Robi Navicula dan Gerakan untuk Alam
Seniman dan alam saling terkait. Alam memberi ide, seniman menyerap dan berkarya. Menjaga alam jadi bentuk terima kasih.
Sebagai seorang musisi sekaligus motor band rock asal Pulau Dewata Bali, Navicula, I Gede Robi Supriyanto alias Robi (45), merasa banyak berutang pada alam serta lingkungan sekitarnya.
Ibarat sebuah cermin, kata Robi, alam membuat ia bisa menyerap dan memancarkan kembali semua inspirasi dalam wujud karya. ”Dengan begitu aku lantas merasa harus punya cara berterima kasih dan memberi kembali ke alam,” ujar Robi saat dijumpai, Minggu (19/5/2024), di Kuta, Bali.
Mengenakan hem berbahan lembut bermotif daun rapat berwana monokrom, celana jins, topi ala koboi, serta rambut panjang digerai, Robi terlihat santai. Dia memilih salah satu kafe di kawasan Kuta untuk bertemu.
Tempat itu dipilih lantaran berada lokasi kafe itu bisa dilewatinya dari rumah menuju studio latihan Navicula di pusat Kota Denpasar. Menurut rencana, setelah pertemuan itu, Robi dan rekan sebandnya akan berlatih.
Sekitar sepekan setelah hari pertemuan itu, Navicula dijadwalkan tampil di acara Water Vaganza. Kegiatan itu menjadi bagian dari rangkaian ajang World Water Forum 2024 Ke-10 yang digelar di Bali, 18-25 Mei 2024. Namun, Navicula akhirnya memutuskan membatalkan penampilannya di ajang itu sebagai wujud protes sekaligus bentuk solidaritas menyusul peristiwa pembubaran paksa kegiatan diskusi acara Forum Air untuk Rakyat (The People’s Water Forum/PWF) di Kota Denpasar, Senin (20/5/2024).
”Isu air sangatlah sensitif dan sudah seharusnya melibatkan partisipasi publik seluas mungkin,” ujar Robi, sebagaimana diwartakan Kompas.id.
Seperti lagu-lagu ciptaannya bersama Navicula, Robi bisa tampil keras dan mengentak. Begitu pun saat berbicara. Apalagi jika tema yang diperbincangkan adalah soal kecerobohan dan ketidakpedulian banyak pihak terhadap kelestarian alam dan lingkungan hidup.
Baginya, perjuangan untuk menjaga Bumi dan menjadikannya lebih baik adalah suatu keniscayaan yang harus selalu diupayakan. Manusia, menurut dia, bertanggung jawab pada keberlanjutan alam yang nantinya diwariskan kepada generasi berikutnya.
Tidak jadi soal apakah kelak upaya kerasnya menyuarakan persoalan alam akan berhasil atau gagal di masa mendatang. Bahkan, kalaupun gagal dan alam telanjur terlalu rusak untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya, Robi merasa masih dapat berdiri tegak dan dengan bangga menyatakan dirinya sudah berusaha sekeras yang dia mampu.
Baca juga: Motivasi Literasi Henry Manampiring
”Secara personal, setidaknya aku bisa bilang ke anakku dan generasinya, Hey, at least I tried my best. Aku sudah coba gitu, loh. Aku sudah berusaha semaksimal mungkin dan kamu pun sudah melihatnya sendiri!” begitu ujar ayah satu anak hasil pernikahannya dengan Lakota Moira ini.
Selama ini, Robi mampu menjadi pribadi yang konsisten antara perkataan dan perbuatan, walk the talk. Dia bahkan membangun pertanian organik sebagai simbol sikapnya yang pro pada alam.
Satu waktu saat ditelepon untuk diwawancarai, Robi sedang memetik hasil kebun organiknya untuk dimasak dan dimakan hari itu bersama keluarga.
Robi yang terpilih sebagai Asia Young Leader Award tahun 2016 ini, belajar secara serius tentang pertanian organik selama setahun di Navdanya University, India, tahun 2015. Secara spesifik, dia mempelajari tentang agro-ecology, biodiversity, dan conservation.
Semua itu terkait erat dengan konsistensinya mengupayakan dan menjaga, termasuk lewat karya-karyanya. Banyak lirik lagu Navicula yang mengusung tentang kepedulian terhadap alam. Tema-tema yang ia angkat dalam lagu juga ia sampaikan saat berbicara sebagai dosen tamu di beberapa kampus.
”Buatku, value dari topik ekologi dan lingkungan itu tinggi banget dan otentik sebagai branding Indonesia seharusnya. Kita punya hutan hujan dan keanekaragaman hayati. Semua itu seharusnya menjadi modal kekayaan kita,” ujarnya.
Tidak hanya lewat lagu dan pertemuan, berapa tahun lalu bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kopernik yang ditanganinya, Robi terlibat dalam pembuatan film dokumenter terkait isu lingkungan hidup. Film berjudul Pulau Plastik: Perjalanan dan Catatan untuk Masa Depan (2021) diproduksi bersama rumah produksi Visinema Pictures, Watchdog, dan Akarumput.
Yang terbaru, Robi mewakili Navicula tampil di ajang inisiatif global Sounds Right yang digelar jelang peringatan Hari Bumi di The Museum for the United Nations-UN Live di New York, Amerika Serikat.
Dalam ajang itu, Robi menampilkan karya kolaborasi dengan musisi Tanah Air, Endah N Rhesa. Bersama mereka, Robi membawakan karya bersama berjudul ”Segara Gunung”.
Beberapa artis internasional juga ikut terlibat di ajang itu, antara lain Ellie Goulding, Brian Eno dengan karya-karya mendiang David Bowie, UMI, dan V (personel BTS dari Korea Selatan).
Lagu ”Segara Gunung” memasukkan unsur suara alam hasil rekaman naturalis audio terkenal Martyn Stewart, yang dibuat puluhan tahun. ”Kami memasukkan unsur suara alam dan hewan yang terdengar dari hutan hujan dan samudra asal Indonesia yang telah direkam Stewart,” tambahnya.
Robi memuji inisiatif Stewart yang mendaftarkan dan memasukkan karya rekaman suara alam dari seluruh penjuru dunia ke salah satu platform musik digital. Siapa saja boleh menggunakan dan memanfaatkan perbendaharaan suara alam itu dengan membayar royalti.
Dana yang berhasil terkumpul dikembalikan dan digunakan untuk membiayai upaya-upaya pelestarian alam serta penyelamatan lingkungan hidup.
Buat Robi, hal seperti itu sesuai dengan pemikirannya tentang bagaimana seorang seniman harus berterima kasih sekaligus mengembalikan semua yang sudah didapat untuk kepentingan pelestarian alam.
Merangkul musisi lain
Belajar dari keikutsertaannya di ajang inisiatif global Sounds Right itu, Robi semakin bersemangat untuk mengajak lebih banyak seniman dan musisi lain untuk terlibat dalam kampanye lingkungan. Setidaknya mereka mau menunjukkan kepedulian dan belajar soal pelestarian alam.
Kesadaran untuk melibatkan teman-teman seniman dan musisi lain, lanjut Robi, secara tak langsung muncul dari kegalauannya ketika beberapa tahun lalu dihubungi gerakan global Music Declares Emergency (MDE). Gerakan global yang berkantor pusat di Inggris Raya itu tengah mengusung inisiatif ”No Music on a Dead Planet”.
Robi diajak karena tenar, buah dari ketekunannya membangun jejaring. Robi kaget ketika rekannya di MDE bertanya sekaligus heran kenapa tak ada satu pun seniman di tingkat Asia, terutama asal Indonesia, yang muncul dan bersedia bergabung.
Padahal, ada banyak artis lain asal Eropa dan Australia yang sudah tercatat sebagai artis yang peduli pada isu lingkungan hidup. Pihak MDE bahkan punya katalog berisi nama-nama artis yang paham dan mampu menyuarakan isu seputar lingkungan.
”Dari situ kami mendirikan sebuah forum Iklim alias Indonesian Climate Communications Arts & Music Lab sekaligus mendeklarasikan keberadaan MDE Indonesia,” kisah Robi.
Deklarasinya digelar bertepatan dengan Hari Bumi tahun 2023. Sebanyak 13 musisi bergabung dalam gerakan itu, antara lain Endah N Rhesa dan Iga Massardi dari Barasuara.
Tahun ini jumlah musisi yang bergabung bertambah dengan merapatnya Efek Rumah Kaca (ERK) serta Voice of Baceprot. ”Semua punya kepedulian yang sama soal lingkungan hidup,” ucap Robi.
Namun, semangat dan kepedulian saja ternyata belum cukup, Menurut Robi, para musisi harus benar-benar memahami dulu persoalan lingkungan agar bisa mengedukasi publik. Untuk itu, Robi menggelar sebuah workshop empat hari, yang diikuti para musisi tadi.
Hal seperti itu harus serius dilakukan, apalagi mengingat sampai banyak sekali hoaks beredar seputar isu lingkungan. Edukasi dalam bentuk workshop digelar terutama agar isu-isu berat dan spesifik tentang lingkungan menjadi lebih mudah dipahami dan terhubung dengan kehidupan sehari-hari para musisi.
Diskusi sebagai ajang transfer pengetahuan adalah cara efektif yang bisa dilakukan. Dengan memahami, para musisi yang terlibat bisa menjadi pihak yang kredibel dan menguasai isu-isu yang dibicarakan di masa mendatang.
Keterlibatan dan kemunculan mereka di tengah publik tidak lagi sekadar ditunjuk lantaran punya pengikut (follower) banyak dan pengaruh besar. Setidaknya, kata Robi, ketika mereka diwawancarai media dan ditanya kenapa suka anjing laut, jawaban yang diberikan bisa masuk akal.
Ke Iga, aku bilang kenapa enggak angkat isu terkait kondisi Bekasi yang tinggi tingkat polusi udaranya. Kan, dia tinggal sana.
”Jadi jawabannya bukan lagi sekadar karena anjing laut hewan yang lucu. Jawaban macam itu malah bisa menghilangkan keseriusan isu (lingkungan) sekaligus membuatnya dangkal dan murahan,” ujar Robi.
Dalam setiap diskusi dengan sesama rekan musisi, Robi berusaha menyederhanakan pemahaman tentang suatu isu sekaligus menjadikannya terhubung dengan musisi yang bersangkutan.
“Ke Iga, aku bilang kenapa enggak angkat isu terkait kondisi Bekasi yang tinggi tingkat polusi udaranya. Kan, dia tinggal sana. Atau bicara soal aktivitas bersepeda, yang juga baik untuk lingkungan karena tidak mengeluarkan emisi karbon,” tutur Robi.
Workshop selama empat hari itu pada akhirnya menelurkan sebuah album kompilasi, yang mereka beri judul Sonic/Panic. Album kompilasi itu digarap di bawah label yang mereka buat sendiri, Alarm Records.
”Anggap saja itu semacam (program) ’CSR’ dari kami, para musisi, untuk alam. Selama ini kami telah mengambil banyak dari alam dalam bentuk inspirasi, dan inilah cara kami mengembalikan. Ha-ha-ha,” ujarnya sambil tertawa lepas.
Baca juga: Toni Collette, Film dan Momen Penemuan Jati Diri
Gede Robi Supriyanto
Lahir: Palu, 7 April 1979
Pendidikan:
- SMA Negeri 2 Denpasar
- Diploma III Pusat Pendidikan dan Latihan Pariwisata (PPLP) Dhyana Pura, Denpasar
- Integrity and Good Governance Intensive Course di The Haag University, Belanda. (2015)
- Agro-Ecology, Biodiversity and Conservation IDEP Foundation, Bali, Indonesia (2010)
- International Permaculture Design Course
Istri: Lakota Moira
Anak: satu
Pencapaian: Asia 21 Young Leader oleh Asia Society (2016)