ali.
Peneliti dari Center for Strategic and International Studies, Arya Fernandes, mengatakan, minimnya pengetahuan pemilih tentang visi misi paslon menunjukkan mesin kerja keduanya tidak berjalan maksimal. Program kerja para paslon tidak mampu disosialisasikan secara luas.
Hal ini bisa dipahami mengingat Pemilu kali ini berjalan serentak. Pergerakan kampanye Pilpres di darat lebih banyak dilakukan melalui partai. Adapun caleg dari partai juga memiliki kepentingan untuk kemenangannya sendiri.
Minimnya pengetahuan pemilih tentang visi misi paslon menunjukkan mesin kerja keduanya tidak berjalan maksimal
“Dibandingkan menyosialisasikan paslon presiden, mereka lebih mementingkan cara untuk lolos,” kata Arya saat dihubungi di Jakarta.
Arya berharap, dalam tiga bulan ke depan, perdebatan antara keduanya berkisar soal agenda publik, bukan persoalan kontroversial. Selain itu, patut ditunggu apa agenda besar yang akan dilakukan oleh kedua paslon. “Hal itu sekarang masih belum nampak jelas,” tambah Arya.
Elektabilitas
Sementara itu, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf pada Desember 2018 adalah sebesar 54,3 persen, sedangkan Prabowo-Sandi sebesar 35,1 persen. Jarak antara keduanya sebesar 19,2 persen. Adapun sebanyak 10,6 persen responden belum menentukan.
Elektabilitas keduanya menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil survei pada Agustus 2018. Survei saat itu menunjukkan bahwa elektabilitas Jokowi-Ma’ruf sebesar 54,1 persen dan Prabowo-Sandi sebesar 33,9 persen.
“Elektabilitas kedua pasangan menunjukkan peningkatan meski tidak signifikan,” ujar Ali.
Survei Alvara juga menunjukkkan bahwa tingkat partisipasi pemilih pada Pilpres 2019 adalah 90,3 persen. Sebanyak 6,8 persen diantaranya belum memutuskan akan memilih, sedangkan 0,3 persen tidak akan menggunakan hak suaranya.
Namun, tingkat partisipasi pemilih muda menjadi yang paling rendah. Pemilih dari kategori umur 17-21 tahun hanya 88,6 persen. “Ini menjadi tantangan bagi KPU dan para kandidat untuk menarik pemilih usia muda tersebut,” kata Ali.
Di benak para pemilih, citra Capres nomor urut 01, Jokowi hampir memiliki kesamaan dengan citra Cawapres 02, Sandiaga. Citra yang melekat pada keduanya, antara lain komunikasi yang interaktif, pekerja keras, dekat dengan rakyat dan memiliki jiwa dan penyampaian ide kreatif.
“Selain itu, keduanya juga disukai oleh generasi muda,” kata Ali.
Sementara itu, beberapa faktor pertimbangan pemilih dalam menentukan paslon adalah mempunyai sifat jujur, dekat dengan rakyat, dan bebas korupsi.
Adapun tingkat soliditas pemilih juga cenderung tidak terlalu besar. Pada Paslon Jokowi-Ma’ruf, sebanyak 64,4 persen tidak akan mengubah pilihannya. Pada paslon Prabowo-Sandi, sebanyak 67,1 persen menyatakan yakin dengan pilihannya.
“Pemilih cenderung masih dinamis. Penting bagi kandidat dan tim sukses untuk untuk meyakinkan mereka dengan cara terjun langsung ke bawah,” kata Ali.