Selisih tingkat keterpilihan dua pasangan calon peserta Pilkada Jawa Timur masih sangat ketat. Sosok calon wakil gubernur berpotensi menjadi penentu hasil pilkada.
Hasil survei longitudinal Litbang Kompas pada pertengahan Mei ini menunjukkan, elektabilitas dua pasangan calon di Pilkada Jawa Timur, yaitu Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak dan Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno, cenderung tetap ada di ”zona nyamannya” masing- masing meski muncul tren pergerakan pemilih. Jika dibandingkan di survei pertama (Februari 2018), survei kedua ini ada kenaikan selisih elektabilitas di antara kedua pasangan calon.
Pasangan Khofifah-Emil Dardak meraih 48,6 persen suara, meningkat sekitar 4,1 persen dibandingkan survei sebelumnya. Sementara tingkat keterpilihan pasangan Saifullah-Puti 45,6 persen, naik 1,6 persen. Jarak tingkat keterpilihan kedua pasangan ini pun berubah, dari 0,5 persen di survei pertama menjadi 3 persen di survei ini.
Pasangan Khofifah-Emil Dardak meraih 48,6 persen suara, meningkat sekitar 4,1 persen dibandingkan survei sebelumnya. Sementara tingkat keterpilihan pasangan Saifullah-Puti 45,6 persen, naik 1,6 persen
Namun, selisih tingkat keterpilihan kedua pasangan calon ini masih di bawah angka sampling error survei (3,46 persen). Dengan kata lain belum bisa secara kuat dikatakan satu pasangan akan unggul dibandingkan pasangan lainnya.
Dari ketatnya persaingan kedua pasangan itu, setidaknya ada tiga hal yang bisa dibaca untuk melihat peluang kedua pasangan itu dalam pemungutan suara yang akan digelar pada 27 Juni mendatang. Pertama, bagaimana pasangan calon menjaga loyalitas pemilihnya. Kedua, bagaimana pasangan calon mencuri perhatian pemilih lawan dan pemilih bimbang. Ketiga, bagaimana memaksimalkan peran calon wakil gubernur sehingga peluang pergeseran suara akan jauh lebih besar jika dibandingkan pada pertarungan sosok calon gubernur yang selama ini cenderung stagnan.
Pemilih Loyal
Hasil survei menangkap, kedua pasangan calon memiliki pemilih yang loyal. Bahkan, di survei kedua ini ada peningkatan loyalitas pemilih pada setiap pasangan calon. Pada pasangan Khofifah-Emil, misalnya, di survei pertama ada 53,1 pemilih yang tidak akan mengubah pilihan. Sementara di survei kedua menjadi 65,4 persen atau meningkat 12,3 persen.
Hal yang sama terjadi pada pasangan Saifullah-Puti. Pemilih pasangan ini yang mengaku sudah tidak akan mengubah pilihan mencapai 72,8 persen, meningkat 16,2 persen dibandingkan di survei sebelumnya.
Hal ini menunjukkan jika Khofifah-Emil mengalami tren kenaikan dukungan pemilih, Saifullah-Puti mengalami kenaikan loyalitas pemilihnya. Merawat pemilih loyal menjadi salah satu kunci untuk mengamankan suara.
Selain merawat pemilih loyal, mencuri perhatian dan dukungan dari pemilih lawan dan pemilih bimbang pun harus menjadi garapan bagi kedua pasangan calon. Terkait itu, dari survei ini terlihat sebanyak 79,9 persen responden pemilih Khofifah-Emil di survei pertama mengaku tetap memilih pasangan ini di survei kedua. Sisanya, sebanyak 17 persen, beralih memilih pasangan Saifullah-Puti.
Hal yang sama terjadi pada pemilih pasangan Saifullah-Puti. Sebanyak 76,9 responden pemilih pasangan ini tetap akan bertahan di barisan pendukung pasangan yang diusung PDI- P, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerindra, dan Partai Keadilan Sejahtera ini. Menariknya, pasangan Khofifah-Emil yang diusung Partai Golkar, Demokrat, Nasdem, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Hanura ini berhasil mencuri 20,2 persen pemilih dari Saifullah-Puti. Sementara di kelompok responden pemilih bimbang atau yang belum menentukan pilihan, distribusi suara tersebar hampir merata pada kedua pasangan calon.
Pasangan Khofifah-Emil yang diusung Partai Golkar, Demokrat, Nasdem, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Hanura ini berhasil mencuri 20,2 persen pemilih dari Saifullah-Puti.
Pergeseran pilihan ini menunjukkan tingkat konsistensi pilihan dari pemilih di kedua pasangan calon yang cenderung sama. Kondisi ini menguatkan sinyalemen bahwa pertarungan di Pilkada Jatim masih berkutat pada pertarungan sosok calon gubernurnya yang di atas kertas, tingkat persaingannya sudah mentok. Selain karena kontestan sejak Pilkada Jatim 2008, keduanya juga punya ceruk pemilih yang sama, yakni pemilih dari kalangan nahdliyin. Dari kelompok pemilih NU ini pun juga cenderung tersebar merata ke keduanya.
Diferensiasi pilihan
Dalam kondisi distribusi pemilih yang hampir merata, baik dari latar belakang nahdliyin, jender, usia, maupun loyalitas dan konsistensi pilihan, kedua pasangan calon harus mulai menitikberatkan pada apa yang menjadi pembeda di antara mereka. Di sinilah hal ketiga yang menarik untuk dikaji, yaitu bagaimana memaksimalkan sosok calon wakil gubernur.
Dalam survei kedua ini tercatat, popularitas kedua calon wakil gubernur meningkat dibandingkan survei pada Februari lalu. Popularitas Emi Dardak, yang sebelumnya ada di angka 39,8 persen, menjadi 58,8 persen. Hal yang sama dialami Puti Guntur dari 32,9 persen menjadi 53,4 persen. Hal ini dibarengi dengan tingkat kesukaan publik kepada keduanya yang juga meningkat.
Eksistensi wakil gubernur juga dinilai oleh sebagian besar responden sebagai sosok yang menguatkan pasangan calonnya. Dari sisi ini, sosok Emil cenderung lebih unggul dinilai oleh pemilihnya dibandingkan sosok Puti. Sebanyak 67,9 persen dari kelompok pemilih Khofifah- Emil menilai, Emil mampu memperkuat pasangan ini. Sebaliknya, dari kelompok pemilih Saifullah-Puti, hanya 42 persen yang menilai Puti mampu memperkuat pasangan ini.
Sayangnya, dari sisi elektabilitas, pilihan publik selama ini masih bertumpu pada sosok calon gubernurnya. Hanya sedikit responden yang mengaku pilihannya di pilkada nanti berdasarkan pada sosok wakil gubernurnya. Hal ini menyimpan makna, kontestasi politik di Pilkada Jatim selama ini memang hanya didominasi oleh sosok Khofifah dan Saifullah sebagai sama-sama calon gubernur. Kontestasi belum menyentuh pada sosok wakil gubernur yang berpotensi sebagai pembeda di antara kedua pasangan calon.
Dari sisi elektabilitas, pilihan publik selama ini masih bertumpu pada sosok calon gubernurnya. Hanya sedikit responden yang mengaku pilihannya di pilkada nanti berdasarkan pada sosok wakil gubernurnya.
Disebut pembeda karena kedua sosok wakil gubernur ini sama-sama pendatang baru dalam konstelasi politik di Jatim. Emil dan Puti juga berasal dari ceruk pemilih yang berbeda dari Khofifah dan Saifullah. Kedua sosok calon wakil gubernur ini memiliki basis pemilih di wilayah mataraman dan juga dikenal sebagai representasi dari generasi milenial. Emil sendiri selama ini dikenal sebagai Bupati Trenggalek sekaligus cucu dari ulama ternama di Trenggalek. Sementara Puti adalah representasi dari keluarga Soekarno yang mengakar kuat di wilayah mataraman.
Jika kedua sosok calon wakil gubernur ini mampu dimaksimalkan perannya, bukan tidak mungkin mereka yang akan menjadi tumpuan elektoral di tengah ketatnya persaingan di antara kedua pasangan calon.