Dunia Sastra Heru Patria
Puluhan tahun Heru Patria berkecimpung dengan sastra. Dia pun menjadi penulis produktif, antara lain, novel dan cerpen.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F12%2Fc41a6ce3-50dc-4928-b73a-bacc4d08e42f_jpg.jpg)
Heru Patria bersama beberapa buku hasil karyanya, di Blitar, Jawa Timur, Senin (11/11/2024).
Sejak sekolah dasar, Heru Patria (55) bersinggungan dengan sastra. Dia pun dikenal sebagai penulis produktif di Blitar, Jawa Timur. Anugerah Sutasoma yang dia terima 17 September lalu semakin mengukuhkan jika sastra dan literasi telah menjadi bagian dari dunianya.
Setelah mengajar di SDN 3 Beru, lelaki yang punya nama asli Heru Waluyo itu bergegas mengajak Kompas kembali ke rumahnya yang berjarak sekitar 3 kilometer di Kelurahan Bajang, Kecamatan Talun, Senin (11/11/2024).
Begitu sampai di rumahnya yang hening, sebuah banner cukup mencolok berbunyi ”Ngopi: Ngolah Pikir, Ngowah Pakelir” tertempel di jendela seakan menyambut setiap tamu yang datang. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, kata-kata itu punya makna mengubah cara pandang untuk memperbaiki kehidupan.
”Itu (Ngopi: Ngolah Pikir, Ngowah Pakelir) ajang kumpul-kumpul saja sambil ngopi. Kadang teman-teman sering ngumpul di sini diskusi tentang sastra, seni, dan kehidupan sosial,” ucapnya ramah.
Masuk ruang tamu, puluhan buku tertata rapi di rak yang menempel di dinding. Ternyata itu adalah buku-buku karyanya. Temanya beragam, mulai dari politik hingga kumpulan cerpen, novel, dan puisi. Semua ada 57 judul, tidak termasuk antologi dan buku yang digarap bersama orang lain.
Sementara di dinding sisi lain terpampang beberapa penghargaan yang dia terima. ”Itu yang terbaru penghargaan Sutasoma kemarin. Dari Balai Bahasa Jawa Timur,” ujarnya.
Untuk Anugerah Sutasoma, pihak Balai Bahasa Jatim yang mencari talenta-talenta itu, bukan berdasarkan pengajuan karya oleh kandidat. Heru menjadi salah satu dari tujuh orang/komunitas penerima penghargaan atas kegiatan yang sering dia lakukan dalam mengisi literasi di komunitas ataupun sekolah.
Heru masuk kategori guru bahasa dan sastra Indonesia yang membina dan mengembangkan sastra di Jatim. Guru kelas 5 SD itu mengisi kegiatan literasi bukan hanya di wilayah Blitar, melainkan juga daerah lain, seperti Jakarta (2023) dan Indramayu, Jawa Barat (2023).
Baca juga: Nurul Aeni, Inovatif Bersama Komed
Lolos kurasi
Tahun 2024 ini dia juga sempat ke Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di Jakarta lantaran novel anak karyanya berjudul Penyair Cilik untuk jenjang C (bacaan untuk anak kelas 6 SD-SMP) lolos kurasi dan akan dipakai untuk perpustakaan di seluruh Indonesia.
Menurut ayah dua anak itu, kegiatan menulis telah dia lakukan sejak remaja. Bahkan, saat masih duduk di bangku sekolah dasar, Heru kecil sudah suka membaca puisi. Dari situ timbul niat untuk corat-coret puisi hingga cerpen, tetapi sampai SMP belum tahu ke mana mengirimkannya.
Baru saat masuk SMA, Heru mulai memanfaatkan mesin ketik. Saat kelas 2 SMA tahun 1988 itulah cerpen yang berjudul ”Demokrasi Nasi” dimuat untuk kali pertama di media lokal Blitar, Panji Penataran. ”Waktu itu dapat honor Rp 7.000 dan itu memotivasi untuk terus menulis,” ucapnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F19%2F1341c35e-7322-486f-8119-78a6025bf90f_jpg.jpg)
Heru Patria bersama beberapa buku hasil karyanya, di Blitar, Jawa Timur, Senin (11/11/2024).
Cerpen dan puisi karya Heru juga dimuat di sejumlah media, baik surat kabar, majalah, maupun online. Adapun buku pertama yang diterbitkan merupakan trilogi reformasi, yakni Di Bawah Ketiak Reformasi (2013), Reformasi Setengah Hati (2013), dan Dalam Belenggu Reformasi (2015). Juga novel Rapsody Rasa Sayang (2013).
Novel lainnya, di antaranya, Cinta Keep Smile (2014), Bola Bujur Sangkar (2016), Istana di Tepian Rel Kereta (2016), dan Jasad di Dasar Jembatan (2017). Selain itu, ada pula kumpulan cerpen, seperti Pijar Lilin di Tengah Hujan (2013), Indahnya Kebersamaan (2015), dan Opera Sebuah Rasa (2017).
Semua buku Heru dicetak dan diperjualbelikan secara bebas. Namun, ada dua buku anak yang khusus diedarkan untuk perpustakaan, yakni novel anak Petuah dalam Kisah (2021) dan Penyair Cilik (Kemendikbudristek/2024).
”Mengapa sastra? Karena basic saya suka cerita-cerita fantasi sehingga ketika menyampaikan gagasan kalau melalui karya ilmiah sulit diterima orang. Namun, dengan cerita, tanpa disadari bisa masuk ke pikiran mereka,” ucapnya.
Saat ini ada empat novel dalam proses terbit, yakni Tuhan Maha Kaya, Celoteh Kutu Kata, Kisah Sepasang Terompah, dan Sisi Biru Rasa Rindu.
Baca juga: Tunggul Banjaransari, Geliat Sineas Meretas Keterpurukan
Tidak ada waktu khusus bagi Heru untuk menulis. Setiap hari lelaki yang pernah menjuarai penulisan cerpen pada sejumlah kegiatan itu meluangkan waktu untuk membaca dan menulis meski hanya 30 menit. Tema apa saja dibaca. Juga buku yang dibaca, tidak harus buku fisik, tetapi juga berbagai informasi dan artikel dari internet.
Karena kegiatan itulah, Pemerintah Kabupaten Blitar memberikan penghargaan sebagai penulis paling produktif kepada Heru. Penghargaan itu diberikan dalam rangka kegiatan Bazar Literasi 17-18 November 2022.
Di luar urusan menulis, Heru juga aktif dalam kegiatan berbau sastra dan bergabung dengan belasan komunitas. Lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Terbuka itu tidak hanya berperan sebagai pendiri, tetapi juga pegiat, pembina, dan narasumber.
Heru dan teman-teman mendirikan komunitas Suara Sastra pada 2023. Setiap dua pekan mereka bekerja sama dengan dinas perpustakaan setempat menyelenggarakan kegiatan baca puisi, monolog, dan cerpen.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F11%2F12%2Fcae9fa59-c5a2-43fa-98f9-e1bb520ab34b_jpg.jpg)
Heru Patria bersama puluhan buku hasil karyanya, di Blitar, Jawa Timur, Senin (11/11/2024).
Selain itu, ada pula kegiatan menulis puisi, cerpen, dan lainnya. Di akhir tahun aneka karya itu akan dibuat menjadi buku. Sejauh ini, karena baru berjalan dua tahun, baru satu buku yang dihasilkan. ”Desember nanti ada satu buku lagi yang dihasilkan,” katanya.
Sejak 2017 Heru juga bergabung dengan Forum Lingkar Pena (FLP) yang anggotanya tersebar dari Jakarta sampai daerah. Dia masuk ke FLP cabang Blitar. Heru kemudian menjadi mentor fiksi, kegiatan berbagi materi menulis cerpen dan novel secara berkala.
Desember nanti Heru berencana mendirikan komunitas Sworo Sastro Jowo (suara sastra Jawa) yang tujuannya untuk melestarikan sastra Jawa, seperti macapat, geguritan, dan bahasa percakapan sehari-hari. Perkembangan zaman membuat bahasa daerah makin ditinggalkan. Banyak anak yang saat ini tidak bisa berbahasa kromo (Jawa halus). Oleh karena itu, melalui Sworo Sastro Jowo diharapkan keterampilan itu bisa kembali bangkit.
Baca juga: Dharmawati, Menularkan Kebiasaan Membaca
”Di sini juga ada Kampung Sastra yang lokasinya berpindah-pindah. Acaranya musik dan sastra jadi satu. Ada juga Kenduri Sastra baru satu tahun ini. Di dalamnya ada musikalisasi puisi, baca puisi, yang penting ada nilai sastranya. Yang mendirikan teman namun saya selalu ikut di mana-mana. Sembarang komunitas saya dipanggil ke situ,” tuturnya.
Akibat keterlibatan secara aktif itulah, Pemerintah Kabupaten Blitar kembali menganugerahkan penghargaan sebagai sastrawan dan mentor literasi kepada Heru pada 2024.
Heru mengakui tidak punya pendidikan khusus soal sastra. Begitu pula darah sastra dari orangtua. Kemampuannya soal sastra diperoleh secara otodidak dari teman-temannya yang menjadi penulis.
Heri sendiri mengabdi di dunia pendidikan sejak 2003 sebagai guru honorer dan baru diangkat menjadi pegawai negeri sipil pada 2014 melalui jalur K2. Jika lima tahun ke depan masa purnatugas itu datang, dia bertekad tetap fokus pada kegiatan sastra yang selama ini telah menjadi bagian dari hidupnya.
Heru Patria
Lahir: Blitar, 13 September 1969
Pendidikan:
-SDN Selopuro 1
-SMPN 1 Wlingi
-SMAN 1 Talun
-Universitas Terbuka