Burhanudin, Kemenangan Sederhana ”Penjaga” Terluar Indonesia
Keberadaan pelestari penyu tak disadari banyak orang, tetapi perjuangannya berdampak bagi sekitar.
Penggagas kelompok Penyu Jemaja Lestari, Burhanudin (46), selalu membawa misi pelestarian guna memperjuangkan keselamatan dan kehidupan induk serta anak penyu. Kemenangannya sederhana, yaitu ketika hewan-hewan laut itu dapat hidup bebas, jauh dari tangan-tangan nakal manusia. Meski banyak rintangan, Burhanudin tangguh menjalankan perannya sebagai penjaga garda terluar Indonesia.
Terik panas matahari seakan tak dirasakan Burhanudin. Ia rela mendorong perahu bermotornya menjemput wisatawan yang tak bisa mencapai bibir pantai. Banyaknya terumbu karang memaksa perahu berhenti di tengah laut agar tak merusak biota serta keragaman hayati di tepi Pantai Teluk Sadang, Kabupaten Anambas, Kepulauan Riau, itu.
Baca juga: Anambas, Mutiara di Halaman Depan Indonesia
Ombak yang sedikit tak bersahabat tak jadi penghalang bagi Burhanudin untuk memberi pelayanan penuh kepada tamu-tamunya yang berkunjung ke lokasi konservasi penyu. Setidaknya ada dua jenis penyu yang kerap singgah di lokasi tersebut, yakni penyu hijau (Chelonia mydas)serta penyu sisik (Eretmochelys imbricata).
Sembari menjelaskan mengenai siklus reproduksi penyu, Burhanudin kembali mengingat masa-masa ia memprakarsai kelompok pelestari penyu. Meski ia pernah dicap ’gila’ oleh sebagian orang, hal itu tak menyurutkan tekadnya.
Inisiatif pelestarian penyu bermula dari niat Burhanudin mengurangi, bahkan menghilangkan budaya jual-beli telur dan daging hewan laut itu. Selama ini, praktik perdagangan hewan itu lumrah terjadi di kawasan Anambas.
Selain mengonsumsi daging penyu, masyarakat kerap menyantap telur penyu yang dijual Rp 2.000 per butir. Padahal, untuk bertahan hidup, penyu-penyu itu telah menghadapi tantangan, seperti kerap terlilit jaring nelayan serta terjerat beragam sampah di lautan. Belum lagi menjadi mangsa sejumlah predator laut.
”Saya belajar soal penyu otodidak saja karena lahir dari kecil tahu kalau penyu ada di sini. Namun, dari dulu enggak pernah ada kegiatan penyelamatan penyu. Sejak saya kecil hingga dewasa, baru kami ini pelestari penyu,” tutur Burhanudin di Pantai Teluk Sadang, Jumat (26/7/2024).
Baca juga: Kepulauan Anambas, Wisata Bahari yang Jalan di Tempat
Dua puluh tahun lalu, sebuah pantai dapat disinggahi hingga 20 induk penyu per malam. Sekarang, jumlahnya berkurang menjadi 10-15 induk per malam. Itu artinya, tak ada penambahan penyu, justru makin menyusut.
Dengan dukungan istri, Burhanudin membulatkan iktikadnya untuk menjadi pelindung penyu. Ia mengeksekusi niat mulia itu bersama tigarekannya sejak 2018, dengan membentuk kelompok Penyu Jemaja Lestari.
”Saat itu, saya berpikir enggak bisa kalau seperti ini terus. Kalau bukan kami, lantas siapa lagi? Kemudian, saya mulai mendirikan (kelompok pelestari). Saya harus bentuk kelompok agar tak dianggap ilegal,” ujarnya.
Layaknya mengawali sesuatu, merintis bukan hal mudah. Demi dedikasinya pada penyu, Burhanudin membagi waktunya untuk tinggal di rumah dan penangkaran. Dalam sepekan, ia menghabiskan waktu tiga hari di rumah, sisanya di tempat konservasi.
Alih-alih keuntungan material, perasaan ”penuh”-lah yang dirasakan Burhanudin karena bergerak atas keprihatinan. Sehari-hari, bapak dari empat anak ini bekerja sebagai pembuat roti rumahan bersama istrinya. Mereka menyisihkan sebagian pendapatan untuk biaya konservasi penyu.
”Untuk rumah tangga, produksi roti ya cukup buat makan. Kalau dulu (saya) ikut membantu (beri kompensasi) kawan-kawan. Kami standby terus bergantian,” katanya.
Baca juga: Konektivitas, Dambaan di Wilayah Terluar
Meski demikian, Burhanudin mencoba realistis. Tempat konservasi penyu semestinya menghasilkan sesuatu, setidaknya menambah pemasukan kawan-kawannya. Pasalnya, mereka adalah petani kopra yang berharap banyak bila upaya konservasi juga dapat bermanfaat secara material.
Mereka hanya mengantongi sekitar Rp 3 juta dari tiap panen kelapa yang menghasilkan 1 ton dalam tiga bulan. Bila hasil panen di bawah itu, pendapatan mereka ikut menyusut.
Tak gentar diancam
Perjalanan Burhanudin membangun tempat konservasi tidak mudah. Ia bahkan harus berhadapan dengan pihak-pihak yang memperjualbelikan telur-telur penyu. Ia juga menerima ancaman. ”Saya dulu pernah diancam. Dilarang menginjakkan kaki di sini (Pulau Teluk Dalam) karena lokasi ini tempat jual-beli telur penyu,” kata Burhanudin.
Akhirnya ia meminta bantuan pada Pos Angkatan Laut (Posal) Jemaja agar mengamankan telur-telur penyu. Saat itu, Burhanudin membeli telur penyu dari pengelola pulau untuk ditetaskan secara mandiri.
”Setelah itu, saya diancam pengelola lokasi. Tapi, setidaknya saya sudah dapat banyak anak tukik, kan,” katanya.
Telur-telur yang didapat Burhanudin lantas dieramkan dengan drum atau jeriken. Dengan perlakuan hati-hati, telur-telur itu berhasil menetas.
Perjuangan tak berhenti di sana, kemenangan kecil itu menjadi awal mula petualangan Burhanudin mengupayakan nasib baik bagi penyu-penyu daerah terluar Indonesia. Perlahan, ia mencoba mempersuasi pemilik lokasi agar mau menyewakan tempatnya sebagai area konservasi. Tuan tanah yang berdomisili di Jawa itu setuju. Artinya, ia mendukung aktivitas Burhanudin.
Setelah tiga tahun berkarya secara mandiri, usaha Burhanudin dan kawan-kawannya akhirnya dilirik Yayasan Anambas. Kedua belah pihak kemudian berkolaborasi. Burhanudin dan ketiga kawannya tak lagi bekerja sendiri.
Pembagiannya, seluruh hal teknis terkait penyu di lapangan menjadi tanggung jawab Burhanudin dan kawan-kawannya dibantu dua perwakilan Yayasan Anambas, sementara pihak yayasan membantu dengan menyumbangkan satu kapal bermotor (speedboat)guna memudahkan mobilitas tim konservasi.
Baca juga: Turun Tangan Lestarikan Penyu, Wisata di Pulau Terluar Nusantara
Andil pihak yayasan ternyata membuka harapan baru bagi beberapa orang Jemaja lainnya. Burhanudin berhasil menambah orang untuk bergabung dalam tim konservasi. Tiap orang mendapat bantuan dari Yayasan Anambas hingga Rp 2,2 juta per bulan. ”Sejak didampingi ini, ya 100 persen kegiatan ditanggung Yayasan Anambas. Kawan-kawan juga jadi semangat kerjanya,” ujar Burhanudin.
Pondok tempat mereka bernaung di Pulau Teluk Dalam juga dibangun Yayasan Anambas. Mereka juga diberdayakan untuk ikut serta membersihkan lingkungan dengan mengumpulkan sampah-sampah yang berceceran, terdampar di pulau. Setelah terkumpul, sampah-sampah yang didominasi botol plastik itu akan ditimbang dan dijual kepada pihak yayasan. Selain mendidik penduduk, inisiatif ini juga menambah pundi-pundi rupiah mereka.
Sistem ”adopsi”
Siasat untuk mengembangkan konservasi penyu sekaligus memperkenalkan kiprah Penyu Jemaja Lestari ke dunia luar dilakukan Burhanudin. Ia kerap membagikan kegiatan-kegiatan penemuan penyu hingga perilisan tukik melalui akun Instagramnya di @penyujemajalestari.
Ia membuka ”adopsi” penyu virtual untuk mengakomodasi orang-orang yang ingin berkontribusi terhadap pelestarian hewan laut ini. Mereka dapat berdonasi Rp 100.000 untuk setiap sarang buatan berisi sekitar 80-100 butir telur. Di atas lubang akan tertulis nama pengadopsi sebagai wujud apresiasi kepada para donatur.
”Arti adopsi itu berpartisipasi dalam kegiatan kami. Sarangnya tetap di sini, kami kelola, kami jaga sampai menetas. Sebulan bisa mengelola 20 sarang dari 20 orang yang sama. Saya fokus pada niat orang mau berpartisipasi,” kata Burhanudin.
Biaya donasi dianggap sebagai uang ”lelah” bagi para pelestari. Nantinya, Penyu Jemaja Lestari akan merawat telur-telur itu hingga menetas. Tukik yang baru berusia 1-2 hari akan dirilis. Seluruh proses ini akan diabadikan dan dilaporkan secara berkala oleh para pelestari kepada pengadopsi. ”Semoga banyak yang support kami,” kata lelaki lulusan Universitas Terbuka Batam, Kepulauan Riau.
Campur tangan pemerintah
Ironisnya, lika-liku perjalanan Burhanudin memperjuangkan konservasi penyu belum mendapat perhatian dari pemerintah serta stakeholder terkait. Justru, keberadaannya kerap dimanfaatkan tanpa imbal-balik setimpal.
”Belum ada bantuan dari pemerintah. Saya pernah mendatangi Pemerintah Kabupaten Anambas, katanya belum penting, dianggap belum urgent,” ujarnya sembari menyeka keringatnya.
Baca juga: Dua Kapal Vietnam Kedapatan Menangkap Ikan di Perairan Konservasi Indonesia
Ketidakpedulian pemerintah tecermin juga dengan masih adanya masyarakat di daerah lain yang mengonsumsi daging induk penyu. Kelompok Penyu Jemaja Lestari pula yang akhirnya berdiri di garda terdepan untuk menyosialisasikan larangan mengonsumsi telur dan daging penyu. ”Kalau bukan kita, siapa lagi? Saya ingin berbuat yang terbaik untuk lingkungan ini,” kata Burhanudin.
Lambat-laun nama Pulau Teluk Bawah makin populer sebagai tempat konservasi. Kiprah Burhanudin dan kawan-kawan berhasil menarik sejumlah wisatawan utamanya dari Batam, Pekanbaru (Riau), bahkan Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Mereka rela mendatangi pulau terpencil itu guna melihat dan merilis tukik-tukik ke laut.
Pemerintah pun ikut diuntungkan dari karya Penyu Jemaja Lestari. Sebab, pemerintah tanpa malu ”menjual” wilayahnya dengan branding konservasi penyu, padahal tak sepeser pun bantuan diberikan. Hal semacam ini pula yang membuat kelompok konservasi ini geram. Burhanudin terpaksa mengeluarkan kotak donasi bagi para wisatawan, berharap mereka menyumbang sukarela demi mendukung gerakan konservasi ini.
”Ayo bersama-sama kita melestarikan penyu yang ada. Pemerintah perlu lebih bijak menentukan sikap, menentukan apa yang harus dibuat, dibantu dari kegiatan semacam ini. Upaya ini 100 persen untuk daerah kita, bukan saya pribadi. Kalau dari daerah tak tersentuh, apalagi dari pusat,” tutur Burhanudin.
Hingga kini, Penyu Jemaja Lestari menjadi satu-satunya pelaku konservasi akar rumput yang berada di Kabupaten Anambas. Selain Teluk Sadang, mereka juga mengelola Pantai Teluk Ubi dan Teluk Siak. Masih banyak sejumlah titik lain yang disinggahi penyu. Namun, kurangnya tenaga mendorong mereka untuk berfokus pada tiga titik dominan yang paling sering didatangi penyu untuk berkembang biak.
Gerakan penyelamatan penyu menunjukkan siapa saja mampu menginspirasi, bahkan sosok yang terletak di pelosok Indonesia sekalipun. Kepuasan batin menjadi kemenangan para pelestari penyu dari daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan negeri ini.
Burhanudin
Lahir: Jemaja Barat, Anambas, 25 Mei 1978
Pendidikan terakhir: Lulusan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Terbuka Batam (2010-2014)