Hadian Supriatna, Digitalisasi dari Desa Cibiru Wetan
Hadian Supriatna merancang digitalisasi pelayanan publik di Desa Cibiru Wetan, salah satu yang terbaik di Indonesia.
Setidaknya empat tahun terakhir, Hadian Supriatna (52) merancang penerapan digitalisasi pelayanan publik di Desa Cibiru Wetan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Program ini membuat Cibiru Wetan menjadi salah satu desa terbaik dalam pelayanan publik dan percontohan antikorupsi di Indonesia.
Mengenakan topi berwarna putih, Hadian, Kepala Desa Cibiru Wetan sejak November tahun 2019, melangkahkan kakinya dari kantor desa ke Saung Dome Awi, Senin (5/8/2024), sekitar pukul 08.00. Jarak antara kantor desa dan saung tidak sampai 5 meter.
Saung Dome Awi adalah fasilitas milik desa. Tempat seluas 3.000 meter persegi itu dijejali beragam perangkat dan inovasi. Kolam budidaya lele, bank sampah, perpustakaan digital, dan rumah belajar. Bahkan, tempat khusus untuk program podcast TV dan radio digital Cibiru Wetan pun tersedia.
Baca juga: Burhanudin, Kemenangan Sederhana ”Penjaga” Terluar Indonesia
Hadian menjelaskan, layanan TV digital dapat dinikmati menggunakan platform Youtube, sedangkan radio digital bisa dinikmati melalui aplikasi Bale Desa yang bisa diunduh di telepon seluler. Selain menyajikan informasi seputar desa, ada juga informasi beragam masalah nasional dan global.
”Digitalisasi menjadi bagian dari perkembangan desa. Hasilnya sudah kami nikmati, mulai dari warga yang makin kaya informasi, kemudahan layanan publik, transparansi anggaran, picu manfaat ekonomi, hingga menjamin kesehatan tumbuh kembang anak,” kata Hadian.
Digitalisasi menjadi bagian dari perkembangan desa. Hasilnya sudah kami nikmati, mulai dari warga yang makin kaya informasi, kemudahan layanan publik, transparansi anggaran, picu manfaat ekonomi, hingga menjamin kesehatan tumbuh kembang anak.
Dari Saung Dome Awi, Hadian lantas kembali ke kantor desa. Ia memperlihatkan salah satu aplikasi milik desa di layar komputer bernama Simpel Desa. Aplikasi itu digunakan untuk membuat beragam jenis surat yang dibutuhkan warga tanpa harus mengantre, seperti surat keterangan pindah dan surat keterangan domisili.
Hadian mengatakan, Simpel Desa lahir saat pendemi Covid-19 tahun 2020. Awalnya, Simpel Desa digunakan untuk meminimalkan kontak warga dengan petugas ketika mengurus surat-surat di kantor desa. Sukses memudahkan warga, aplikasi ini tetap dipertahankan meski pandemi sudah berlalu.
Warga, kata Hadian, hanya perlu mendaftarkan nomor kartu keluarga dan nomor telepon di kantor desa. Setelah itu, pengurusan surat-surat dilaksanakan secara digital hingga tuntas tanpa pungutan apa pun.
Selain Simpel Desa, ada Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM). Berada 38 kilometer dari Soreang, ibu kota Kabupaten Bandung, ADM sangat memudahkan. ADM bisa digunakan warga untuk mencetak KTP, kartu keluarga, dan kartu identitas anak tanpa perlu datang jauh-jauh ke Soreang.
”Semua layanan publik berbasis digital didukung jaringan internet di 19 RW. Biayanya menggunakan anggaran desa yang disepakati Badan Permusyarakatan Desa Cibiru Wetan sebagai bagian dari transparansi,” katanya.
Baca juga: Upi Fitriyanti dan Dukungan untuk Ibu Menyusui
Cegah korupsi
Hadian lahir dan tumbuh besar di Cibiru Wetan. Sejak lama dia aktif dalam pemberdayaan desa, seperti menjadi pengurus badan permusyawaratan dan lembaga pemberdayaan masyarakat. Hadian juga berpengalaman menjadi tenaga ahli pendamping warga di Kementerian Koperasi dan UKM hingga Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Kenyang dengan pengalaman pemberdayaan desa, Hadian memberanikan diri maju dalam pemilihan kepala desa Cibiru Wetan pada Oktober 2019. Mengusung misi digitalisasi pelayanan publik, dia terpilih dengan suara tertinggi.
Setelah terpilih, janji kampanye berusaha ia wujudkan. Selain memudahkan pelayanan publik, Hadian juga mengincar munculnya celah ekonomi desa dari penerapan digitalisasi lewat BUMDes Mawaraharja. Sejak dua tahun lalu, BUMDes ini menawarkan paket desa wisata.
Digitalisasi layanan publik turut berkontribusi besar pada pendapatan asli desa yang melonjak dari Rp 20 juta menjadi Rp 100 juta selama tiga tahun terakhir.
Paket desa wisata di Cibiru Wetan menampilkan program percontohan sistem layanan digital di Kantor Desa Cibiru Wetan yang berdampak pada pencegahan potensi tindak pidana korupsi. Para pengunjung juga diajak menyaksikan implementasi sekolah belajar hingga seni tari anak-anak Cibiru Wetan. Ada juga pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui kebun hidroponik dan budidaya lele di Saung Dome Awi.
Hingga pertengahan tahun ini, Cibiru Wetan sudah menerima kunjungan lebih dari 6.000 orang. Mereka berasal dari instansi pemerintahan desa asal Sulawesi, Bali, Papua, NTB, NTT, dan Papua. Bahkan, rombongan dari Timor Leste dan Rwanda juga hendak belajar di Cibiru Wetan.
Banyak dikunjungi, omzet desa wisata yang dikelola Kelompok Sadar Wisata Desa Cibiru Wetan itu juga tidak main-main, mencapai Rp 1,5 miliar per tahun. Kelompok ini punya 15 pekerja serta lebih dari 100 mitra kerja.
Lihat juga: Ironi Revisi UU Desa, Dana Terus Naik, Korupsi Tetap Terbanyak
”Digitalisasi layanan publik turut berkontribusi besar pada pendapatan asli desa yang melonjak dari Rp 20 juta menjadi Rp 100 juta selama tiga tahun terakhir,” kata Hadian.
Selain manfaat dari sisi ekonomi, peningkatan kualitas kesehatan warga juga bisa terjaga lewat digitalisasi. Salah satunya berdampak pada layanan kesehatan di posyandu.
Berkat layanan internet gratis yang disediakan pemerintah desa, para petugas di posyandu kini tak terkendala mengawasi tumbuh kembang anak. Mereka bisa leluasa mengisi data hasil pengukuran penimbangan anak secara berkala di aplikasi sistem elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat.
Penghargaan ASEAN
Perlahan, pengakuan pun berdatangan untuk Cibiru Wetan. Program desa digital di Cibiru Wetan mendapat pengakuan di tingkat provinsi, nasional, dan internasional. Pada tahun 2022, misalnya, KPK menobatkan Cibiru Wetan sebagai Desa Antikorupsi hingga Juara 1 Desa Terbaik Regional Jawa Bali Tahun 2022 dari Kementerian Dalam Negeri.
Setahun kemudian, Cibiru Wetan mewakili Indonesia di ajang ASEAN Village Network Meeting tahun 2023. Tahun ini, Cibiru Wetan kembali dapat pengakuan global.
Baca juga: Dari Desa Digital hingga Hemat Kertas, Kiat Parsial Pemerintahan untuk Pembangunan Keberlanjutan
Pada 30 Maret 2024, Cibiru Wetan mendapatkan penghargaan ASEAN Tech for ESG Award. Penghargaan ini diberikan untuk kategori desa digital pada indikator lingkungan, sosial, dan tata kelola layanan publik yang menjadi norma utama dari ESG (environmental, social, andgovernance).
”Saya berharap program desa digital di sini bisa direplikasi ke seluruh Indonesia. Kami terbuka berbagi kisah baik untuk semua yang mau belajar bersama,” kata Hadian.
Hadian Supriatna
Lahir: Bandung, 6 Agustus 1972
Istri: Oneng Nani
Pendidikan terakhir: Sarjana Pertanian Universitas Winaya Mukti