Gotong Royong Didorong Jadi Kebiasaan Baru
Perhelatan besar Asian Games 2018 usai sudah. Namun, semangat kebersamaan, gotong royong mewujudkan sesuatu yang baik bagi semua diharapkan menjadi kebiasaan baru warga Ibu Kota.
Ranu Samodra (31) menyalakan senter di belakang ponselnya, menyinari antena televisi yang sedang diatur oleh rekannya. Gambar pada layar berukuran 4 x 2,5 meter yang ditembakkan dari proyektor belum kunjung jelas. Rekan mereka lainnya menyelamatkan situasi dengan membawa komputer jinjing, menyambungkan ke internet, dan memilih laman siaran langsung salah satu televisi swasta.
Pukul 19.35, kemeriahan penutupan Asian Games 2018 di GBK pun bisa dinikmati warga Tanjung Priok yang sudah berkumpul di area Danau Sunter sisi barat, Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ranu dan kawan-kawan lega. Apalagi, mereka sudah sejak Sabtu mempersiapkan nonton bareng itu.
Menjadi panitia acara di tingkat kelurahan adalah kegiatan rutin tanpa bayaran yang ”digemari” anggota Karang Taruna Sunter Jaya. ”Kami ini anak-anak muda yang demen sosial,” kata Ranu.
Lurah Sunter Jaya Een Hermawan memeriahkan suasana dengan mengeluarkan kudapan dari kursi belakang mobil operasional. Kacang, jagung, dan ubi rebus pun tersaji di hadapan warga yang menonton. ”Ini bikinan rumah, he-he-he,” kata Een yang turut menyediakan kopi hangat bagi warga.
Kemeriahan di Sunter Jaya pun menarik Ferdian (26) untuk ikut menonton bersama. Minggu malam itu, petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) ini mengajak istri serta anaknya yang masih berusia dua tahun.
Ferdian mengungkapkan betapa Asian Games telah membawa kegembiraan ke Sunter Jaya. Salah satunya terlihat dari semangat warga mengecat dinding bangunan di kampung mereka dengan cat aneka warna.
Ia juga senang karena lalu lintas di Sunter Jaya menjadi lebih lancar dibandingkan sebelum Asian Games. ”Kalau bisa, ini bertahan terus,” katanya.
Tetap sportif
Warga berharap Indonesia sering menyelenggarakan acara berskala internasional yang menggugah semangat kebersamaan di tengah masyarakat agar ruang interaksi antarwarga terus terjalin. Hal ini dikatakan Agus Doni (47), warga RT 006 RW 007, Pasar Manggis, saat menonton acara penutupan Asian Games 2018 melalui layar lebar di halaman kantor Kelurahan Pasar Manggis, Minggu malam.
”Rasanya indah sekali kalau kita semua bersatu demi Indonesia. Semoga pemilihan presiden nanti (2019) juga tetap begini. Kita harus tiru sportivitas atlet-atlet Asian Games, kalah menang tetap saling menghormati,” ujar petugas keamanan ini.
Acara nonton bersama awalnya direncanakan di Lapangan Lestari, Setiabudi, Jakarta Selatan, tetapi dibatalkan akibat hujan deras yang mengguyur tempat itu pada pukul 18.30. Acara pun dipindahkan ke kantor Kelurahan Pasar Manggis. Semangat dan antusiasme warga tidak menyurutkan semangat mereka untuk berjalan kaki sekitar satu kilometer menuju kantor kelurahan demi menyaksikan acara penutupan itu.
”Bangga, ya, (Indonesia jadi tuan rumah), apalagi persiapan kita singkat. Hanya sekitar tiga tahun lebih. Prestasi atlet-atlet kita juga luar biasa,” kata Rifan (36), warga RT 003, RW 003, Kelurahan Pasar Manggis.
Ia pun berharap regenerasi atlet-atlet tetap berlanjut dengan penyelenggaraan olahraga rakyat. Hal itu dapat dilakukan dengan menyelenggarakan berbagai jenis kompetisi olahraga dimulai dari level yang paling bawah, yaitu di tingkat RT atau kelurahan.
”Banyak anak kita yang punya bakat olahraga. Hanya kurang pembinaan dan dukungan,” ucapnya.
Hal senada diungkapkan Catur Nur Arifin (25), karyawan salah satu mal di Jakarta yang sengaja nonton bareng penutupan Asian Games di Museum Fatahillah, Kota Tua, Jakarta Barat. Matanya terus tertuju pada layar di Taman Fatahillah. ”Semoga prestasi atlet Indonesia bisa lebih baik dari Asian Games kali ini,” katanya.
Menata bukan menggusur
Para pedagang kaki lima sate taichan yang biasa mangkal di trotoar Jalan Asia Afrika, Senayan, menjelang Asian Games hingga kini telah menempati tempat relokasi sementara di lahan parkir sepeda motor Senayan City. Jika benar direlokasi permanen, mereka meminta pemerintah adil.
Selama ini jumlah PKL sate taichan sekitar 100 pedagang. Namun, pedagang yang dapat direlokasi hanya sekitar 25 pedagang. Sekitar 75 pedagang yang lain tidak kebagian tempat. ”Kami tidak masalah jika direlokasi, hanya kami ingin teman-teman yang belum dapat tempat dicarikan tempat yang layak,” kata Frans Moses Rahayan (40), PKL kawasan Gelora Bung Karno yang direlokasi.
Menurut Frans, selama ini ratusan pedagang lain memilih untuk pulang kampung sampai Asian Games selesai. PKL yang kebagian tempat relokasi mengaku pendapatan mereka tidak jauh berbeda dengan ketika mereka masih berjualan di trotoar sekitar Gelora Bung Karno. ”Sama saja, tidak meningkat juga tidak turun,” kata Rizki (20), pedagang sate taichan.
Kepala Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI Jakarta Irwandi mengatakan, pihaknya akan terus berkomunikasi dengan pihak Senayan City terkait nasib para PKL ke depan. ”Kita akan melobi pihak Senayan City, untuk ke depan bagaimana. Mau tetap digratiskan seperti sekarang atau ada pembayaran sewa,” ujar Irwandi.
Diharapkan, semangat saling berbagi, gotong royong, ini tetap kuat dan menjadi perekat di tengah sibuknya kehidupan di Ibu Kota. (E10/E13/E18)