Bupati Mojokerto Nonaktif Mustofa Kamal Pasa Bersikukuh Tak Terima Suap
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS-Sidang lanjutan dengan terdakwa Bupati Mojokerto nonaktif Mustofa Kamal Pasa kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Rabu (9/12/2019). Dalam kesempatan itu terdakwa membantah semua dakwaan jaksa komisi pemberantasan korupsi dan menyatakan tidak terbukti menerima suap yang berasal dari izin pendirian menara telekomunikasi sebesar Rp 2,7 miliar.
“Majelis hakim yang terhormat apabila mungkin ada kelalaian atau kekhilafan sehingga ada dana atau hadiah yang disampaikan, sebagai bupati saya betul-betul tidak ada niatan untuk memanfaatkannya secara pribadi melainkan semuanya untuk kepentingan masyarakat,” ujar Mustofa.
Mustofa menyampaikan pernyataan itu saat membacakan pembelaan pribadi di hadapan majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan. Selain menyampaikan pembelaan secara pribadi, Bupati dua periode ini menyampaikan pembelaan yang disusun oleh penasehat hukumnya Maria Fatimah.
Mustofa didakwa oleh jaksa KPK menerima hadiah atau janji sebesar Rp 2,7 miliar. Uang suap itu berasal dari Okyanto selaku Permit and Regulatory Division Head PT Tower Bersama Group (TBG) sebesar Rp 2,2 miliar dan Onggo Wijaya selaku Direktur Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) sebesar Rp 550 juta.
Uang diberikan melalui Bambang Wahyuadi, Nano Santoso, dan Arif Muttaqin yang merupakan orang kepercayaan terdakwa. Suap itu diduga untuk terkait pemberian rekomendasi Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang (IPPR) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas beroperasinya 22 menara telekomunikasi. Sebanyak 22 menara telekomunikasi ini merupakan milik PT TBG dan PT Protelindo di wilayah Kabupaten Mojokerto. Biaya untuk mendapatkan izin bupati mencapai Rp 200 juta per menara. Nilai itu diluar biaya izin prinsip yang sebenarnya.
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa KPK menuntut terdakwa Mustofa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 12 huruf a undang-undang tindak pidana korupsi. Jaksa juga menuntut Mustofa dengan hukuman pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 750 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam materi tuntutannya jaksa KPK juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Mustofa Kamal Pasa berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik yang diselenggarakan berdasarkan peraturan perundangan selama lima tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana penjara pokok.
Dalam materi pledoinya Maria Fatimah meminta majelis hakim membebaskan kliennya dari semua dakwaan jaksa KPK yang dianggap berlebihan. Selama persidangan, jaksa tidak bisa membuktikan bahwa terdakwa Mustofa menerima uang dari para pihak yang mengurus izin pendirian menara telekomunikasi.
Dalam sidang terungkap fakta bahwa uang suap dengan nilai total Rp 2,7 miliar diletakkan di meja di ruang kerja Bupati Mojokerto oleh ajudan. Uang itu digunakan oleh almarhum Rahmadi untuk kegiatan sosial keagamaan tanpa sepengetahuan terdakwa.
“Terdakwa tidak mengetahui maupun menerima uang hadiah atau pemberian sehingga unsur patut diduga menerima hadiah atau janji, tidak bisa dibuktikan,” ujar Maria.
Penasehat hukum terdakwa juga membantah dakwaan kliennya sudah merugikan negara. Sebaliknya, menurut Maria, kliennya telah banyak berjasa membangun Kabupaten Mojokerto termasuk mengizinkan pendirian menara telekomunikasi yang beroperasi hingga saat ini dan telah dimanfaatkan oleh sejumlah operator seluler.
Menanggapi nota pembelaan yang disampaikan oleh penasehat hukum maupun terdakwa pribadi, jaksa KPK Nigina Saraswati menyatakan pada prinsipnya pihaknya tetap pada materi tuntutan yang telah disampaikan. Jaksa menilai terdakwa terbukti bersalah dan menuntut agar dijatuhi hukuman yang setimpal.
“Berdasarkan materi pembelaan yang disampaikan di persidangan, terdakwa tetap pada pendiriannya tidak mengakui perbuatannya dan tidak menyesalinya,” ucap Nigita.
Diakhir sidang, majelis hakim I Wayan Sosiawan mengatakan akan mempertimbangkan segala sesuatunya untuk mengambil keputusan. Selanjutnya sidang ditunda hingga pekan depan dengan materi pembacaan putusan.