Massa Partai Tidak Solid, Elektabilitas Gus Ipul-Puti Tertinggal
Oleh
DD14
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belum solidnya massa pendukung partai politik pengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno membuat elektabilitas pasangan tersebut tertinggal oleh pasangan calon Khofifah Indar Parawansa-Emil Elistianto Dardak. Selisih elektabilitas kedua paslon saat ini 6,6 persen.
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda, Minggu (18/3), saat menyampaikan temuan surveinya mengatakan, Pilkada Jawa Timur merupakan salah satu yang paling kompetitif. Dalam kurun waktu sekitar tiga bulan mendatang, pasangan calon yang dapat menarik suara massa yang belum menentukan pilihan akan menentukan kemenangannya.
Dari survei yang dilakukan kepada 1.200 responden dengan margin of error 2,8 persen, pasangan Khofifah-Emil dipilih oleh 42,4 persen, unggul dari pasangan Gus Ipul-Puti yang hanya dipilih oleh 35,8 persen. Sementara itu, jumlah responden yang belum menentukan pilihan sebesar 21,8 persen.
”Masih banyaknya jumlah responden yang belum menentukan pilihan dan dari segi margin of error 2,8 persen tentu saja hasil pilkada nanti dapat berubah dari hasil survei ini yang kami lakukan pada 6-11 Maret 2018,” kata Hanta.
Jika dilihat kecenderungan elektabilitas kedua pasangan calon sejak Januari 2018, elektabilitas Khofifah-Emil mengalami peningkatan 3,9 persen, sementara elektabilitas Gus Ipul-Puti mengalami penurunan 4,1 persen. Pada Januari, elektabilitas Gus Ipul-Puti 39,9 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan Khofifah-Emil 38,5 persen.
Hanta menilai, dari temuan surveinya, massa partai pengusung Khofifah-Emil cenderung lebih solid mendukung pasangan calon yang diusung partainya dibandingkan dengan massa partai pengusung Gus Ipul-Puti. Sebanyak 78 persen pemilih Partai Demokrat dan 65,3 persen pemilih Partai Golkar memutuskan memilih Khofifah-Emil. Selain diusung dua partai itu, Khofifah-Emil juga didukung Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Nasdem, dan Partai Hanura.
Hal itu berbeda dengan massa partai politik pendukung Gus Ipul-Puti yang cenderung masih terbelah. Bahkan, 50,5 persen pemilih Partai Kebangkitan Bangsa sebagai partai pengusung utama Gus Ipul-Puti lebih memilih Khofifah-Emil. Begitu pun pemilih Partai Gerindra yang sebanyak 52,2 persen justru memilih Khofifah-Emil.
Hanya PDI-P dan PKS yang mayoritas pemilihnya sejalan dengan kebijakan partai untuk mendukung Gus Ipul-Puti. Sebanyak 57,3 persen pemilih PDI-P dan 83,3 persen pemilih PKS mendukung Gus Ipul-Puti.
Mesin partai
Sekretaris Jenderal PKB Abdul Kadir Karding menilai, masih banyak pemilih partainya yang mendukung Khofifah-Emil disebabkan Khofifah sebelumnya merupakan kader PKB. Khofifah pernah menjadi Ketua Fraksi PKB di Majelis Pemusyawaratan Rakyat 2004-2006 dan menteri dari unsur PKB pada 1999.
Meski begitu, Karding yakin partainya dapat menggeser pemahaman basis pemilih PKB, terutama di pedesaan yang memersepsikan Khofifah adalah PKB. ”Selama ini kami belum turun masif di Jawa Timur, kerja partai masih sekitar 60 persen. Kami yakin kalau sudah 100 persen turun akan ada perubahan,” kata Karding.
Adapun Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono mengatakan, perbedaan tipis dalam temuan survei Poltracking kali ini membuat siapa pemenang di Pilkada Jawa Timur belum bisa diprediksi. Ferry menilai, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang akan turun langsung mendukung Gus Ipul-Puti di Jawa Timur akan mendongkrak suara pasangan tersebut.
”Apalagi dengan fakta di Pilkada Jawa Timur sebelumnya, Khofifah memang selalu unggul dalam survei, tetapi hasilnya selalu kalah,” ujar Ferry. Seperti yang diketahui, Pilkada Jawa Timur 2018 merupakan kali ketiga Khofifah menjadi calon gubernur. Dalam dua pilkada sebelumnya, Khofifah kalah dari pasangan Soekarwo dan Gus Ipul. Kini, Gus Ipul tampil sebagai calon gubernur setelah sebelumnya bertarung dengan status calon wakil gubernur.
Fakta di Pilkada Jawa Timur sebelumnya, Khofifah memang selalu unggul dalam survei, tetapi hasilnya selalu kalah.
Sementara itu, Ketua DPP Golkar Muhammad Sarmuji optimistis dengan kecenderungan elektabilitas Khofifah-Emil yang meningkat. Menurut Sarmuji, hal itu berkaitan dengan rakyat Jawa Timur yang menilai kinerja Khofifah dalam pemerintahan lebih baik.
”Tentu saja kami tidak menjual masa lalu ataupun ketokohan. Yang kami jual ialah visi dan misi,” ujar Sarmudji.
Terkait alasan pemilih dalam menentukan pilihannya, dalam temuan survei Poltracking, 49 persen responden dikategorikan dalam pemilih rasional. Hal itu karena responden memilih berdasarkan penilaian kompetensi kandidat, visi-misi, dan program kandidat.
Sementara itu, pemilih psikologis (memilih berdasarkan jender, penampilan fisik) dan sosiologis (memilih berdasarkan agama, asal daerah) berada di urutan selanjutnya dengan persentase 17,8 persen dan 16,1 persen.
”Jumlah pemilih rasional di Jawa Timur cukup tinggi, bahkan dibandingkan dengan Pilkada DKI Jakarta yang jumlah pemilih sosiologisnya sangat besar,” ujar Hanta.
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan, ketatnya persaingan di Pilkada Jawa Timur mengharuskan penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum, untuk dapat mengambil langkah antisipatif apabila nanti kemenangan calon harus melalui gugatan di Mahkamah Konstitusi.
”KPU harus menyiapkan dokumentasi sebaik mungkin. Berilah kedua pasangan calon akses (informasi) dengan sebaik-baiknya,” ujar Arsul.