BANDUNG, KOMPAS — Konsepsi kebudayaan Sunda dalam kemasyarakatan dan kebangsaan bernilai luhur karena mengutamakan keadilan dan kedamaian yang selama ini didambakan oleh penduduk dunia. Nilai-nilai adiluhung itu bisa mencairkan peradaban dunia yang kini mengalami kebuntuan akibat peradaban Barat (globalisasi) tengah menuju lubang gelap.
Hal itu mengemuka dalam dialog kebudayaan ”Posisi Sunda dalam Peradaban Dunia” yang digelar Komunitas Gerpis (Gerakan Pilihan Sunda) di Grha Kompas Gramedia Bandung, Sabtu (17/3). Tampil sebagai pembicara Ketua Badan Musyawarah Masyarakat Sunda (Bamus) Pusat Syarif Bastaman, Ketua Bamus DKI Jakarta Rofiek Natahadibrata, pakar semiotika Institut Teknologi Bandung Acep Iwan Saidi, dan pakar pagawean budak Sunda Zaini Alif.
Menurut Syarif Bastaman (Syabas), dalam terminologi budaya Sunda, konsepsi kemasyarakatan dalam berbangsa dan bernegara ada tiga tahapan. Pertama adil, jadi kehidupan harus berkeadilan. Tahap kedua adalah kedamaian dan ketiga adalah kesempurnaan. ”Sunda sendiri artinya sempurna (warek) atau disebut juga cemerlang,” papar Syabas.
Syabas mengungkapkan, sekarang dunia sudah begitu pengap akibat penduduk berlebih dan buntunya peradaban/budaya. Sejatinya pertarungan dunia adalah pertarungan budaya. Budaya dominan yang kini dipimpin oleh Barat atau dikenal sebagai globalisasi sedang menuju lubang gelap.
Secara ekonomi, total utang dunia sudah mencapai 170 persen total aset dunia. Ini artinya, eksploitasi sudah keterlaluan karena jargonnya budaya Barat bersifat eksploitatif atau menguasai. Alatnya adalah regulasi sehingga mereka membuat aturan secara internasional. Sebagian besar bangsa di dunia mengikuti pola dan diatur Barat untuk menguasai perekonomian.
Demikian juga di bidang persenjataan pemusnah massal, baik nuklir, konvensional, maupun kimia. Kalau pemimpin dunia panik, perang senjata yang bisa menghancurkan peradaban segera terjadi. ”Mungkinkah pemimpin dunia panik, mungkin sekali karena hidup ini sudah pengap,” ujar Syabas. Karena itu, nilai-nilai Sunda perlu diintroduksi ke panggung dunia agar bisa membantu mencairkan kebuntun budaya dunia.
Sunda bisa menjadi penyelamat dunia karena nilai budayanya tinggi di samping alamnya sangat subur.
Syabas mengingatkan, budaya Sunda yang bernilai adiluhung itu harus dirawat. Kalau tidak, budaya Sunda akan seperti bangsa Atlantis, hanya tinggal ceritra yang tersimpan di museum-museum. ”Sunda bisa menjadi penyelamat dunia karena nilai budayanya tinggi di samping alamnya sangat subur,” ujar Syabas.
Termarjinalkan
Tanah-tanah di Pasundan (Jawa Barat) kini terus menjadi buruan investasi, padahal seluruh jengkal tanah di Pasundan merupakan tanah berharga. Sebagai bagian dari NKRI, tahun 1967 Jabar sudah ditempati investasi asing. Investor asing bisa membangun di seantero Jabar karena tidak ada daftar negatif investasi. Agar warga Jabar tidak tersisih oleh desakan ekonomi kapitalis, satu-satunya cara melalui benteng budaya.
Contoh ini sudah dilakukan oleh penduduk Bali. Pura-pura di Bali relatif tidak tersentuh kekuatan ekonomi. Melalui pendekatan budaya, warga Sunda bisa mengerem eksploitasi sumber daya alamnya. Misalnya, industri tidak dibangun di lokasi-lokasi tertentu karena tanah adat warisan leluhur.
Rofiek menambahkan, Tatar Sunda merupakan tanah subur, indah, dan masyarakatnya ramah (someah). Industri yang dilakukan karuhun (pendahulu) lebih berorientasi pada pertanian dan wisata. Kebun dan tanaman yang indah menjadi potensi wisata. Namun, saat ini di Jabar berkembang industri manufaktur yang konstribusinya hampir 70 persen terhadap ekspor produk manufaktur nasional.
Sayangnya, industri manufaktur itu tidak memberikan pendapatan yang optimal bagi ekonomi Jabar karena provinsi ini tidak memiliki infrastruktur dan pendukung usaha yang memadai. Semua infrastruktur pelabuhan untuk pergerakan barang dilakukan di Jakarta. Yang terjadi di Jabar adalah alih fungsi lahan secara masif, baik hutan maupun pertanian, untuk industri manufaktur dan residensial.
”Ini berakibat termarjinalkannya warga lokal Jabar,” ungkap Rofiek. Karena itu, ia mengusulkan agar dilakukan moratorium atas alih fungsi lahan dan merehabilitasi lahan yang telanjur dialihfungsikan. Memilih industri agrobisnis, wisata, dan industri yang memiliki nilai tambah tinggi sesuai dengan kondisi dan atmosfir alam Parahyangan.
Jabar harus memiliki orientasi pembangunan yang sesuai dalam memakmurkan rakyatnya dan tidak perlu terjebak memilih industri manufaktur. Selain nilai tambahnya rendah, industri manufaktur justru merusak lingkungan karena regulasinya lemah. Demikian juga kebijakan alih fungsi lahan permukiman yang boros lahan agar dimoratorium khususnya di sekitar Kota Bandung.