Kapal Republik Indonesia Rigel 933 adalah salah satu kapal teristimewa milik Indonesia saat ini. Di lepas pantai Karawang, Jawa Barat, KRI Rigel mengerahkan segala teknologinya untuk kemanusiaan, mulai dari memetakan dasar laut demi menemukan kotak hitam, hingga membuat es krim untuk melepas dahaga di bawah teriknya matahari lepas pantai.
KRI Rigel 933 adalah kapal Indonesia yang relatif baru. Berdasarkan catatan Kompas, kapal berjenis multipurpose research vessel (MPRV) ini dibuat di galangan kapal OCEA, Les Sables-d\'Olonne, Perancis, dan tiba di Indonesia pada Mei 2015 (Kompas.id, 1 November 2018). Kapal dengan panjang 60,10 meter dan lebar 11,5 meter ini digunakan oleh Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) untuk memetakan area dasar laut. Tujuannya, meningkatkan keamanan navigasi pelayaran dan penerbangan.
Sejak pesawat Lion Air PK-LQP dengan rute Cengkareng-Pangkal Pinang jatuh 29 Oktober 2018, KRI Rigel 933 segera didatangkan ke lepas pantai Karawang. Kehadirannya tak lain untuk bergabung dalam misi Search and Rescue (SAR), memetakan lokasi pesawat, dan menemukan titik terbenamnya kotak hitam di dasar perairan.
”Sekarang, sebenarnya KRI Rigel sedang dalam misi survei di wilayah ALKI I (Alur Laut Kepulauan Indonesia I). Namun, saya perintahkan untuk menunda sementara dan membantu Basarnas karena ini (jatuhnya Lion Air) lebih urgent,@ kata Kepala Pushidrosal Laksamana Muda Harjo Susmoro, Minggu (4/11/2018) pagi, di atas KRI Sikuda yang meluncur menuju KRI Rigel 933.
Keberadaan KRI Rigel sangat krusial. Berbeda dengan kapal-kapal Pushidrosal lainnya, seperti KRI Dewa Kembar 932, KRI Louser 924, KRI Pulau Romang 723, KRI Pulau Rempang 729, KAL Aries, dan KAL Vega, KRI Rigel dilengkapi berbagai teknologi paling mutakhir.
Kapal ini dilengkapi dua multibeam echosounder (MBES) yang masing-masing dapat memetakan dasar laut hingga lapisan terkeras sedalam 600 meter dan 6.000 meter. Hasilnya berupa grafis dengan spektrum dari warna hitam menuju merah, tergantung ketinggian benda.
Side-scan sonar (SSS) melengkapi kemampuan MBES. SSS yang berbentuk seperti rudal digunakan disambungkan dengan kabel, kemudian diceburkan ke air. Komputer di dalam kapal akan mendapatkan gambaran dua dimensi permukaan dasar laut. Jika terdapat obyek asing, gambar akan menunjukkan bidang yang tidak rata.
Sepanjang tujuh hari misi SAR Lion Air, MBES yang ditandemkan dengan SSS berhasil memetakan kepingan pecahan pesawat Lion Air serta bangkai kapal yang awalnya diduga sebagai badan pesawat.
Setelah mendapatkan gambar, penyelam tidak segera turun ke wilayah suspect menurut pencitraan dsri kedua perangkat tersebut. ”Untuk semakin yakin tentang obyek di bawah, kita turunkan remotely operated underwater vehicle (ROV), baru kemudian penyelam bisa turun. ROV mengurangi risiko nyawa yang diemban penyelam,” kata Harjo.
ROV adalah robot yang dilengkapi dua kamera untuk melihat keadaan di dasar laut. Robot ini juga dilengkapi sejenis tangan untuk mengorek lapisan yang menutupi dasar laut.
Teknologi paling mutakhir keempat yang ditawarkan oleh KRI Rigel 933 adalah sistem high precision acoustic positioning (HIPAP). Dengan fungsi seperti pinger locator, transducer HIPAP dapat mendeteksi keberadaan sinyal ping kotak hitam di sekitar KRI Rigel dengan kedalaman 4.000 meter dengan cakupan wilayah 360 derajat. Dengan demikian, transducer tidak perlu digerakkan untuk mendapatkan cakupan lingkaran penuh.
Untuk masalah posisi, akurasi perhitungan lokasi KRI Rigel hanya mengizinkan kesalahan sepanjang 10 sentimeter. ini dimungkinkan dengan differential global positioning system (DGPS).
Citra yang dikirim oleh keempat perangkat ini akan tervisualisasi di monitor-monitor komputer ruang operasi. Server yang diletakkan pada rak setinggi 2 meter di ruangan memastikan komputer bekerja dengan baik dan tepat.
Tidak hanya kapal induk yang dilengkapi teknologi canggih ini. Surface vehicle (SV) atau kapal motor yang menjadi bagian kapal ini juga dilengkapi teknologi yang serupa. Hal ini memungkinkan penyisiran area laut sekitar, sebagaimana dilaksanakan Minggu siang, secara lebih efektif.
Sementara para awak KRI Rigel berjibaku mencari gundukan yang diduga kotak hitam jenis cockpit voice recorder (CVR), interior kapal menjadi tempat yang nyaman untuk beristirahat di balik teriknya radiasi surya. Kompas berkesempatan mengunjungi ruang istirahat awak kapal yang berisi tiga meja dan bangku panjang dengan bantalan, mirip suasana kafe bernuansa Eropa. Foto KRI Rigel saat masih di area galangan kapal Perancis menumbuhkan kesan tersebut.
Ruang santai tersebut juga dilengkapi fasilitas karaoke dan kesejukan pendingin ruangan. Tidak ketinggalan juga sambungan Wi-Fi yang mengompensasi ketiadaan sinyal di tengah lautan.
Ruang lounge serupa dengan ruang istirahat, tetapi dengan ukuran lebih luas. Berjajar 4 meja yang dilengkapi enam kursi di setiap meja. Di sebelah pintu masuk terletak kursi berbentuk huruf L dengan layar televisi layar tipis di depannya, lengkap dengan dekoder televisi kabel, DVD player, dan sebagainya.
Seiring kehadiran Harjo selaku Kapushidrosal, penumpang tidak memerlukan keahlian survival di tengah laut. Awak kapal dengan sigap membawakan mi instan berkuah, lengkap dengan sawi, telur rebus, tomat, dan cabai. Satu jam kemudian, dihadirkan hidangan utama nasi dengan sup, ayam tepung, dan tahu goreng. Apel fuji menutup makan siang di ruang lounge.
Sebelum sempat meninggalkan meja, tiba-tiba awak kapal datang dengan segelas es krim coklat-vanila. Keistimewaan teknologi KRI Rigel turut disempurnakan mesin es krim di dapur yang ternyata mirip dapur-dapur restoran berbagai acara memasak yang dibintangi koki Inggris, Gordon Ramsey.
Keistimewaan KRI Rigel terletak pada teknologinya. Segala teknologi ini memudahkan urusan awak kapal, mulai dari pemetaan, penyelamatan, hingga mengatasi dahaga. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)