JAKARTA, KOMPAS – Harapan warga Kampung Apung, Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, agar tempat tinggal mereka kembali kering tak akan terwujud dalam waktu dekat. Pembenahan sistem saluran air di tempat itu harus selaras dengan rancangan tata kota jangka panjangagar proses perbaikan tak sekedar tambal sulam.
Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Barat, Imron Syahrin, mengatakan, wilayah Kampung Apung akan ditata ulang secara menyeluruh, Kamis (13/9/2018). Rencananya, pemerintah akan melebarkan Jalan Kapuk Raya dan membangun ruang terbuka hijau di daerah itu.
“Kami tidak bisa menangani masalah itu sendiri. Perlu kerja sama dari beberapa badan pemerintah terkait,” kata Imron. Ia mengatakan, penanganan genangan air di Kampung Apung sudah sering dibahas hingga di tingkat provinsi.
Ahli geoteknologi, Jan Sopaheluwakan mengatakan, genangan air setinggi 2 meter yang selama 25 tahun merendam Kampung Apung tidak hanya disebabkan satu hal tunggal. Ia meyakini, genangan itu tidak hanya disebabkan pembangunan pabrik yang mengepung kampung itu.
Genangan air setinggi 2 meter yang selama 25 tahun merendam Kampung Apung tidak hanya disebabkan satu hal tunggal.
“Kalau saya pelajari dari foto-foto yang ada, kemungkinan besar genangan air itu disebabkan juga karena penurunan muka tanah,” ujar Jan. Di tengah proses penurunan muka tanah, pembangunan pabrik yang masif di sekitar Kampung Apung semakin mempercepat tenggelamnya wilayah itu.
Warga Kampung Apung yang sebagian besar bekerja sebagai buruh harian tak mampu membeli tanah untuk meninggikan rumah mereka. Saat ini, wilayah tempat rumah mereka berdiri menjadi daerah dengan muka tanah terendah.
“Jadi kaya mangkuk,” kata Djuhri (60), tokoh masyarakat Kampung Apung. Samua seperti warga Kampung Apung lainnya, rumah Djuhri yang sekarang berdiri di atas timbunan rumah lamanya.
Djuhri termasuk salah satu warga yang masih beruntung karena mampu membeli tanah untuk mengurug rumah lamanya agar air tak menggenang. Keadaan sebagian besar warga yang lain lebih parah.
Karena tak mampu membeli tanah urug, warga lain hanya mendirikan rumah panggung di atas rumah lama. Saat ini, kampung itu serupa dengan danau yang di atasnya ada puluhan rumah panggung tempat tinggal sekitar 200 keluarga.
“Kami sudah mencoba berbagai cara mengeringkan kampung itu, tetapi sebentar kemudian air kembali menggenang,” ujar Imron. Ia berpendapat, seharusnya warga kampung apung meninggalkan lokasi itu karena sudah tak layak huni.
“Kalau mereka mau direlokasi, itu akan mempermudah pemerintah menata tempat itu. Sampai kapan mereka bertahan tinggal di tempat yang perlahan berubah menjadi danau,” kata Imron.
Tawaran relokasi memang sudah diterima warga Kampung Apung. Namun, tidak seorang pun tertarik meninggalkan tempat itu.
“Ini kan tanah kami, kami punya sertifikat atas tanah ini. Kalau terjadi bencana akibat kelalaian manusia harusnya diatasi dong, bukannya kami disuruh pindah gitu aja,” kata Djuhri.
Menurut dia, tawaran relokasi itu merupakan cermin kemalasan pemerintah mengatasi masalah lingkungan. Djuhri dan warga lainnya tetap berkeras tinggal di tempat itu, meskipun bahaya banjir senantiasa mengancam.
Pada tahun 2010 dan 2011 dua balita meninggal tenggelam di tempat itu. “Mereka kecemplung, kan, di sekeliling rumah airnya cukup dalam, sekitar 2 meter sampai 6 meter,” kata Djuhri.
Menanggapi polemik penawaran solusi relokasi itu, Jan mengatakan, permintaan warga untuk mengeringkan kembali kampung mereka seperti sediakala memang sulit dilakukan.
Permintaan warga untuk mengeringkan kembali kampung mereka seperti sediakala memang sulit dilakukan.
Menurut dia, yang kini lebih mungkin dilakukan adalah membuat kampung itu lebih manusiawi untuk ditinggali. Kebersihan dan ketinggian air harus selalu dipantau intensif agar tak merugikan warga.
Selain itu, Jan menambahkan, warga perlu kembali dimotivasi untuk memanfaatkan genangan air itu dengan produktif. “Jika kualitas air di tempat itu bisa dijaga kualitasnya, warga bisa memetik beberapa manfaatnya, misalnya sebagai bahan baku air minum atau tempat beternak ikan air tawar,” katanya. (PANDU WIYOGA)