Syaugi (Bukan) Manusia Super
Biasakan yang benar, jangan membenarkan yang biasa adalah prinsip yang selalu ditekankan oleh Muhammad Syaugi (58) kepada anggota Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Sosoknya yang tegas tetapi lembut mampu membawa angin segar pada dunia pencarian dan pertolongan (SAR) di Indonesia.
Senin (29/10/2018) pagi, telepon darurat Basarnas berdering. Penelepon mengabarkan, pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang hilang kontak.
Dengan sigap, para personel Basarnas memastikan kabar tersebut. Mereka menghubungi maskapai Lion Air, Angkasa Pura, dan pihak kepolisian. Setelah koordinat hilangnya pesawat dipastikan, para personel Basarnas dikerahkan menuju lokasi itu.
Dalam waktu 30 menit, tiga kapal dan satu helikopter Basarnas tiba di perairan Karawang, Jawa Barat. Mata-mata yang sedari tadi bekerja keras menyapu perairan sejenak berhenti. Hamparan puing-puing kecil pesawat dan barang-barang lain dari penerbangan itu berhasil membuat Syaugi lemas.
Di tengah perasaan yang kalut itu, perlahan ia selipkan pinta kepada Yang Kuasa. ”Semoga masih ada yang selamat,” bisiknya lirih, hampir tidak terdengar oleh siapa pun selain Tuhan. Tak ingin lama tertegun, Syaugi kemudian mengomando pasukannya untuk bergerak cepat dan tepat.
Moto cepat dan tepat ini memang menjadi salah satu prinsip dasar operasi tim Basarnas seluruh Indonesia di bawah kepemimpinan Syaugi yang diakui anggotanya sangat disiplin.
”Bapak itu tegas, tapi jarang marah kepada kami. Dia hanya marah jika personel tidak menguasai bidang tugasnya. Jadi, kami merasa harus terus maksimal setiap bertugas. Bapak juga rutin bertanya perkembangan tugas masing-masing personel di lapangan itu yang membuat kami harus disiplin,” tutur anggota staf Humas Basarnas, Agus Basori.
Perubahan yang dibawa Syaugi ini tidak lepas dari latar belakangnya sebagai personel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) berpangkat marsekal madya TNI dengan lambang tiga bintang. Membawa perubahan positif di organisasi besar bukan hal yang mudah. Syaugi harus belajar dari awal karena sebelumnya ia tidak pernah berkecimpung dalam operasi SAR.
Bagi Syaugi, tidak ada yang tidak bisa, tinggal mau atau tidak. Karena itu, tak lama setelah diberi tahu akan menjadi Ketua Basarnas, ia terus mempelajari tugas-tugas Kepala Basarnas berikut ketentuan perundangannya.
Tantangan lain yang dihadapi Syaugi pada awal kepemimpinannya adalah saat perpindahan dari kultur kerja TNI ke kultur kerja masyarakat sipil. Di dalam lingkup TNI, komando jelas dan perintah itu pasti. Sementara di Basarnas, ia harus sering berdiskusi dengan anggotanya untuk mengambil sebuah keputusan.
Kunci utama untuk dapat mengomando anggotanya dilakukan dengan memberikan contoh, terutama soal melaksanakan tugas dengan benar dan disiplin.
Kedisiplinan bagi Syaugi bukan hal yang baru. Ia tumbuh dan dididik oleh sosok ayah yang merupakan seorang anggota TNI Angkatan Darat. Mulai dari hal kecil, misalnya, setelah Syaugi selesai membaca buku, buku itu harus dikembalikan ke posisi semula.
Kagum pada kedisiplinan seorang prajurit TNI, anak bungsu dari empat bersaudara ini kemudian tertarik menjadi tentara. Keinginan ini semakin besar tatkala Syaugi sering melihat tetangganya yang adalah TNI. Tentara itu ia nilai sangat gagah saat membawa pisau di pinggangnya. Menurut Syaugi, tentara itu juga ditakuti oleh orang-orang di sekitarnya. Syaugi kecil kemudian ingin menjadi seperti tetangganya itu.
Moto cepat dan tepat memang menjadi salah satu prinsip dasar operasi tim Basarnas seluruh Indonesia di bawah kepemimpinan Syaugi.
Sayangnya, keinginan ini ditentang ibunya. Ibunya tak mau Syaugi hidup susah. Syaugi kemudian diarahkan untuk menjadi insinyur seperti ketiga kakak lelakinya.
Berbeda dengan ibunya, ayah Syaugi sangat mendukung keinginannya yang dinilai sangat jantan itu. Menghadapi situasi dilema, Syaugi akhirnya mendaftar keduanya.
Syaugi dinyatakan lulus lebih dulu dalam ujian masuk Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Ia kemudian tetap menjalani perkuliahan di tempat itu.
Sambil kuliah, Syaugi diam-diam mendaftar menjadi TNI. Tak disangka, ia berhasil lulus. Keyakinan untuk meninggalkan ITS semakin besar karena ayahnya terus memberikan semangat.
Keputusan itu tak pernah disesali Syaugi. Terutama setelah beberapa tahun kemudian ia lulus dalam seleksi untuk mengikuti pendidikan penerbang di Arizona Air National Guard, Amerika Serikat, pada tahun 2004.
Keraguan kemudian membayangi Syaugi menjelang keberangkatannya. Ayahnya sakit. Dari atas tempat tidur, ayahnya terus meyakinkan Syaugi untuk berangkat. ”Pergilah, kamu harus sukses dan menjadi orang besar,” kata Syaugi menirukan ucapan ayahnya. Sehari sebelum jadwal keberangkatan, ayah Syaugi meninggal. Pesan terakhir dari ayahnya itu menemani perjalanan Syaugi selanjutnya.
Usaha tak mengkhianati hasil. Setahun kemudian, Syaugi lulus dengan meraih kualifikasi Fighter Weapon dari milisi Angkatan Udara Amerika itu.
Menjiwai
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 18/TPA Tahun 2017, Syaugi diangkat menjadi Kepala Basarnas di akhir masa baktinya. Kakek dari dua cucu itu akan pensiun pada akhir 2019. Ia mengungkapkan rasa syukurnya karena mendapatkan posisi itu. Bekerja di Basarnas menurut dia adalah pekerjaan mulia yang bisa menjadi ladang pahala.
Tidak memiliki latar belakang terkait SAR tak lantas membuat Syaugi patah arang. Ia malah menganggap itu sebagai kesempatan untuk belajar. Sebagai pemimpin, Syaugi mengaku tidak pernah malu untuk belajar dari siapa pun, termasuk bawahannya.
”Bukan berarti saya pemimpin terus saya tahu segalanya. Ada kalanya juga saya tidak tahu dan staf saya tahu. Saya tidak malu belajar dari mereka,” ujar Syaugi.
Syaugi mengatakan, setiap pekerjaan harus dilakukan dengan sepenuh hati dan dijiwai. Jika sudah sejiwa dengan pekerjaan tersebut, seberat apa pun tantangan yang datang, kita tak akan gentar. Hal itu yang selalu ia tanamkan kepada setiap anggota Basarnas.
Dalam memimpin, Syaugi memiliki tiga filosofi yang selalu ia pegang. Profesional, loyal, dan amankan. Menjadi anggota Basarnas yang penting adalah memiliki sikap yang profesional, artinya bisa bekerja dengan cepat dan benar.
Tak hanya itu, anggota Basarnas juga harus loyal, artinya setia pada tugas-tugasnya di institusi. Setelah itu, amankan. Maksud Syaugi adalah jika sudah ada keputusan yang diambil bersama, harus dipertanggungjawabkan oleh semua yang ikut mengambil keputusan.
Tantangan
Jumlah anggota Basarnas di Indonesia diakui oleh Syaugi kurang. ”Idealnya, Indonesia punya sekitar 7.000 personel SAR, tetapi kita hanya punya 3.321 personel,” ucapnya. Hal itu tidak menjadi kendala baginya. Ia memilih untuk memaksimalkan sumber daya yang ada dengan pembagian tugas yang efisien.
”Kita juga menjalin kerja sama dengan potensi SAR. Potensi SAR itu adalah orang-orang di luar Basarnas yang juga memiliki kemampuan SAR. Kita saat ini punya sekitar 6.000 potensi SAR,” ucap Syaugi.
Dalam setiap operasi SAR, Syaugi mengatakan selalu mendapati kesulitan yang berbeda. Semua itu tergantung dari lokasi dan jenis kejadiannya. Akan tetapi, selalu ada tiga pihak yang selalu dihadapi oleh Syaugi, yakni anak buahnya, media, dan orangtua korban. Dari ketiga itu, keluarga korban adalah yang paling berat dihadapi.
Syaugi mengatakan, terkadang keluarga korban tidak mengerti apa yang sedang dikerjakan Basarnas. Dalam kondisi cemas karena keluarganya dalam bahaya, tak jarang keluarga korban mengkritik, memaki, dan menuntut agar keluarganya segera diselamatkan.
Idealnya, Indonesia punya sekitar 7.000 personel SAR, tetapi kita hanya punya 3.321 personel.
Seperti yang terjadi pada pertemuan dengan keluarga korban pada Senin (5/11/2018), Syaugi tak kuasa menahan air mata setelah mendengar keluhan keluarga-keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610.
”Saya juga manusia biasa, bukan manusia super. Meski saya garang begini, saya juga punya hati nurani,” ujar Syaugi. Sebagai manusia, hatinya merasa teriris melihat kondisi korban yang dia sebut sebagai ”saudara-saudara saya”.
Perasaan sensitif itu ia dapatkan dari ibunya yang sejak kecil mendidiknya dengan lembut. Hingga sekarang Syaugi masih sering ditanyai ibunya ketika bertugas. ”Sampai sekarang, ibu masih sering khawatir ketika saya berangkat bertugas, tapi saya selalu berupaya meyakinkan,” kata Syaugi.
Berkat kombinasi ajaran ayahnya yang disiplin dan ajaran ibunya yang lembut, Syaugi menjadi sosok yang tegas dan peka seperti sekarang. Hal itu berbuah positif, hingga pencarian hari ke-12 tim SAR yang berada di bawah komandonya berhasil mengangkat 196 kantong jenazah, sebuah perekam data penerbangan (FDR), serta komponen-komponen pesawat lainnya. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH/KRISTI DWI UTAMI)
BIODATA
Muhammad Syaugi
Lahir: Malang, 10 Desember 1960
Pendidikan:
Akademi Angkatan Udara (1984),
Sekolah Komando Kesatuan TNI Angkatan Udara (1985)
Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (1992)
Fighting Weapon Course (1995)
Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (1999)
Sekolah Staf dan Komando Tentara Nasional Indonesia (2008)
Program Pendidikan Reguler Angkatan Lembaga Ketahanan Nasional (2010)
Riwayat Jabatan:
Komandan Landasan Udara Iswahyudi (2011)
Panglima Komando Operasi TNI AU (2012)
Direktur Jenderal Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan RI (2014) Kepala Badan SAR Nasional (2017)
Istri: Lidia
Anak: Aida Ariella Alaydrus, Alysha Athia Alaydrus, Anaura Anticha Alaydrus
Cucu: Muhammad Abyan Syakir, Rafizzan Khairan