Arie Kriting turun ke jalan untuk unjuk rasa menentang revisi UU Pilkada karena gerakan dari hati nurani.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·1 menit baca
Seorang artis, seniman, dan komika biasanya mengkritik sesuatu lewat karyanya. Namun, di tengah gejolak politik saat ini, banyak dari mereka yang memilih bersuara lantang sampai turun ke jalan, termasuk artis, sutradara, dan komika, Arie Kriting (39).
Arie merupakan salah satu pesohor yang turun ke jalanan untuk unjuk rasa melawan revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR, Jakarta, pada 22 Agustus. Selain dirinya, ada pula pesohor lainnya, seperti Joko Anwar, Reza Rahadian, Bintang Emon, dan Abdur Arsyad.
”Kami sebetulnya waktu itu enggak ada koordinasi untuk ke sana. Pas paginya ngumpul tiba-tiba rameaja. Kalau menurut saya, semuanya udah enek saja. Ini adalah sebuah gerakan dari hati nurani dan dorongan semua lapisan masyarakat,” kata Arie, di Jakarta, pekan lalu.
Arie punya alasan kuat mengapa protesnya kali ini memang lebih frontal dari biasanya. Tahun lalu, ia tetap menghormati putusan Mahkamah Konstitusi perihal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Padahal, hati nurani Arie tidak setuju dengan putusan tersebut.
”Tetapi sekarang, MK sudah memberi putusan, tetapi DPR melakukan manuver yang menurut saya menunjukkan tindakan yang enggak menghormati putusan MK. Ini aneh banget,” ujar suami Indah Permatasari ini.
Situasi tersebut, Arie melanjutkan, membuat banyak orang marah. Karena itulah ia dan banyak orang memutuskan turun ke jalan untuk berunjuk rasa tanpa maksud menjatuhkan atau melakukan tindakan anarkis.
”Kami turun ke jalan hanya untuk mengingatkan DPR bahwa rakyat itu melihat. Jadi, silakan melakukan manuver politik, tetapi jangan keterlaluan, apalagi mencederai demokrasi. Kami turun karena tahu bahwa bangsa ini berada pada titik nadir, membahayakan,” kata Arie.