TANGERANG, KOMPAS--Sejumlah perwakilan pilot Lion Air menyatakan latihan untuk para pilot sudah sesuai standar. Namun, mereka tidak mau berkomentar terkait laporan awal Komite Nasional Keselamatan Transportasi tentang kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018).
Kapten Rusmanur Effendy dalam temu media di Lion Air Simulator, Tangerang, Sabtu (1/12/2018), mengatakan, ada sejumlah prosedur yang harus dilalui pilot sebelum menerbangkan pesawat. Sebelum terbang, kesehatan pilot diperiksa. Ketika memasuki pesawat, pilot akan memeriksa kelengkapan pesawat, dokumen, dan pemenuhan standar kelaikan.
“Jika ada defect (kerusakan), akan dilaporkan kepada teknisi, lalu teknisi akan merilis pesawat tersebut laik terbang atau tidak berdasarkan standar Lion Air dan standar yang ditetapkan oleh negara,” kata Effendy.
Selain itu, kata Effendy, pilot pemula maupun yang sudah berpengalaman akan melakukan pelatihan rutin di Lion Air Simulator. Di tempat latihan ini, mereka dilatih untuk disiplin dalam penerbangan.
Kapten Audy L Punuh, Direktur Pelatihan Pilot Angkasa Lion Air, mengatakan, fasilitas pelatihan pilot ini sudah disertifikasi European Aviation Safety Agency (EASA). Terdapat sembilan simulator di tempat ini: Boeing 737 NG lima buah, ATR 72 500/600 2 dua buah, dan Airbus A320 2 buah. “Ini fasilitas pelatihan terbesar di Indonesia,” kata dia.
Kapten David Edwin Simanjuntak merinci, pelatihan simulator terdiri dari dua fase, pertama recurrent atau line operation flight training (LOFT). Per enam bulan, pilot diharuskan menjalankan mesin simulasi. Standar operasi penerbangan sang pilot, dinilai oleh instruktur.
Selanjutnya, dilakukan Proficiency check atau PC. Tahap ini akan menilai sejauh mana pilot mampu mengatasi emergency yang terjadi dalam penerbangan.
“Kalau tidak lulus, kami tidak boleh terbang, harus baca buku lagi,” kata dia.
Pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, akhir Oktober lalu. Berdasarkan catatan Kompas, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pun telah merilis laporan awal ihwal kecelakaan tersebut, Rabu kemarin.
Dari perekam data penerbangan (FDR) diketahui bahwa pesawat tersebut terbang 385 kali dengan 6 penerbangan di antaranya mengalami kerusakan. Dari enam kerusakan, empat kerusakan berurutan dan telah diperbaiki sehingga laik terbang.
Sebelumnya, pada 28 Oktober, pesawat nahas ini diterbangkan dari Denpasar ke Bandara Internasional Soekarno- Hatta, Banten. Dalam pemeriksaan sebelum penerbangan, pilot berdiskusi dengan teknisi terkait perawatan pesawat, termasuk informasi penggantian sensor angle of attack (AOA) yang juga telah diuji.
Dalam penerbangan ke Jakarta itu, pesawat mengalami trimming aircraft nose down (AND). Pesawat itu secara otomatis mengarahkan ”hidungnya” ke bawah. Pada saat itu, pilot sempat memberikan pan-pan kepada petugas kontrol udara (ATC) karena kegagalan instrumen.
Sesampainya di Jakarta, pilot melaporkan hal ini kepada teknisi. Laporan ditindaklanjuti dengan perbaikan operasional di darat. Namun, masalah serupa kembali terjadi ketika pesawat tersebut menuju Pangkal Pinang, 29 Oktober 2018.
Terkait laporan KNKT ini, pilot Lion Air urung berkomentar banyak. “Itu kan baru laporan awal, ditunggu dulu hasil akhirnya. Kami tidak tahu persis apa yang terjadi sampai ada keputusan final,” kata Audy.
Adapun pemberitahuan pan-pan dari pilot pesawat nahas yang sebelumnya berangkat dari Denpasar ke Bandara Internasional Soekarno- Hatta, Banten, Audy mengatakan hal itu memang menunjukkan adanya gangguan di pesawat tersebut. “Namun, keputusan untuk kembali atau melanjutkan perjalanan ada di tangan pilot,” kata Audy.
Kapten Talal Hamad menerangkan, pan-pan merupakan upaya pilot untuk meminta bantuan melalui radio. Tingkatnya lebih rendah dari mayday. Namun, Talal tidak mau berkomentar tindakan pilot tersebut sudah tepat atau belum.
“Saya tidak bisa mengatakan bahwa si pilot seharusnya melakukan pan-pan atau mayday, karena itu semua tergantung keadaan,” kata Talal.
Kapten Yusni Maryan menambahkan, dirinya tidak mau berkomentar karena akan berpotensi untuk menyalahkan salah satu pihak. Setelah laporan akhir KNKT keluar, kata dia, pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat dalam penerbangan akan diminta, baik pilot, perusahan, maupun ATC.
“Lebih baik ditunggu dulu laporan akhirnya,” kata dia.
Pada kesempatan ini, awak media berkesempatan untuk mengunjungi arena simulator yang ada di Lion Air Simulator. Mesin simulasi tersebut persis menyerupai ruang kokpit pesawat. (INSAN ALFAJRI)