Fitriyani, Bertumbuh dari Memanjat Tebing
Fitriyani tetap berkiprah di dunia panjat tebing meski tak lagi menjadi atlet. Ia memilih mencetak atlet baru.
Kecintaannya pada dunia panjat dinding membuat Fitriyani (36) ingin terus memberikan sumbangan bagi olahraga ini. Memupuk bibit untuk kemudian disemai sebagai atlet prestasi adalah jalannya saat ini.
Di tengah teriknya matahari Yogyakarta, Rabu (14/8/2024), Fitriyani mondar-mandir memasang peralatan untuk pemanasan sejumlah muridnya yang akan berlatih memanjat hari itu. Satu per satu remaja berusia belasan tahun yang baru tiba di areal latihan mendatanginya, lalu bersalaman.
Tak lama kemudian, Fitriyani izin sebentar kepada anak didiknya untuk memenuhi janji wawancara. Sejumlah remaja yang masuk dalam kelas panjat menuju atlet prestasi ini pun diserahkan sementara kepada sesama rekan pelatih untuk melakukan gerakan atletik ringan yang fokus pada agility atau kelincahan.
Duduk di bangku batu di bawah sebuah pohon yang menghadap ke dua dinding panjat tempat anak-anak mulai belajar memanjat, Fitriyani berbagi mengenai berdirinya Nusantara Sport Climbing (NSC) yang diinisiasi bersama sang suami, Sepdes Sinaga, dan teman sesama pemanjat, Priska.
Sebelum NSC berdiri, Fitriyani mencoba menjadi guru ekstrakurikuler panjat di sebuah SD swasta di Bantul. Tepat 28 Oktober 2019, NSC resmi berdiri dengan 10 anak-anak sebagai siswanya.
Lokasi latihan saat itu bertempat di SMA Negeri 3 Yogyakarta yang punya papan panjat di bawah naungan Pengurus Daerah DIY. Walakin, tempat itu digunakan berbagi dengan kegiatan panjat dinding yang diampu kelompok lain sehingga ada masanya latihannya berpindah-pindah tempat dari mapala satu ke lainnya.
”Sempat di Mandala Krida, tapi kan sekarang untuk pemusatan latihan atlet. Jadi, sudah setahun ini pindah ke sini di Fitriyani Climbing Arena. Walau pakai nama saya, ini punya Pemkab Sleman. Ada nama saya di situ sebagai bentuk apresiasi saat (saya) menang emas SEA Games 2011,” jelas Fitriyani.
Meski harus berpindah-pindah, semua itu dijalani Fitriyani dengan ringan demi tujuannya, yaitu regenerasi atlet panjat tebing, khususnya di DIY. Selain itu, klub panjat tebingnya ini juga diharapkan bisa menjadi wadah anak-anak beraktivitas secara produktif dan mengatasi persoalan kecanduan gawai yang kerap dikeluhkan orangtua.
Baca juga: Frans Witjaksono, Ikhtiar Angkat Kopi Pagaralam
Gagasan mengenai klub panjat tebing yang menitikberatkan pada potensi anak-anak sebagai jalan regenerasi atlet ini diinspirasi kiprah Hendra Basir yang melatihnya dan Agung Etty Hendrawati alias Etta yang menemukan bakatnya.
Seiring waktu, Fitriyani kian terasah. ”Waktu itu belum ada klub-klub. Lihat terus diajak ayo latihan bareng. Mbak Etta sudah di Puslatda Senior, aku masuk ke Puslatda junior. Pertama kali ikut kejuaraan 2005, Kejurnas kelompok umur di Bali itu dapat dari perak di speed klasik. Aku memang langsung dijurusin ke speed,” kenang Fitriyani.
Melatih dari nol
Fitriyani mengaku baru terpapar panjat tebing ketika bersekolah di Madrasah Aaliyah Negeri 1 Yogyakarta dan bergabung di Sispala (Siswa Pencinta Alam). ”Sebelumnya suka manjat (pagar) buat kabur. Kan aku dulu di Pondok Pesantren SMP-nya. Pas SMA diajakin manjat (tebing), senang banget kayak merasa tersalurkan,” selorohnya sembari tertawa.
Ia pun giat berlatih dan mendapat arahan yang tepat dari para senior. Ketika berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Fitriyani kian getol memanjat. Pascakemenangan di sebuah kejuaraa pada tahun 2005, berbagai kompetisi pada nomor kecepatan (speed)terus dijajakinya. Bahkan, pada 2008, Fitriyani mencicip Pekan Olahraga Nasional (PON) pertamanya dan membawa pulang medali perunggu.
Prestasi demi prestasi diukirnya. Hingga 2010, ia mengalami insiden saat mengikuti kejuaran di Kulon Progo, DIY. Ia terpeleset dan jatuh. Kepala dan pinggangnya menghantam lantai sampai ia dilarikan ke rumah sakit.
Orangtuanya kemudian melarangnya kembali memanjat. Namun, semangatnya untuk memanjat tetap tidak terbendung. Mbak Etta pun terus menyemangatinya. Setahun setelahnya, Fitriyani melenggang ke SEA Games dan meraih emas untuk nomor kecepatan perorangan putri (speed track) individu.
Setelah Asian Games itu, terpikir untuk buat klub ini buat anak-anak. Apalagi saat itu mulai ada niatan untuk pensiun juga.
Meski pernah meraih emas SEA Games, ia tetap berjuang ketika hendak berlaga di PON 2016. Masuk dalam zona II ketika pra-PON dan bertemu dengan atlet dari daerah lain yang pengalamannya juga segudang, Fitriyani menghadapi kesulitan untuk menjadi atlet regular. Ia harus puas menjadi atlet mandiri.
Seusai PON 2016 dengan raihan perak, Fitriyani melanglang buana ke Iran untuk mengikuti Asian Championship dan dilanjutkan Asian Games 2018 untuk nomor kecepatan estafet putri (speed world record relay) putri. Berturut-turut medali perak dan emas disumbangnya.
”Setelah Asian Games itu terpikir untuk buat klub ini buat anak-anak. Apalagi saat itu mulai ada niatan untuk pensiun juga,” ucapnya
Berlanjut
Bagi Fitriyani, usia sebenarnya bukan alasan utama untuk pensiun dari bidang olahraga yang digelutinya ini. ”Sepanjang masih kuat, fisik dan mental oke sebenarnya tidak masalah untuk tetap manjat,” kata Fitriyani.
Akan tetapi, pertimbangannya saat itu adalah keluarga. Ia membeberkan dirinya dan suaminya setelah menikah tak kunjung memiliki keturunan. Diakuinya, kala itu niatnya cukup besar untuk mengejar prestasi. Namun, setelah 10 tahun menikah, ia bersepakat dengan suami berupaya mempunyai momongan meski sebelumnya telah mengangkat anak.
Belum lama ini, Fitriyani melahirkan sekaligus memutuskan mundur dari tim pelatih PON supaya fokus pada bayi dan klub yang dibesarkannya. Selain itu, Fitriyani juga bekerja di Kementerian Pemuda dan Olahraga sebagai Penelaah Teknis Kebijakan.
”Fokus untuk membesarkan klub juga. Anak-anak kadang bilang suasana dan latihannya kok kurang hidup kalau aku jarang datang. Jadi, ya sesuai dengan niat awalnya, aku kembali ke sini,” ujarnya.
Baca juga: Sumaindra Jarwadi, Bergelut di Jalan Pengabdian untuk Kaum Marjinal
Ia bercerita, usahanya bersama jajaran pelatih di NSC sepanjang 5 tahun ini membentuk puluhan siswanya cukup berhasil. Ada empat anak didiknya yang masuk Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) DIY. Di berbagai kejuaraan, anak-anak dari Nusantara Sport Climbing juga moncer. Dari 48 anak yang kini berlatih, hampir separuhnya menjadi langganan medali di kejuaraan daerah.
Fitriyani juga sudah dua kali menggelar Festival Panjat Tebing Anak Nusantara yang diikuti ratusan anak dari seluruh Indonesia. Kompetisi ini ditujukannya juga untuk memacu prestasi dan klub-klub di banyak tempat memberikan program yang berfungsi regenerasi atlet.
Kini, Fitriyani berangan membangun tempat panjat dinding dalam ruangan di tanah yang sudah disewanya di Yogyakarta. Kelak ia berencana tempat tersebut dibuka untuk umum bagi yang ingin menjajal memanjat. Sementara itu, Fitriyani Climbing Arena tetap menjadi wadah bibit atlet muda panjat dinding di bawah naungan NSC.
Fitriyani
Lahir: Sleman, 20 April 1988
Pendidikan terakhir: Sekolah Pascasarjana UGM
Prestasi:
- Emas SEA Games 2015, Panjat Tebing Nomor Kecepatan Putri
- Emas Asian Games 2018, Panjat Tebing Nomor Estafet Kecepatan Putri (bersama Aries Susanti, Puji Lestari, dan Rajiah Sallsabillah)