JAKARTA, KOMPAS - Pendataan perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu program umum rencana aksi nasional kelapa sawit berkelanjutan. Rencana aksi nasional kelapa sawit berkelanjutan akan diintegrasikan dengan Peraturan Presiden tentang Sistem Pembangunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Hal itu disampaikan Asisten Deputi Bidang Perkebunan dan Hortikultura Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Wilistra Danny, dalam pertemuan konsultasi implementasi rencana aksi nasional kelapa sawit berkelanjutan (RAN-KSB) di Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Hadir sebagai pembicara dalam acara itu, Asisten Deputi Bidang Perkebunan dan Hortikultura Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wilistra Danny, dan Direktur Pangan Kementerian Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Anang Nugroho.
“Pengembangan data dasar perkebunan sawit menjadi program umum RAN-KSB 2018-2023,” kata Wilistra. Masalah pendataan menjadi bahan penting bagi pemerintah dalam membuat kebijakan dan regulasi. “Kalau tidak (didukung) data, kebijakan menjadi kurang tepat sasaran,” katanya.
Sebelumnya, dalam rembug nasional yang diselenggarakan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Ketua Umum SPKS Mansuetus Darto menilai, pendataan lahan perkebunan sawit rakyat, terutama petani swadaya kelapa sawit mendesak dilakukan. Dengan legalitas dan kejelasan lahan perkebunan sawit diharapkan petani semakin dapat meningkatkan produktivitas dan mendukung industri perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan.
Dari data yang ada, dari total luas lahan perkebunan kelapa sawit sebesar 14,31 juta hektar, seluas 5,81 juta hektar (40,59 persen) dikelola oleh rakyat atau merupakan perkebunan rakyat, seluas 7,79 juta hektar (54,43 persen) dikelola perusahaan swasta, dan seluas 713.000 hektar (4,98 persen) dikelola perusahaan negara atau BUMN.
Wilistra menambahkan, dalam RAN-KSB, kriteria-kriteria Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), seperti prinsip legalitas, manajemen perkebunan, perlindungan terhadap hutan alam, dan manajemen lingkungan, juga disesuaikan dengan 17 prinsip dalam Sustainable Development Goal (SDG’s). Ia menambahkan, RAN-KSB disusun oleh forum kelapa sawit berkelanjutan Indonesia (FoKSBI) yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan di industri perkebunan kelapa sawit.
Anang Nugroho mengungkapkan, hampir semua negara berupaya untuk mencapai indikator dalam prinsip-prinsip SDG’s. Program SDG’s perlu diterapkan dalam industri kelapa sawit agar industry perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkelanjutan.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang, Direktorat Jenderal Perkebunan bekerja sama dengan berbagai lembaga termasuk organisasi petani melakukan pendataan perkebunan kelapa sawit, tidak hanya perkebunan rakyat melainkan juga perkebunan perusahaan.
Jika lahan perkebunan kelapa sawit berada di kawasan hutan, lanjut Bambang, status hutan akan diusulkan untuk dilepas. Jika status hutan tidak dapat dilepas, lahan atau kawasan tersebut dikembalikan fungsinya sebagai kawasan hutan.
Dari berbagai data yang ada, menurut Bambang, luas areal kelapa sawit sesuai izin atau hak guna usaha (HGU) mencapai 20 juta hektar. Luas areal tutupan kelapa sawit seluas 16,83 juta hektar. Luas areal kelapa sawit sesuai statistik perkebunan 2018 seluas 14,31 juta hektar.