Keterbatasan fisik tidak menjadi penghalang meraih mimpi. Ketika satu mimpi Saptoyogo tercapai, dia masih belum puas.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA
·3 menit baca
Saptoyogo Purnomo melakukan selebrasi unik setelah kakinya menginjak garis finis nomor 100 meter putra klasifikasi T37 (keterbatasan gerak pada setengah bagian tubuh dan juga akibat cerebral palsy) Paralimpiade Paris 2024 di Stadion Stade de France, Paris, Perancis, Jumat (30/8/2024) malam waktu Paris atau Sabtu dini hari WIB.
Pelari yang akrab disapa Yogo tersebut berhasil meraih medali perak yang pertama baginya di ajang Paralimpiade sekaligus medali pertama bagi kontingen atlet difabel Indonesia di Paralimpiade Paris. Yogo mengukir catatan waktu 11,26 detik sebagai catatan waktu terbaik (personal best/PB) dan memecahkan rekor Asia atas namanya sendiri.
Tangannya membuat gerakan di depan perut seperti mengisyaratkan orang berperut buncit. Tidak ada yang tahu maksud dari selebrasi tersebut. Setelah upacara penyerahan medali, Yogo menjelaskan arti selebrasinya kepada Kompas yang menunggu di area mixed zone. Selebrasi itu spesial untuk istrinya, Fajria Listiana, yang sedang mengandung sang buah hati.
”Kemenangan ini buat calon bayi. Rezeki (bayi). Istri saya sedang hamil tiga bulan, baru jalan empat bulan,” kata Yogo sambil tersenyum.
Saat ditanya apakah Yogo akan memberikan nama anaknya dengan nama yang berbau Perancis atau Paralimpiade, dia menjawab, ”Saya kasih nama Jawa saja, ha-ha-ha.... Saya belum tahu anaknya laki atau perempuan,” lanjut pelari kelahiran Purwokerto itu.
Setelah meraih medali, Yogo tak lupa langsung menyampaikan pesan untuk istrinya. ”Terima kasih sudah mendukung saya dan memotivasi saya. Semoga ini bukan medali terakhir. Ini harus berlanjut,” kata sprinter yang meraih perunggu di Paralimpiade pertamanya, yaitu edisi Tokyo 2020, dengan waktu 11,31 detik.
Saptoyogo termasuk atlet difabel yang tekun berlatih dan disiplin dalam menjalani gaya hidup sehat sebagai atlet. Pelatih Yogo, Purwo Adhi Sanyoto, mengakui kelebihan anak asuhnya adalah disiplin tinggi, memiliki daya juang, semangat, dan mental tanding luar biasa.
Semangat dan mental tanding itu terlihat sebulan sebelum keberangkatan kontingen ke Paris. Saat itu Kompas mewawancarai Yogo setelah latihan sesi sore di Stadion Sriwedari, Surakarta, Jawa Tengah.
Yogo kala itu optimistis dapat membawa pulang medali dari Paris karena persiapannya sangat matang. Dia mengatakan, ada trio sprinter Brasil yang akan menjadi rival beratnya di Paris, yaitu Christian Gabriel Luiz da Costa, Ricardo Gomes de Mendonca, dan Edson Cavalcante Pinheiro. Namun, saat itu pun dia yakin dapat mengimbangi mereka. Prediksi Yogo tepat, karena Ricardo finis pertama diikuti Yogo finis kedua, sedangkan Christian finis keempat dan Edson finis kelima.
Bahkan, menurut dia, persiapannya ke Paris jauh lebih matang dibandingkan sebelum Paralimpiade Tokyo saat pandemi Covid-19 masih menghantui. Dalam beberapa kejuaraan, Yogo mengukir catatan waktu impresif sehingga membuatnya percaya diri.
Tampaknya penggemar utak-atik sepeda motor itu memang memiliki ”hoki” di Paris. Yogo meraih perak sekaligus membukukan catatan waktu terbaik 11,27 detik pada Kejuaraan Dunia Para Atletik di Paris tahun 2023 yang tercatat sebagai rekor Asia. Itu adalah catatan waktu terbaik Yogo sebelum dipecahkan oleh dirinya sendiri di Paralimpiade Paris.
Sebelumnya, Yogo membuktikan sebagai ”raja” sprinter difabel Asia karena meraup tiga emas dalam Asian Para Games Hangzhou 2022 yang digelar tahun 2023 dari nomor lari 100 m, 200 m, dan 400 m klasifikasi T37. Di Hangzhou pula, Yogo mengukir rekor Asian Para Games setelah finis tercepat dengan waktu 11,35 detik di nomor 100 m.
Yogo mengawali langkahnya sebagai atlet sejak duduk bangku sekolah menengah pertama. Awalnya dia mewakili Jawa Tengah dalam ajang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) Jabar 2016 hingga kemudian menjadi atlet kaliber internasional dengan meraih dua medali emas di ASEAN Para Games Kuala Lumpur 2017. Namanya kian berkibar setelah meraih dua medali emas Asian Para Games 2018 di Jakarta.
Tugas Yogo di Paris belum selesai. Dia masih akan berlomba di nomor 200 meter klasifikasi T37. Targetnya tidak untuk meraih medali, tetapi cukup masuk final.
Keterbatasan fisik tidak membatasi Yogo. Bahkan dia bisa meraih mimpinya melampaui orang yang tidak memiliki keterbatasan fisik. ”Tetap semangat mencapai cita-cita, jangan pernah lelah meraih mimpi,” ujar Yogo di depan Stadion Stade de France, dengan medali perak Paralimpiade Paris tergantung di lehernya.