JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan pemerintah daerah terus mendorong masyarakat untuk mengurangi konsumsi plastik agar tidak menambah tumpukan sampah plastik, termasuk yang masuk ke pesisir dan laut. Namun, para produsen barang konsumsi yang menggunakan kemasan plastik juga mesti bertanggung jawab mengurangi sampah.
”Produsen harus tanggung jawab juga. Jangan cuma masyarakat dan pemerintah,” kata Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Novrizal Tahar di sela-sela acara Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2018 tingkat DKI Jakarta di pesisir Kawasan Berikat Nusantara, Cilincing, Jakarta Utara, Minggu (15/4/2018).
Menurut Novrizal, tanggung jawab tersebut sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pasal 15 UU itu menyebutkan, produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksi dan tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam. Prinsip ini dikenal sebagai perluasan tanggung jawab produsen atau extended producer responsibility (EPR).
Novrizal menekankan EPR karena melihat sebagian besar sampah di pesisir Kawasan Berikat Nusantara tempat acara HPSN DKI berlangsung merupakan sampah plastik kemasan barang konsumsi, seperti mi instan, kopi instan, dan makanan ringan. Jika terus dibiarkan, sampah yang masuk ke pesisir dan laut semakin banyak, mengancam kehidupan biota laut, sekaligus mengancam kesehatan manusia.
Menurut kajian Jenna R Jambeck dari Universitas Georgia dan tim yang terbit di jurnal Science (2015), Indonesia adalah negara pembuang sampah plastik ke laut terbanyak kedua di dunia, yakni 0,48 juta-1,29 juta ton per tahun. Peringkat pertama ditempati China yang membuang sampah plastik 1,32 juta-3,53 juta ton per tahun.
”Sampah plastik lantas hancur menjadi mikroplastik dan bisa ikut terkonsumsi ikan dan biota laut lainnya,” ujar Novrizal. Ikan dengan mikroplastik di tubuhnya yang kemudian dikonsumsi berpotensi memicu gangguan kesehatan bagi manusia.
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kepulauan Seribu Yusen Hardiman mengatakan, sebelum acara HPSN digelar Minggu ini, timnya sudah memungut sampah terlebih dahulu di pesisir Kawasan Berikat Nusantara tersebut. Hasilnya, selama sekitar dua pekan menggunakan tenaga manusia serta bantuan alat berat, sampah 300 ton diangkut dari area itu ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang, Bekasi. Sekitar 90 persen merupakan sampah non-organik, sedangkan sisanya antara lain lumpur.
Pantauan pada Minggu pagi, sampah yang terdampar di pesisir Kawasan Berikat Nusantara di Cilincing itu tidak hanya terdiri dari bungkus-bungkus plastik. Ada pula ban-ban truk, batang kayu, bambu, tas punggung, dan sandal.
Sekitar 1.000 orang ikut serta dalam HPSN 2018 di sana untuk terlibat dalam aksi bersih-bersih tersebut.