Marselina Walu dari Ngada, NTT terus menjaga mutu kopi arabica organik di tingkat internasional setiap lomba.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
Marselina Walu (49), perempuan asal Desa Radabata Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur tak pernah berhenti berjuang untuk mempertahankan kualitas kopi. Ia terus menorehkan prestasi di bidang pengembangan mutu kopi Ngada sampai ke tingkat internasional. Pada Februari 2024, Marselina Walu keluar sebagai juara II internasional dalam ajang Cup of Excellencekategori Predensial Winner di Thailand dan Korea. Sebelumnya, ia juga memenangi sejumlah lomba bidang kualitas kopi tingkat nasional dan internasional.
Marselina memiliki sertifikat sebagai ahli kopi tingkat internasional atau Q- Grader. Profesi Q- Grader diperolehnya di Australia 2016 atas dukungan NGO. Lembaga ini menfasilitasinya untuk belajar jenis-jenis kopi dan mutu kopi. Sertifikat Q- Grader diraihnya setelah sukses mengikuti ujian yang dipimpin langsung pengusaha dan penikmat kopi dari Amerika, Indonesia, dan Jepang.
Marselina terus mengembangkan kemampuannya dengan meraih sejumlah prestasi di bidang kualitas kopi bertaraf internasional. Tetapi ia tidak ingin sukses sendirian. Terlibat membentuk kelompok petani kopi beranggotakan 25 kaum perempuan, dinamakan Kahomasa, bernaung di bawah unit pengelolaan hasil (UPH) Berdikari, yang juga ia dirikan bersama anggota kelompok. Kelompok ini menghasilkan produk Kopi Wajamala.
Ia mengajarkan anggota kelompok petani kopi, bagaimana menghasilkan kopi berkualitas tinggi. Petani kopi tidak sekedar menanam kopi, dan membiarkan tumbuh begitu saja. Kopi harus mendapat perhatian khusus agar menghasilkan buah yang memuaskan semua penikmat kopi. Penikmat kopi tidak sekedar merasakan kopi tetapi menikmati efek yang diinginkan.
“Belum lama ini ikut kompetisi Cup of Excellence 2024. Pengumuman pemenang 8 Februari 2024, tetapi proses pendaftaran, seleksi dan lain-lain mulai Oktober 2023. Kompetisi kopi tingkat dunia. Saya keluar sebagai juara II kategori Presidensial Winner, dengan skor penilain juri dari luar negeri mencapai lebih dari 90,35,” kata Marselina Walu di Bajawa, Senin (27/5/2924).
Jumlah peserta dari Indonesia 207 petani kopi, termasuk beberapa petani kopi dari Bajawa dan Manggarai. Ia sendiri mengirimkan sampel kopi Arabica organic miliknya dari desa Radabata sebanyak 2,5 kg ke panitia di Jakarta, Oktober 2023. Kopi miliknya disebut Wajamala". Jumlah 207 petani kopi yang ikut lomba tersebut, hanya 31 yang lolos seleksi untuk melanjutkan kompetisi tingkat nasional.
Dari 31 peserta tingkat nasional ini, yang lolos ke tingkat internasional sebanyak 26 petani kopi dan 4 lainnya ikut lelang nasional. Marselina mengikuti kompetisi tingkat internasional, yakni di Thailand dan Korea. Ia mengirimkan 320 kg kopi ke kedua negara itu, dengan bantuan lembaga Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI). Tetapi yang berhasil dilelang sebanyak 283 kg kopi. Jumlah 37 kg digunakan untuk proses pengujian dan dikirim sebagai sampel ke calon pembeli.
Jumlah 283 kg ini dibagi dalam dua tingkatan, yakni A dan B, dengan maksud supaya bisa mendapatkan penawaran yang tinggi dari calon pembeli. “Jika kopi itu banyak penawaran, harga lelang makin tinggi,” katanya.
Kopi Wajamala tersebut laku dibeli sekitar Rp 307, 59 juta lalu dipotong 25 persen untuk biaya pengiriman, pajak, dan lain-lain sehingga diterima murni Rp 238 juta. Tidak ada lembaga mana pun yang membantu petani kopi setempat, termasuk kepesertaan dalam mengikuti lomba mutu kopi seperti Marselina Walu. Kopi milik Marselina inisebagian dibeli pengusaha Korea dan sebagian dibeli pengusaha Thailand. Kopi milik petani lain dibeli pengusaha dari Amerika, Jepang, dan Belanda.
“Semua proses kepesertaan saya mulai dari pengambilan kopi di pohon, proses persiapan mengikuti lomba, pengiriman kopi, dan seterusnya dilakukan secara swadaya. Tidak ada lembaga mana pun yang membantu. Saya terlibat bukan semata-mata mengejar untung tetapi ingin mengangkat harga diri para petani kopi Ngada dan nama besar kopi organic Arabica Ngada, yang sudah mulai terkenal sejak 2011 lalu,” katanya.
Sebelumnya, yakni 27 Februari 2022 ia memenangi lelang kopi internasional berlangsung di Bandung senilai Rp 577.000 per kg, kopi full wash. Kopi tersebut dibeli pengusaha Jepang, salah satu dari 121 pengusaha kopi yang ikut lelang secara daring. Jumlah kopi yang terjual saat itu sebanyak 217 kg dari total 250 kg kopi yang dibawa Marselina.
Kompetisi saat itu juga diselenggarakan Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI), perkumpulan para pelaku industri kopi. Peserta awalnya 158 petani kopi arabika dari seluruh Indonesia. Petani yang lolos di tingkat nasional sebanyak 79 orang, pada penjurian internasional ronde pertama lolos 36 orang, sedangkan pada ronde kedua 34 orang.
Lulusan SMAN Labuan Bajo Manggarai Barat ini mengatakan, tahun 2019 mengikuti lomba kebun kopi berproduksi tertinggi tingkat nasional. Ia pun keluar sebagai juara I nasional. Kopi Arabica organik miliknya mampu menghasilkan 6 ton kopi gelondongan. Masuk kategori produksi kopi organik tertinggi nasional. Ia pun ke Jakarta bertemu pertama kali Menteri Pertanian dan Presiden Joko Widodo saat itu.
Itu hasil kerja keras Marselina. Ia menuturkan, terlibat di perkebunan kopi tidak asal menanam, lalu menunggu sampai kopi berbuah. Ia harus peduli penuh pada tanaman itu. Setiap pagi, pukul 06.00 Wita sudah berada di kebun kopi. Memantau kondisi kopi, menyemprot semut dan serangga lain, dan membersihkan rerumputan. Dahan dan ranting kering dipotong, dan yang menjulang lebih dari 4 meter dipangkas.
”Saya paling khawatir kalau buah kopi yang masih muda dihinggapi serangga akhirnya menghasilkan biji kopi yang tidak berkualitas. Ini, yang dilupakan dan diabaikan kebanyakan petani kopi. Biji kopi berkwalitas harus muncul dari kepedulian tinggi oleh pemeliharanya, termasuk bagaimana cara menghasilkan buah kopi tunggal berkwalitas sejak berbunga sampai berbuah,” kata Marselina.
Melalui kerja keras Marselina, kopi arabica organic dari Ngada pun semakin dikenal di mancanegara. Kopi ini sudah mendapat pasaran tetap untuk pengusaha kopi di Jepang, Amerika, Korea, Thailand, Kanada, dan lainnya. Ia pula mendorong sejumlah petani kopi setempat untuk terus menciptakan dan menjaga kopi Arabica organic berkualitas tinggi. Melalui sejumlah pelatihan yang diberikan kepada kelompok tani, yang sebagian besar beranggotakan perempuan.
Kepala Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Ngada Wilybrordus Addjo mengatakan, perhatian Pemda terhadap kopi arabica di Ngada terus dijalankan setiap tahun. Tahun 2024, misalnya, pemda menyediakan lebih dari 30.000 anakan kopi arabica untuk dibagikan kepada para sejumlah kelompok petani kopi di Bajawa dan Golewa. Anakan kopi ini disiapkan di UPT Pembenihan milik Pemda.
"Memang kita akui bahwa lahan-lahan kopi semakin tergerus akibat alih fungsi lahan kopi yang ada. Karena itu, saat ini Pemda sedang menyiapkan Perda untuk menjaga, merawat, dan memperluas lahan kopi arabica yang sudah mendunia ini," kata Wily.
Selain itu, pemda juga membantu kelompok-kelompok petani kopi untuk lebih berkembang. "Pemda juga berdayakan kelompok-kelompok petani kopi, yang belum bisa mandiri. Mereka yang sudah mandiri secara ekonomi dan telah membangun jaringan pemasaran atau terlibat dalam sejumlah even kopi nasional dan internasional, Pemda percayakan kepada mereka saja. Pemda mendorong petani dan pengusaha kopi yang baru mulai di bidang perkebunan kopi ini," katanya.
Pemda Ngada juga berencana akan menggantikan pohon pelindung, yakni tanaman dadap yang sudah berusia di atas 30 tahun, diganti dengan tanaman lamtoro. Tanaman lamtoro ini, selain sebagai pelindung juga daunnya untuk pakan ternak. Daun lamtoro yang gugur pun sebagai pupuk yang menyuburkan tanaman kopi.