JAKARTA, KOMPAS — Sebagian pedagang kaki lima yang masih bertahan di Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, enggan dipindahkan ke lantai 7 Blok F Pasar Tanah Abang. Mereka khawatir kejadian relokasi PKL ke Blok G pada 2014 kembali terulang.
Lantai 7 blok F diproyeksi menampung PKL di Jalan Jati Baru Raya yang tidak mendapat tempat di jembatan penyeberangan multiguna (JPM) Tanah Abang. Perusahaan Daerah Pasar Jaya menyediakan 150 kios di lokasi tersebut.
Dewi (35), penjual kaus di trotoar Jalan Jati Baru Raya, mengaku masih bertahan di kaki lima karena tidak kebagian tempat di JPM Tanah Abang sebab tidak ber-KTP DKI Jakarta. Padahal, dia sudah lebih setahun berdagang di trotoar.
Dewi juga belum mendapatkan informasi terkait pemindahan PKL ke lantai 7 blok F. Namun, dia enggan jika dipindahkan ke lokasi baru itu karena lokasinya sulit dijangkau pengunjung pasar.
Perempuan asal Padang, Sumatera Barat, ini berkaca pada pengalamannya berdagang di kawasan Tanah Abang sejak 2014. Dewi awalnya berdagang kaus grosiran di kios lantai 3 Blok B Pasar Tanah Abang. Namun, karena omzetnya terus menurun, pada akhir 2017 dia beralih menjadi PKL.
”Di lantai 3 blok B saja orang sudah sepi, bagaimana dengan lantai 7 blok F? Siapa yang mau jauh-jauh ke sana beli kaus,” kata Dewi.
JPM Tanah Abang tidak terhubung langsung dengan lantai 7 blok F. Untuk bisa ke sana, pengguna JPM mesti melewati lantai 1 Central Tanah Abang dan lantai 2 blok F. Dari lantai 2 blok F, pengunjung bisa naik lift atau tangga menuju lantai 7.
Berdasarkan pantauan di lantai 7 blok F, lokasi tempat penempatan PKL memiliki dinding terbuka. Meski demikian, tempatnya agak gelap karena tidak ada penerangan.
Lokasi itu berdekatan dengan tempat parkir lantai 7 A blok F dan persis satu tingkat di atas areal parkir lantai 6 blok F. Tempat itu lengang dari pengunjung.
Menurut Dewi, relokasi PKL ke lantai 7 blok F hanya akan mengulang kegagalan relokasi PKL di blok G pada 2014. Tidak tahan karena sepi pengunjung, pedagang kembali turun ke kaki lima.
Sari (34), penjual blus di trotoar Jalan Jati Baru Raya, juga enggan direlokasi ke lantai 7 blok F. Relokasi ke tempat itu tidak masuk akal karena lokasinya tidak ideal. Relokasi ke tempat itu akan mematikan pendapatan para PKL.
”Kalau mau direlokasi, pikirkan juga bagaimana nasib pedagang ke depannya. Jangan sampai lokasinya yang enggak memungkinkan. Lihat saja saat relokasi PKL ke blok G dulu. Pada turun lagi kan karena enggak ramai,” ujarnya.
Eni Chaniago (43), penjual kaus kaki, mengatakan, daripada dipindahkan ke lantai 7 blok F, lebih baik PKL yang tersisa juga dibuatkan kios sebagaimana PKL JPM di lokasi lain.
”Misalnya, di tempat parkir Stasiun Tanah Abang, kan, lapang tuh. Satu meter masing-masing pun tidak masalah,” ujarnya.
Pantauan di lokasi Kamis sore, para PKL masih berjualan di trotoar Jalan Jati Baru Raya. Meskipun petugas satuan polisi pamong praja rutin menertibkan tiga sampai empat kali sehari, mereka nekat menggelar dagangan di trotoar. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan Rabu kemarin.
Sementara itu, sebagian PKL yang direlokasi ke JPM Tanah Abang merasa puas dengan tempat baru mereka. Hendri (40), penjual pakaian anak-anak di JPM, mengaku, pejalan kaki di JPM lebih ramai daripada di trotoar Jalan Jati Baru Raya.
Menurut Hendri, omzet di JPM belum menyamai ketika berdagang di kaki lima. Di kaki lima, rata-rata omzet harian Hendri Rp 1,5 juta, sedangkan di JPM Rp 1 juta. ”Ini baru awal. Insya Allah ke depan lebih bagus lagi,” ujarnya. (YOLA SASTRA)