Nyawa Ini untuk Menolong Sesama
"Nyawa ini untuk menolong sesama," demikian ungkapan Syachrul (48) alias Anto yang selalu diingat oleh banyak rekannya sesama penyelam. Tak hanya saat bertemu langsung, ia pun sering menyampaikan kata kata tersebut saat berkabar lewat telepon, menyampaikan rencananya untuk ikut misi SAR.
Tidak ada yang menyangka bahwa ucapan itu sungguh terjadi. Syachrul yang akrab dipanggil Anto berpulang menemui Sang Pencipta saat melaksanakan tugas mengevakuasi korban pada operasi SAR Lion Air dengan registrasi PK-LQP rute JT-610 Jakarta-Pangkal Pinang. Anto adalah penyelam sipil yang menjadi volunter bagi Basarnas, sebagai potensi SAR dari Indonesia Diver Rescue Team (IDRT).
Ucapan bela sungkawa kepada almarhum sontak mengalir di berbagai grup Whatsapp dan Facebook komunitas dari para pengiat olahraga selam. Banyak yang terkejut. Pasalnya Anto selama ini dikenal banyak terlibat di sejumlah operasi SAR. Jam terbangnya cukup tinggi. Ia pun terkenal militan bekerja menjadi volunter.
Pengusaha yang senang menjadi volunter
Anto adalah pengusaha di Makasar yang sukses dengan bisnis di bidang ekspedisi pengangkutan semen. Tahun 2011 ia mengambil sertifikasi selam PADI, dan kemudian meningkatkan skill-nya sebagai penyelam penolong (rescue diver) dengan mengambil sertifikasi A3 Rescue Scuba Diving dari POSSI - CMAS.
Ia pernah terlibat beberapa kegiatan SAR antara lain; pada tahun 2014 pada Tragedi pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di Selat Karimata. Kemudian pada tahun 2015, terlibat pada tiga kegiatan SAR yaitu, tragedi kapal tenggelam di Sungai Jeneberang, Sulawesi Selatan, tragedi KM Marina yang tenggelam di Teluk Bone, Sulawesi Selatan, dan tengelamnya pemain jetski di Danau Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan.
Anto dikenang rekan-rekannya sebagai orang yang paling antusias setiap ada peristiwa bencana. Berinisiatif untuk terlibat. Dan cepat merespon apabila ada panggilan untuk menjadi volunter
Tidak hanya terjun pada operasi SAR di laut, sebelum bertolak ke Jakarta, untuk terlibat pada SAR Lion Air PK-LQP, Anto pergi ke Palu selama sepuluh hari, ikut menjadi relawan untuk evakuasi jenazah.
Sebagai volunter bencana, Anto berusaha membantu apapun yang bisa dikerjakan. Saat SAR kapal KM Marina, penyelam diposisikan menunggu alias stand by karena kondisi kapal terlalu dalam.
"Saya memutuskan pulang di hari kedua. Namun Anto memilih tetap tinggal menunggu hingga operasi SAR gulung (selesai). Ia sudah seperti anggota Basarnas saja," kenang Ibey rekan sesama penyelam dari Makassar.
Anto dikenang rekan-rekannya sebagai orang yang paling antusias setiap ada peristiwa bencana. Berinisiatif untuk terlibat. Dan cepat merespon apabila ada panggilan untuk menjadi volunter.
Baik hati, humoris, dan sering mengayomi rekan-rekan penyelam muda. Sehingga banyak yang memanggilnya ayah atau óm. "Siapapun yang datang ke rumahnya di Makassar selalu disambut hangat dan dilarang menginap di hotel. Harus di rumahnya," kenang Ajie penyelam yang juga berasal dari Makassar.
Karena selalu aktif menjadi volunter, Anto dikenal dan akrab dengan anggota Basarnas di Makassar dan Kendari. Ia seperti sudah menjadi bagian dari tim SAR.
Meninggalkan liburan
Ibeng masih mengingat pesan Whatsapa Anto, tanggal 29 Oktober 2018. "Ada pesawat jatuh tenggelam di Karawang," tulis Ibeng. Anto segera membalas "Lagi tunggu sprint (surat perintah). Stanby."
Anto kemudian berkoordinasi dengan Ibeng, Ayie, dan Ocep. Mereka adalah sahabat karib yang sama sama berasal dari Makassar, sering menyelam bersama, dan terlibat dalam berbagai kegiatan SAR. Mereka sepakat berangkat ke Jakarta untuk ikut dalam SAR Lion Air PK-LQP.
Ibeng yang sedang di Surabaya kembali ke Makasar untuk mengurus alat selam yang dibawa ke Jakarta. Ajie yang sedang di Selayar langsung bertolak ke Jakarta. Ocep sedang berada di Jakarta kemudian mengurus penjemputan. Sementara Anto sebenarnya sedang berada di Yogya, berlibur bersama istri ke tempat mertuanya di Sleman.
Rabu 31 Oktober malam, Mereka berempat tiba di posko gabungan di JITC 2 Tanjung Priok. Anto, Ajie, dan Ibeng langsung masuk pada giliran pertama tim awal yang diturunkan IDRT sebagai potensi SAR. Mereka menjadi bagian dari sembilan penyelam pertama diturunkan IDRT pada Kamis 1 November.
Pada penyelaman hari Kamis tersebut, Anto melakukan dua kali penyelaman. Mengevakuasi temuan apapun yang terserak di dasar laut perairan Tanjung Pakis, Karawang yang berlumpur. Ajie dan Ibey mengatakan bahwa Anto tampak fit. Selama berada di kapal KN Sadewa pun, kondisinya nyaman, makanan banyak dan terjamin.
Pada Jumat 2 November, karena banyak penyelam yang terlibat, Anto mendapat giliran turun selepas siang sekitar pukul 16.00. Pada akhir penyelaman ini, Anto ditemukan tidak sadar di permukaan air dan dievakuasi ke Kapal Teluk Bajau Victori ke Posko Basarnas. Anto dimasukkan ke dalam Chamber Hiperbarik yang terdapat di atas kapal tersebut. Nyawa Anto tak tertolong lagi. Dia selanjutnya dievakuasi ke RSUD Koja untuk keperluan otopsi.
Baca juga :Evakuasi Penyelam yang Mengalami Dekompresi
Namun, pihak keluarga memilih untuk tidak melakukan otopsi. Jenazah Anto kemudian diterbangkan ke Surabaya pada Sabtu (3/11/2018) pagi pukul 05.00 WIB untuk disemayamkan di rumah orang tuanya di daerah Wonocolo, Surabaya.
Skill dan kondisi penyelaman
Masih berduka dengan kepergian salah satu personil andalannya. Pemimpin Penyelaman (dive leader) IDRT, Bayu Wardoyo mengatakan bahwa kondisi evakuasi bawah air di perairan Tanjung Pakis, Kerawang sebenarnya tidak seberat bila dibandingan evakuasi Air Asia di Selat Karimata.
"Kedalaman hampir mirip. Arus lebih tenang. Di Air Asia, Anto melakukan kegiatan yang lebih berisiko. Ia penetrasi (masuk ke bangkai kapal) untuk mengambil jenazah. Ini lebih berbahaya. Di Karawang ini, Anto tinggal mengambil serpihan yang terhampar. Tidak ada penetrasi," kata Bayu sambil mengenang bagaimana Anto adalah termasuk penyelam yang paling banyak mengambil jenazah dari dalam bangkai pesawat Air Asia.
Menyelam di jarak pandang (visibility) terbatas pun bukan hal baru bagi Anto. Seperti saat melakukan evakuasi di sungai Jenebengkang. "Almarhum menyelam di visibility (jarak pandang) zero (nol). Kami menyelam dengan (panduan) tali," kenang Ibey sambil membandingkan kondisi penyelaman di Karawang yang jarak pandang lebih baik yaitu di 3 hingga 7 meter.
Pada penyelaman hari Kamis tersebut, Bayu mengatakan bahwa persiapan, briefing, dan prosedur yang diterapkan sama dengan penyelaman hari sebelumnya. Namun ketika Tuhan berkehendak lain, manusia tidak bisa mengelak takdir.
Anto pergi saat menjalankan misinya untuk kemanusiaan. Melakukan hal yang sangat ia suka. Seperti yang selalu dikatakannya "Nyawa ini untuk menolong sesama."