Surip Mawardi, Pengabdian di Jalan Sepi Hulu Pertanian Kopi
Rumah Surip di tengah kebun kopi lebih mirip balai pelatihan. Petani tak dikutip biaya belajar di kebun edukasi itu.
Pengabdian Profesor Surip Mawardi (68) pada kopi tak berhenti setelah pensiun dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jauh dari tanah kelahiran di Klaten, dia membangun kebun kopi edukasi di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Hampir setiap hari petani kopi datang ”bersekolah” di kebun kopi arabika Sumatera itu.
”Industri kopi berisik di hilir, tapi sunyi di hulu. Banyak yang berinvestasi membangun kafe, sekolah barista, hingga rumah sangrai dengan modal besar. Tapi, pertanian kopi di hulu ditinggalkan, tidak ada yang memperhatikan,” kata Surip di kebun kopinya di Silangit, Kecamatan Siborongborong, Jumat (21/6/2024) pagi.
Apa yang dikatakan Surip tergambar di perkebunan kopi di dataran tinggi sekitar Danau Toba. Kebun-kebun kopi didominasi tanaman tua, meranggas, dipenuhi gulma, dan tidak ada pohon penaung. Hasil buah kopi pun seadanya.
Baca juga: Kedai Koboi ”Charles Bronson”
Kebun kopi yang dibangun Surip tampak kontras dibanding kebun lain di kawasan itu. Kopi arabika dari berbagai varietas berbuah sangat lebat dan teduh di bawah pohon-pohon lamtoro.
Saya pensiunan pura-pura sibuk.
Pagi itu, udara dingin menusuk hingga ke tulang di kawasan yang berada di ketinggian 1.413 meter di atas permukaan laut itu. Embun baru saja beranjak dari ladang kopi di dekat landas pacu Bandara Silangit itu. Surip sudah sibuk menyiangi rumput dan menjemurnya di antara tanaman kopi untuk dijadikan kompos. ”Saya pensiunan pura-pura sibuk,” kelakar Surip mencairkan suasana.
Segera Surip membawa perbincangan pada hal serius tentang produktivitas kopi arabika Sumatera yang sangat rendah. Di Sumut, produktivitasnya hanya 600 sampai 700 kilogram per hektar per tahun, jauh dari potensi 2.300 kilogram.
Surip menunjukkan hal-hal mendasar yang harus diperbaiki dan sudah diterapkan di kebun kopi seluas 2,5 hektar yang dia tanam secara bertahap sejak 2020. ”Petani tidak bisa diajarin dengan seminar-seminar di hotel. Mereka harus melihat sendiri hasilnya baru mau menerapkannya,” kata Surip yang sudah 43 tahun bergelut di dunia kopi.
Sigarar Utang adalah varietas kopi yang bagus pada masanya. Saat ini ada generasi penerusnya, yakni Andungsari 1 dan yang terbaru adalah Komasti.
Prinsip utama yang dia terapkan adalah kembali pada filosofi Batak sinur na pinahan, gabe na niula (peternakan dan pertanian terpadu memberikan hasil melimpah). Filosofi itu satu tarikan napas dengan climate smart coffee dan regenerative coffee farming yang sudah diterapkan Surip. Kebun kopi itu terintegrasi dengan peternakan sapi dan kuda.
Tanaman kopi arabika Sumatera berbuah lebat di kebun yang digagas oleh Profesor Surip Mawardi di Silangit, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Jumat (21/6/2024).
Perbaikan pertanian kopi dilakukan dari penggunaan bibit unggul. Ada lebih dari 20 varietas kopi arabika yang ditanam di kebun itu. Dua varietas yang mendominasi adalah Andungsari 1 dan Komasti (Komposit Andungsari Tiga). Dua varietas itu adalah penerus varietas Sigarar Utang yang mendominasi tanaman kopi di Sumut.
”Sigarar Utang adalah varietas kopi yang bagus pada masanya. Saat ini ada generasi penerusnya, yakni Andungsari 1 dan yang terbaru adalah Komasti, varietas bandal yang dihasilkan Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao) melalui penelitian selama 27 tahun,” kata Surip.
Kebun kopi itu menggunakan pendekatan populasi tinggi dengan sistem pagar ganda segitiga. Dalam satu hektar memuat 2.810 lubang. Setiap lubang ditanami dua tanaman sehingga satu hektar bisa ditanami 5.620 batang kopi. Kebun kopi itu masih bisa tumpangsari. Sistem itu jauh lebih efisien dibanding yang diterapkan petani, yakni 2.000 tanaman per hektar.
Yang tidak kalah penting adalah penggunaan pohon penaung, yakni lamtoro. ”Di habitat asalnya di Etiopia, kopi tumbuh di bawah naungan hutan. Tanaman penaung membuat produksi lebih tinggi dan aroma kopi lebih kuat,” kata Surip.
Surip juga menerapkan pengendalian gulma secara regeneratif. Rumput yang sudah disiangi dijemur di antara tanaman. Setelah kering, rumput dimasukkan ke lubang rorak sebagai pupuk organik. Kebun itu tidak menggunakan herbisida. Dengan pertanian terpadu dan terintegrasi dengan peternakan, kebun kopi yang dulu berupa lahan marginal menjadi subur. Kebun itu sebelumnya lahan telantar yang hanya ditumbuhi semak.
Tantangan terbesar dari pengembangan kopi di Sumut, petani tidak percaya kopi bisa membawa kesejahteraan. Padahal, petani adalah ujung tombak industri kopi. Hasil kopi dianggap tidak menguntungkan sehingga banyak kebun kopi dibiarkan terbengkalai. Bahkan, banyak kebun kopi produktif diganti dengan tanaman pangan dan hortikultura.
Surip membuktikan kepada petani kalau kopi bisa memberikan kesejahteraan. Dengan hasil 2,3 ton beras kopi (green bean) per hektar per tahun dan harga Rp 100.000 per kilogram, pendapatan petani bisa mencapai Rp 230 juta per tahun. Penghasilan bersih petani bisa mencapai Rp 161 juta per tahun setelah dipotong biaya operasional dan investasi 30 persen.
Saya tidak memungut biaya untuk pelatihan petani. Tapi ada komanya, untuk makan-minum diurus sendiri. Maklum, saya pensiunan.
Syaratnya, petani harus profesional dalam bertani kopi dengan menerapkan prinsip pertanian terpadu dan cara budidaya yang baik (good agriculture practice/GAP). Pertani juga harus berpegang pada sains, teknologi, teknik, dan matematika.
Apa yang dilakukan Surip sangat penting untuk memajukan pertanian kopi di Sumut. Hampir setiap hari petani dari berbagai daerah seperti Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir, Toba, Tapanuli Selatan, hingga Aceh datang ke tempat itu untuk belajar bertani kopi.
”Saya tidak memungut biaya untuk pelatihan petani. Tapi ada komanya, untuk makan-minum diurus sendiri. Maklum, saya pensiunan,” kata Surip tertawa.
Indikasi geografis
Surip juga berjasa menggagas perlindungan hak atas kekayaan intelektual melalui pendaftaran indikasi geografis. Surip berperan mendorong lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, penyempurnaan dari UU Merek sebelumnya.
Surip terdorong dari pertanyaan petani kopi Toraja yang ingin menjual produknya dengan nama kopi Toraja sekaligus melindungi merek itu sebagai hak komunal. Dia meneliti perlindungan kopi arabika Kintamani Bali dan menjadi produk pertama yang terdaftar indikasi geografisnya.
Saya tahu persis kopi arabika Sumatera adalah kopi termahal di dunia dalam perdagangan skala besar.
Hingga Oktober 2023, sudah ada 132 produk yang telah didaftarkan indikasi geografisnya. Sebanyak 49 atau 37 persen di antaranya adalah produk kopi. Dengan adanya indikasi geografis, kopi dari berbagai daerah lebih dikenal dan bernilai lebih tinggi.
Pegiat kopi arabika Sumatera Lintong, Abdul Gani Silaban, menyebut, Surip menjadi harapan di tengah merosotnya pertanian kopi di Sumut. Tanpa praktik pertanian yang dilakukan Surip, petani menganggap kopi tidak menjanjikan lagi. ”Surip membuktikan petani bisa sejahtera dari kopi,” kata Gani.
Menjelang siang, aroma kopi menyeruak dari teras rumah Surip yang berada di tengah kebun kopi. Kopi yang diseduh dengan metode french press itu ditemani ubi goreng. Satu tegukan membawa pada cita rasa khas kopi yang kuat, tebal, keasaman medium, floral, dan aftertaste yang manis. Cita rasa itu yang membuat kopi arabika Sumatera mendunia, sekaligus menjadi kopi termahal di dunia.
”Saya bekerja di sektor perdagangan kopi dunia selama tujuh tahun. Saya tahu persis kopi arabika Sumatera adalah kopi termahal di dunia dalam perdagangan skala besar,” kata Surip.
Baca juga: Jelajah Kopi Nusantara
Surip lalu bersiap menerima rombongan pengajar dari Politeknik Pembangunan Pertanian Medan di rumahnya, rumah yang lebih mirip balai pelatihan dengan sebuah poster pohon genetik kopi terpampang di dinding teras.
Selain menjadi ”sekolah” untuk petani, kebun kopi yang berada di selatan Danau Toba itu juga menjadi tempat belajar bagi dosen, peneliti, hingga mahasiswa pertanian. Kebun kopi itu menjadi oase yang membangkitkan kembali pertanian kopi arabika Sumatera serta menyebarkan aroma dan dan kenikmatannya ke seluruh dunia…
Surip Mawardi
Tempat Tgl Lahir: Klaten 2 Mei 1956
S-1 Ilmu Pemuliaan Tanaman Universitas Gadjah Mada (UGM) Lulus 1980
S-2 Ilmu Pemuliaan Tanaman UGM 1985
S-3 Ilmu-Ilmu Pertanian UGM 1996
Prestasi: Ordre du Merite Agricole (The Order of Agricultural Merit) dari Pemerintah Perancis pada 2013 atas jasa penelitian aplikasi sistem Indikasi Geografis di Indonesia.