Pilot Maskapai Internasional Keluhkan Balon Udara Liar
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jalur penerbangan di Pulau Jawa yang terganggu akibat balon udara liar juga dikeluhkan pilot maskapai internasional. Masalah ini tentu saja akan memengaruhi tingkat kepercayaan internasional kepada kemampuan Indonesia mengelola keselamatan penerbangan.
”Balon-balon udara liar ini harus dikendalikan agar tidak berdampak pada kepercayaan maskapai internasional terhadap kemampuan Indonesia dalam mengelola keselamatan jalur udara tersebut,” kata anggota Ombudsman RI yang bertanggung jawab atas Bidang Transportasi, Infrastruktur, Infokom, dan Lingkungan Hidup, Alvin Lie, Senin (18/6/2018) malam.
Jika balon udara liar itu masih ”berkeliaran” di jalur penerbangan, maskapai akan memutar lewat Bali, Lombok, atau Selat Sunda. Akibatnya, penerbangan membutuhkan tambahan waktu 40-60 menit. Menurut Alvin, hal ini akan menjadi perhatian dan catatan tersendiri dari penerbangan internasional.
Sebelumnya, Direktur Utama Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav) Indonesia Novie Riyanto mengatakan, 71 pilot mengeluhkan keberadaan balon udara liar di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
”Sebanyak 71 pilot itu terdiri dari pilot internasional dan pilot domestik. Sementara hari ini kami mendapatkan laporan dari 15 pilot,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (17/6).
Balon-balon udara liar itu berada di ketinggian 10.000 meter di atas permukaan laut. Padahal, lintasan udara pesawat berada di ketinggian 8.230-11.280 meter.
Akibat dari keberadaan balon udara liar tersebut, Novie mengatakan, terjadi kepadatan lalu lintas di udara karena ada sejumlah jalur yang diblok. Apabila tidak diblok, balon-balon itu dapat menutupi kaca kokpit atau masuk ke mesin pesawat sehingga mengancam keselamatan penerbangan.
Saat ini, balon-balon udara liar itu terbang di wilayah Pulau Jawa. ”Lintasan Pulau Jawa merupakan jalur udara terpadat nomor lima sedunia,” ucap Novie.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso, kejadian balon udara liar ini merupakan ironi terhadap pencabutan larangan penerbangan dari Uni Eropa. ”Pihak penilai begitu rinci memperhatikan penegakan regulasi penerbangan di Indonesia. Balon udara itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 40 tahun 2018,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pihaknya tengah mengamankan balon-balon udara yang belum diterbangkan, bahkan menindak pelaku secara hukum. Agus berpendapat, apabila balon-balon udara itu dapat ditangani, organisasi penerbangan internasional tidak akan meresponsnya.
Hingga Minggu sore, Agus menerima laporan, ada 14 balon udara di Wonosobo dan 3 balon udara di Yogyakarta yang belum diterbangkan dan sudah diamankan. Balon udara terbesar berukuran tinggi 15 meter dan lebar 3 meter.
Berdasarkan peraturan yang ada, balon udara dapat diterbangkan di radius minimal 15 kilometer dari pelabuhan udara dengan ketinggian maksimal 150 meter di atas permukaan tanah. Balon udara itu juga harus berwarna dan diikat di dasar.