Potongan Kredit dan Blokir Rekening Masih Terjadi di Palu
PALU, KOMPAS - Pemotongan saldo rekening penyintas bencana di Palu, Sulawesi Tengah, masih terjadi. Padahal, otoritas jasa keuangan dan perbankan telah menyatakan bahwa ada kebijakan penundaan pembayaran kredit bagi warga di daerah bencana.
Muhdar (40), pegawai negeri sipil instansi pendidikan tinggi di Palu, Jumat (25/11/2018), terkejut karena saldo rekening banknya terdebet otomatis Rp 2 juta, awal November. Ia mengajukan kredit usaha di salah satu bank dengan menggadaikan SK PNS-nya.
“Saya semakin terkejut, karena rekening ternyata ikut terblokir. Saya tanya ke bank dan dapat penjelasan itu sistem. Saldo rekening di atas Rp 20 juta terblokir otomatis,” kata dia.
Masa penangguhan kredit dijanjikan tiga bulan, yang berarti uang di rekeningnya baru akan terdebet Januari. Muhdar pun mendesak bank. Namun, uangnya tetap tak bisa dikembalikan ke rekening.
Pihak OJK berkomitmen menyiapkan kebijakan paling tepat memulihkan ekonomi masyarakat di daerah pascabencana.
Solusinya, uang itu dianggap pembayaran kredit Februari 2019. “Ini bikin saya bingung di tengah kondisi yang serba membutuhkan biaya,” kata warga Donggala Kodi, Palu, itu.
Gempa membuat rumahnya retak-retak yang memerlukan biaya renovasi. Ia juga sempat menampung hampir 20 kerabat yang rumahnya hancur.
Abdullah, warga Palu, juga mulai cemas karena pihak perusahaan pembiayaan sudah menelepon beberapa hari lalu. “Enggak disuruh bayar, enggak dikasih informasi apapun. Saya hanya ditanya bagaimana kondisi dan keberadaan saya. Namun, ya, tetap merasa ada apa. Isi telepon berikutnya bagaimana?” ujar Abdullah.
Ia mengajukan kredit usaha ke perusahaan pembiayaan dengan angsuran sekitar Rp 1,5 juta per bulan selama dua tahun. Uang itu untuk usaha warung makan. Cicilannya baru berjalan tiga kali.
Dua pekan terakhir, warga membentuk Forum Debitur Korban Bencana Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala (Pasigala) Sulteng. Mereka menyebar formulir yang diisi penyintas bencana terkait data kredit dan besarannya. Isinya juga pernyataan dukungan memperjuangkan penghapusan kredit.
Pengumpulan formulir ditutup Selasa (20/11). Namun, warga terus mengumpulkan berkas. Hingga Minggu sore, terkumpul sekitar 22.500 formulir.
“Desakan penghapusan kredit tak semata meringankan beban keuangan. Namun juga membantu secara psikis, menjaga semangat masyarakat. Kami tak menjanjikan apa-apa ke warga, tapi ayo kita usaha,” kata Ismail Ruslan, Ketua Posko forum tersebut.
Harus bijaksana
Di Jakarta, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memastikan restrukturisasi kredit akan disesuaikan kondisi debitor. Selagi pendataan debitor dilakukan, pembayaran kredit dihentikan sementara.
“Restrukturisasi kredit bisa macam-macam, bisa bunga tidak dihitung atau lamanya angsuran kredit diperpendek, tergantung kondisi nasabahnya,” ujarnya. Pihak OJK berkomitmen menyiapkan kebijakan paling tepat memulihkan ekonomi masyarakat di daerah pascabencana.
OJK juga belum menentukan sampai kapan penundaan atau kelonggaran pembayaran kredit. Wimboh memaklumi bila ada sebagian kecil perbankan dan lembaga pembiayaan yang mulai menagih nasabah akibat distorsi informasi di lapangan.
Ia meminta nasabah korban tsunami, gempa, tsunami, dan likuefaksi di Palu melapor ke OJK bila mulai dipaksa membayar kredit.
Wimboh mengatakan, pihaknya telah mengirim tim ke lokasi bencana gempa Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, untuk menghitung dampak bencana terhadap sektor keuangan. “OJK sudah mempunyai pengalaman bagaimana menormalisasi ekonomi di kawasan bencana,” ujarnya.
Saat kejadian bencana gempa bumi melanda Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2006, pemerintah memerintahkan seluruh bank BUMN untuk menghapus utang kredit usaha mikro, kecil dan menengah. Penghapusan disetujui DPR 2013.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah pusat, daerah, dan perbankan perlu saling bersinergi untuk mengidentifikasi masyarakat di daerah bencana. Kebijakan restrukturasi kredit kepada para korban terdampak bencana harus dilakukan hati-hati dan teliti.
“Jangan sampai kebijakan yang ditujukan sebagai bantuan malah menjadi fraud karena diselewengkan pihak tertentu,” ujarnya.
Enny memahami, memenuhi kewajiban atas utang kredit, baik itu kredit konsumer maupun kredit usaha, bukanlah perkara mudah. Kewajiban cicilan utang kredit tentu akan menambah beban masyarakat yang juga tengah berjuang untuk bertahan hidup.
“Wajar bila masyarakat menuntut pemutihan kredit. Selama kondisi belum pulih, tentu berat bagi korban untuk menanggung kewajiban utang kredit mereka,” kata Enny.
Asuransi bencana
Selain pelonggaran kredit untuk korban bencana, Enny mengingatkan kembali akan pentingnya pembiayaan dan asuransi risiko bencana. “Asuransi bencana adalah langkah mitigasi paling tepat untuk negara rawan bencana seperti Indonesia,” ujarnya.
Pemerintah sebelumnya telah membahas strategi pembiayaan dan asuransi risiko bencana dalam Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 lalu di Bali.
Peta jalan strategi pembiayaan dan asuransi risiko bencana untuk jangka pendek tahun 2018-2019 telah diseleseaikan. Asuransi barang milik negara di bawah pengelolaan Kementerian Keuangan akan diterapkan tahun 2019.
Peta jalan ini dilanjutkan dengan penguatan dan pengembangan instrumen asuransi pertanian dan perikanan, eksplorasi potensi skema pembiayaan alternatif, serta edukasi dan penguatan kapasitas, untuk implementasi tahun 2019-2023.