Pelaku Usaha Jasa Pariwisata Optimistis Kebutuhan Liburan Tidak Menurun
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi ekonomi yang kini bergejolak tidak menghambat perusahaan pariwisata untuk gencar menggelar pameran wisata dan menawarkan beragam paket liburan dengan harga diskon. Bagi masyarakat kelas menengah di Indonesia, berlibur sudah merupakan kebutuhan.
Menurut Presiden Direktur Bayu Buana Agustinus Pake Seko, jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia yang mencapai sekitar 50 juta orang merupakan ukuran pasar yang relatif besar yang memberikan rasa optimistis bagi para pelaku usaha jasa wisata.
Selain itu, pertumbuhan bisnis di sektor wisata juga masih menjanjikan. Jumlah penjualan produk wisata di Bayu Buana, misalnya, meningkat sekitar 10 persen dari tahun ke tahun dan laba perusahaannya mencapai 18 persen.
”Jumlah penjualan tur lebih dominan dibandingkan dengan penjualan tiket. Ini artinya, orang mau jalan-jalan. Travelling kini menjadi kebutuhan. Kenaikan nilai dollar AS tidak akan membuat orang stop bepergian,” kata Agustinus, Senin (8/10/2018).
Dalam laporan Bank Dunia pada Desember 2017, penduduk kelas menengah di Indonesia berkontribusi pada 43 persen dari total konsumsi rumah tangga. Mereka adalah masyarakat dengan jumlah pendapatan antara Rp 1,2 juta dan Rp 6 juta per bulan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro pada September 2017 memperkirakan, jumlah masyarakat kelas menengah akan mencapai 200 juta orang pada 2045.
Pada 12-14 Oktober 2018, Bayu Buana akan menggelar pameran wisata Bayu Buana Holiday Travel Fair di Mal Puri Indah untuk menggarap minat warga kelas menengah untuk berwisata. Acara yang menawarkan berbagai macam produk wisata dengan harga diskon seperti itu dapat membantu memenuhi sekitar 25 persen dari target akhir tahun, yang biasanya memberangkatkan 3.500-4.000 wisatawan ke berbagai destinasi.
Pada 2018, Agustinus menargetkan penghasilan top-line Rp 2,146 triliun dan penghasilan bottom-line Rp 40 miliar. Hingga Agustus 2018, jumlah penghasilan telah mencapai sekitar 60 persen dari target.
Fabio Soelaeman, Manager Europe, Mediterranean, Middle East, Australia, New Zealand, America, Canada, & South Africa Department Product & Pricing Division Bayu Buana, menyampaikan, negara-negara di Eropa merupakan destinasi yang paling menjual. Jumlah wisatawan yang berlibur ke sana mencapai sekitar 30 persen dari total wisatawan yang berwisata.
Airinne Sutrisno, Manager Asia & China Department Product & Pricing Division Bayu Buana, menambahkan, destinasi di Asia, Jepang dan Korea Selatan, tetap menjadi favorit selama sepanjang tahun. Sementara itu, selama musim dingin, ada destinasi di China, seperti Harbin, yang menjadi salah satu tujuan utama liburan pada akhir tahun.
Sementara itu, Budiman, konsultan tur Smailing Tours and Travel Service, mengatakan, jumlah penjualan tiket pesawat dari pihaknya menurun sekitar 50 persen sejak nilai dollar AS mendekati bahkan menembus Rp 15.000 selama pertengahan 2018.
Adapun Kurnia Rosyada, Vice President of Marketing Traveloka, tidak berkomentar ketika ditanyai mengenai dampak kenaikan harga dollar AS kepada bisnis di sektor wisata. ”Sekarang kami hanya tetap memonitor dan mengawasi,” ucapnya ketika ditemui di kantor Google Indonesia, Jakarta, Selasa (9/10/2018).
Bagi Anindya Parameswari, karyawan swasta yang hobi berwisata, kenaikan nilai dollar AS itu tidak terlalu memengaruhi minatnya bepergian ke tempat wisata dalam negeri.
”Saya tetap mau berwisata ke destinasi dalam negeri. Namun, saya akan menunda rencana saya mengunjungi tempat-tempat di luar negeri yang berhubungan dengan dollar AS,” katanya.