Gresik dan Upaya Menjaga Kopiah sebagai Identitas Nasional
Hingga waktu Maghrib, Sabtu (25/8/2018) pekan lalu, sekitar pukul 17.30, tinggal Muliya yang belum menyelesaikan lukisan pada songkoknya. Semula, sisi depan songkok dan belakang diberi gambar gunungan wayang. Bahkan ia membuat dengan teliti termasuk titik, garis, gambar monyet, macan atau burung, hingga warnanya dibuat sangat detil.
Padai bagian kiri kanan songkok hitam polos itu, Mul, panggilan akrabnya, membuat gambar mirip lukisan damar kurung dengan aliran naifisme. Lalu ia menaburkan serbuk warna silver dan warna emas pada gambar tersebut. Sayangnya serbuk itu juga mengenai gambar gunungan.
Akhirnya, Muliya pun menutup gunungan itu dengan diblok cat warna silver. Gunungan yang sebelumnya detil dan indah itu diganti tulisan angka 2 di tengahnya. Angka itu menunjukkan nomor pesertanya dalam "Lomba Melukis dan Menghias Songkok" yang digelar di Serambi Gedung DPRD Gresik.
Sementara belasan karya songkok lukis lainnya telah dibawa masuk ke gedung DPRD, untuk diniliai dewan juri, Kris Adji, Rachmat Basuki dan Joko. Ada yang melukis gapura makam Sunan Giri, kampung kemasan, kuga logo Kabupaten Gresik. Selain itu ada pula yang menggambar lambang Garuda Pancasila di kiri kanan songkok disertai gambar bendera warna merah putih.
Para peserta menggunakan teknik yang berbeda. Ada yang membuat pola, pada sisi luar songkok selanjutnya dibuat gambar mengikuti pola itu. Setelah itu baru diberi warna cat dengan teknik memencet cat yang dimasukkan.ke bekas wadah pasta gigi. Ada pula yang membuat sketsanya dulu baru dilukisi sesuai sketsa.
Tetapi, Rabiatul Adawiyah menggunakan teknik langsung memencet cat dari bekas wadah pasta gigi. Ia membuat logo lambang Kabupaten Gresik cukup simetris, begitu pula gapura makam Sunan Giri. Ornamen hiasannya pun dibuat langsung tanpa pola.
"Sulitnya teknik memencet cat ini harus sedang dan sesuai perasaan. Kalau tekanan kurang kuat nanti tebal tipisnya tak sama. Kalau terlalu kencang bisa melebar dan merusak detil," kata Adawiyah.
Adawiyah pun akhirnya terpilih sebagai Juara I, Taufikur Rahman menjadi Juara II dan Badruddin Juara III. Menurut Kris Adji, kriteria lomba dilihat dari keindahan, kerapian, kesesuaian tema mengangkat ikon, identitas dan ciri khas Gresik. Keseimbangan warna, presisi atau simetris hiasan menambah poin.
"Yang terpenting mengangkat potensi atau identias Gresik, bisa pudak, bisa bandeng baik kepala saja, ekornya atau sisiknya saja. Tema damar kurung juga bisa diangkat dalam hiasan," kata Kris.
Juri lain, Rachmat Basuki, menambahkan sebagian besar peserta sudah terbiasa membuat songkok bergambar atau dikenal Soga untuk dijual. Soga juga berarti songkok gaul, songkok gaya, tetapi sebagian menyebut kopiah lukis.
Selama ini lukisan atau gambarnya pun beragam. Ada pula yang membuat berdasarkan pesanan termasuk ada logo partai atau perusahaan. Itu biasanya dijadikan suvenir.
Umumnya soga untuk anak-anak, gambarnya lebih variatif, dan ngejreng warnanya, mulai gambar tokoh kartun hingga super hero termasul spiderman. Bahkan biasanya pada songkok dipasangi lampu dengan daya baterai agar menarik anak--anak.
Lomba Melukis dan Menghias Songkok Itu merupakan rangkaian acara Kopyahnesia yang digagas DPRD Gresik. Acara itu juga dimeriahkan.dengan pameran produk songkok dari usaha kecil menengah di Gresik, parade kopyah dan peluncuran buku "Sang Kopyah" karya Abdul Abbas.
Identitas Bangsa
Selama ini Gresik dikenal sebagai produsen songkok, peci atau juga disebut kopiah, yang diakui dunia. Produknya bahkan ada yang diekspor. Tentu saja yang membanggakan, songkok atau kopiah menjadi salah satu identitas bangsa Indonesia.
Kopiah juga menjadi simbol nasionalisme sejak zaman kemerdekaan RI. Proklamator bangsa Soekarno-Hatta mengenakan peci atau kopiah sebagai simbol identitas nasional. Kopiah menjadi tradisi hingga kini. Penulis Buku "Sang Kopiah", Abdul Abbas menyebutkan kopiah tidak sekedar menjadi penutup kepala.
Kopiah menjadi identitas bangsa yang perlu dijaga. Kopiah juga menjadi simbol nasionalisme, dan menjadi salah satu ciri khas orang Indonesia. "Bung Karno menetapkan kopiah sebagai simbol nasionalisme," ujarnya.
Ia berharap ksistensi kopiah sebagai salah satu identitas bangsa harus dirawat dan dijaga.
Penggagas Kopyahnesia, Nizam Zuhri Hamid menyatakan pemerintah harus terlibat agar kopiah yang menjadi ikon Gresik tidak hilang. "Jangan sampai kopiah juga tenggelam dan menghilang seperti halnya perajin emas di kampung kemasan, lalu pindah ke Giri dan akhirnya pindah ke Lumajang karena di Gresik kurang ada perhatian," tuturnya.
Menurut Wakil Ketua DPRD Gresik Mohammad Syafi\' AM, kopiah menggerakkan ekonomi masyarakat Gresik. Mereka perlu didukung dan didampingi agar terus berkembang, termasuk perajin songkok lukis, Iwan Darmawansyah.
Bupati Gresik Sambari Halim Radianto mengapresiasi upaya mengangkat kopiah Gresik. Ia berharap parade kopiah ke depan juga disertai pembagian kopiah ke penonton.
Kenang kejayaan
Anggota DPRD Gresik Syaichu Busyiri menuturkan kemunculan industri kopiah di Gresik dipacu ketika Presiden Soekarno mengenakan kopiah di kancah sidang Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) . Waktu itu sempat dilarang pihak keamanan lalu Presiden mengatakan, "Ini identitas bangsa saya seperti juga bangsa Afrika dengan pakaian adat mereka dan kamu tidak berhak melarang saya,”
Sejak saat itu Presiden Soekarno selalu memperkenalkan kopiah sebagai identitas bangsa Indonesia. Maka dimulailah era industri kopiah di Gresik yang merupakan penghasil kopiah di Nusantara ini.
Awal tahun 1970-an, hampir di setiap kampung di Gresik berdiri industri kopiah kelas rumahan sampai skala besar. Dulu ada kotak kemasan kopyah grosir dengan cap “Songkok Nasional” yang bisa dibeli juragan-juragan gurem tanpa perlu mengurus hak paten. "Saya pikir hal ini bisa jadi bukti kalau kopiah memang sudah menjadi identitas bangsa Indonesia sejak dulu," papar Syaichu.
Sejak dipakainya kopiah oleh Bung Karno, Gresik banjir pesanan dari berbagai penjuru Nusantara. Kebutuhan tenaga kerja di sektor industri padat karya makin banyak, sampai para juragan mengerahkan seluruh anggota keluarga untuk membantu proses produksi.
Saat Saichu masih kelas 4 SD, ia pun ikut terlibat di bagian penyikatan kopiah agar bersih sebelum dikirim. Ia juga lihai melipat dan membungkus dengan katung plastik sebelum dimasukkan kotak.
Semua pekerjaan ini disebut ngisoran karena selalu dikerjakan di lantai. Berbeda dengan bagian ngerakit yang bertugas menjahit dari bahan setengah jadi menjadi barang jadi. Ibu-ibu dan remaja putri dikerahkan di bagian ngesum yakni menjahit dengan tangan untuk menutup bagian bawah kopiah. Hampir semua anggota keluarga terliba.
Industri kopiah menjadi awal terbentuknya budaya baru dalam masyarakat Gresik. Kesibukan yang melibatkan seluruh keluarga otomatis pemenuhan kebutuhan harian menjadi terbengkalai maka saat itu mulailah muncul warung makan dan warung kopi di sudut-sudut kampung Kota Gresik.
Pesanan membludak, industri kopiah menjadi andalan karena harga jual yang tinggi dan masyarakat bisa menabung. Pendapatan masyarakat Gresik dirasakan di semua lapisan umur baik dewasa maupun anak-anak.
Ketika masyarakat Gresik tidak tergiur lowongan kerja di dua industri besar yang ada di kota tersebut, baik di PT Petrokimia maupun PT Semen Gresik, sebagian besar karyawan dari kedua pabrik itu akhirnya terpaksa direkrut dari dari luar Gresik.
Era keemasan kopiah Gresik, juga menyuburkan warung-warung kopi yang nenyajikan kopi terbaik dengan rasa terenak. Warung-warung kopi menjamur di hampir setiap sudut kampung sebagai sarana melepas penat dan cangkrukan para pekerja setelah seharian bekerja.
Setiap sore sudah jamak terlihat masyarakat Gresik bersarung dan berkopiah cangkruk di warung menikmati kopi, mengobrol sambil menunggu waktu magrib untuk sholat berjamaah.
Ajang kumpul-kumpul di warung kopi maka terjadilah komunikasi antar juragan kopiah, muncullah bursa bahan baku kopiah yang beromzet jutaan di warung kopi. Tetapi, seiring surutnya usaha kopiah maka warung-warung saat ini menjadi bursa apa saja, mulai dari gawai, sepeda motor, mobil, hingga tanah dan properti.