Iwan Billy Tokoro, Menjaga Tanah Papua dengan Ekonomi Kreatif Berkelanjutan
Billy Tokoro terus konsisten turut andil menggerakan SDM Papua dalam mengelola potensi daerah secara berkelanjutan.
Bagi Iwan Billy Tokoro (40), cara terbaik menjaga kekayaan Papua adalah dengan memanfaatkan potensi daerah secara optimal. Namun, ia sadar, masih ada keterbatasan dan tantangan sehingga perlu ada gerakan kolektif dalam upaya ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, Billy turut terlibat menggerakkan dan memberikan pendampingan pada sumber daya manusia di Papua. Ia berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam menggerakkan ekonomi kreatif di ”Bumi Cenderawasih”.
”Kalau kita tidak pernah mulai menggerakkan potensi-potensi (daerah) ini, bagaimana kita mau tumbuh? Tuhan mau siram apa kalau kita tidak pernah mulai tanam?” kata Billy saat mendampingi pementasan seni Sanggar Kampung Kwadeware di sekitar Danau Sentani, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua, Sabtu (10/8/2024).
Baca juga: Ikhtiar Sambung Generasi di Sentani Menjaga ”Keagungan” Sagu Papua
Sebagai anak adat yang lahir dan besar di kawasan Danau Sentani, Billy sadar betul dengan potensi daerahnya. Ia berasal dari Kampung Yoboi, Distrik Sentani, yang berada di wilayah tengah Danau Sentani.
Danau Sentani menyimpan beragam potensi, mulai dari lanskap alam, seni budaya, pangan, hingga kuliner lokal. Hampir setiap kampung yang ada di sekitar danau memiliki potensi dan kekayaan tersendiri.
Tak hanya itu, bahkan, secara umum, wilayah Papua lainnya pun memiliki kekayaan yang beragam. Mulai dari wilayah pesisir, kepulauan, hingga pegunungan tengah.
Saat ini, dengan berbagai tantangan dan keterbatasan, sejumlah kalangan terus memaksimalkan potensi yang ada. Namun, masih banyak kalangan yang seolah bimbang serta mengalami stagnasi dalam pengelolaan potensi daerah mereka.
Hal ini membuat Billy dan rekan-rekannya berkolaborasi dengan pihak lain memberikan pendampingan di daerah potensial. ”Ketika semua mau bergerak bersama-sama dan konsisten, hasil yang lebih besar pasti akan mengikuti,” ujar Billy.
Baca juga: Mencipta Masyarakat Berdaya, Ikhtiar Menjaga Kekayaan Lembah Grime
Jepretan visual
Bisa dikatakan, berbagai jepretan visual lanskap Papua menyadarkan Billy akan potensi kampungnya. Visual yang dihasilkannya, baik dari kamera profesional maupun kamera ponsel, ternyata mampu menggeliatkan perekonomian.
”Sejak lulus kuliah, saya mulai mengenal fotografi dan bertemu orang-orang dengan hobi yang sama,” kata pria yang menyelesaikan pendidikan strata satu di Jurusan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Papua, Manokwari, Papua Barat, ini.
Billy kemudian mulai menekuni dunia fotografi, mengabadikan keindahan kampungnya untuk dikenalkan kepada dunia luar. Kendati memilih jalan hidup sebagai aparatur sipil negara (ASN) di lingkup Pemerintah Provinsi Papua pada 2009, Billy tetap menekuni hobi sekaligus mempromosikan daerahnya.
Kalau kita tidak pernah mulai menggerakkan potensi-potensi (daerah) ini, bagaimana kita mau tumbuh? Tuhan mau siram apa kalau kita tidak pernah mulai tanam?
Pertemuan dengan pemuda-pemuda Papua yang memiliki hobi yang sama pada 2017 membuat Billy semakin bersemangat mengangkat daerah melalui seni foto. Billy dan rekan-rekannya ini gemar mengabadikan keindahan Papua, mulai dari lanskap alam hingga budayanya.
Baca juga: Origenes Monim, Menjaga Daya Hidup Kebudayaan Sentani
Pada 2019, mereka mematenkan perkumpulan ini menjadi komunitas Pace Kreatif. Melalui wadah ini, mereka semakin aktif terlibat dalam menggerakkan ekonomi kreatif di Papua. ”Dari visual saja ada dampak yang diberikan, maka saya yakin kami bisa berbuat lebih,” ujarnya.
Dari anomali pandemi
Pandemi Covid-19 yang merebak pada awal 2020 turut menciptakan beragam anomali, termasuk di sekitar lingkungan Billy. Ketika protokol kesehatan menghadirkan berbagai pembatasan, beragam gerakan kreatif justru merebak.
”Pertengahan tahun (2020) kami melihat ada peluang untuk merintis kampung menjadi destinasi wisata. Apalagi banyak orang yang jenuh di rumah, pasti butuh hiburan,” tutur Billy yang sejak saat itu ditunjuk sebagai Ketua Kelompok Sadar Wisata Kampung Yoboi.
Bersama pemuda dan masyarakat setempat, Billy kemudian ”merias” Kampung Yoboi. Rumah-rumah panggung yang berdiri di atas danau dicat warna-warni. Begitu pun jalan dan jembatan. Ragam warna berpadu menjadi visual menarik ketika dilihat langsung ataupun dipotret melalui kamera.
Atraksi kebudayaan setempat, seperti tari Isosolo, juga menjadi salah satu suguhan ketika ada kunjungan wisatawan ke Kampung Yoboi. Tarian ini populer dan biasa dimainkan anak-anak muda di kampung-kampung pesisir Danau Sentani.
Potensi lain yang bisa disaksikan adalah vegetasi hutan sagu lebat yang berada di belakang Kampung Yoboi. Hutan sagu seluas kira-kira 1.600 hektar itu diyakini memiliki lebih dari 30 jenis varietas sagu. ”Sejak saat itu Kampung Yoboi semakin populer dan banyak orang datang dari foto-foto dan promosi wisata yang sering kami bagikan di media sosial,” ucapnya.
Baca juga: Festival Danau Sentani 2024 dalam Balutan Kebersamaan
Berkat upaya ini, Kampung Yoboi menjadi salah satu pemenang Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Kampung Yoboi masuk dalam jajaran empat besar sebagai kampung wisata terbaik di Indonesia.
Berkat keberhasilan ini, kampung lain di sekitar Danau Sentani mulai tergerak melakukan hal serupa. Tahun-tahun selanjutnya, Billy bersama Pace Kreatif turut mendampingi kampung lain, seperti Doyo Lama (Distrik Waibu), Hobong (Distrik Sentani), dan Yokiwa (Distrik Sentani Timur), masuk dalam jajaran 300 Anugerah Desa Wisata.
”Tahun ini ada Kampung Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang (Kabupaten Jayapura) masuk dalam 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia. Semoga bulan depan diumumkan bisa menjadi pemenang juga,” ujarnya.
Baca juga: Petronela Merauje, Ekspresi Perempuan dalam Menjaga Hutan Mangrove
Membentuk ekosistem
Bersama Pace Kreatif, Billy juga memberikan pendampingan ke beberapa daerah Papua yang lain di luar Jayapura. Saat ini ia tengah mendampingi, antara lain, Kabupaten Kepulauan Yapen (Papua), Kabupaten Mimika (Papua Tengah), hingga Kabupaten Yalimo (Papua Pegunungan).
Ia juga terus mendorong daerah-daerah tersebut konsisten mengadakan pergelaran seni yang diselaraskan dengan agenda Papua lainnya. Saat ini, di Papua ada enam festival yang masuk dalam 110 kalender nasional, yaitu Numbay Creative Festival (Papua), Timika Inside Festival of Art (Papua Tengah), Festival Budaya Lembah Baliem (Papua Pegunungan), Festival Asmat Pokman (Papua Selatan), Festival Roon Wondama (Papua Barat), dan Festival Pesona Raja Ampat (Papua Barat Daya).
”Kami terus mendorong kampung-kampung membuat pergelaran secara konsisten dengan melihat kalender festival nasional lain di Papua. Dengan begitu, ketika wisatawan datang ke festival nasional, bisa ditarik ke festival atau pergelaran seni di kampung-kampung ini,” tuturnya
Meski demikian, untuk menciptakan ekosistem berkelanjutan, Billy mengatakan, butuh perhatian pemerintah. Ia merasa tantangan dalam menggerakkan sumber daya manusia di Papua juga berkaitan dengan perhatian pemerintah yang tak berkelanjutan.
Baca juga: Keresahan Usilina Epa pada Romantisasi Kuliner Lokal Papua
Billy melihat tak sedikit geliat pariwisata yang dirintis masyarakat berhenti di tengah jalan. Padahal, gerakan seperti ini butuh upaya kolektif, termasuk dari pemerintah. Perhatian pemerintah, ujar Billy, sangat penting, baik untuk perawatan maupun pendampingan inovasi, sehingga tak hanya bertahan pada waktu tertentu. Ia mencontohkan Kampung Wisata Yoboi yang pernah tidak maksimal selama dua tahun.
Billy khawatir masyarakat yang putus asa justru melakukan hal kontraproduktif. Dalam hal sagu, misalnya, Billy melihat tidak sedikit kebun-kebun sagu di Jayapura yang kini telah beralih fungsi. ”Beruntung, sekarang secara perlahan Kampung Wisata Yoboi kami geliatkan kembali. Namun, upaya ini akan maksimal jika pemerintah mau terlibat,” ucapnya.
Billy meyakini, jika keberlanjutan tercipta, hal itu akan berdampak pada berbagai aspek, termasuk kesejahteraan masyarakat sekitar. Dengan begitu, ketika masyarakat merasakan kesejahteraan dari alam dan budaya, mereka akan turut menjaga kekayaan ini.
Beruntung, sekarang secara perlahan Kampung Wisata Yoboi kami geliatkan kembali. Namun, upaya ini akan maksimal jika pemerintah mau terlibat.
Bagi Billy, ada makna mendalam yang muncul saat berhasil menggerakkan masyarakat setempat dalam memanfaatkan potensi daerah. ”Besar harapan, ke depan masyarakat sadar dengan jaga tanah dapat uang, bukan jual tanah untuk dapat uang,” katanya.
Iwan Billy Tokoro
Lahir: Sentani, 1 Februari 1984
Pendidikan: S-1 Pertanian Universitas Negeri Papua, Manokwari, Papua Barat (2001-2008)
Pekerjaan: Aparatur Sipil Negara di Dinas Perkebunan dan Peternakan Papua