Toni Collette: Film, Momen Penemuan Jati Diri
Toni Collette (51) berbagi pengalaman perjalanan penemuan jati dirinya melalui film.
Tiap orang punya cara masing-masing untuk menemukan jati dirinya. Aktris Toni Collette (51), yang pernah dihantui rasa tak percaya diri dan rendah diri, belajar berempati dan mengerti diri justru melalui aneka peran yang diperolehnya di film. Tanpa disadarinya, ia terus bertransformasi melalui kontemplasi perannya untuk memahami jati dirinya.
Senyumnya merekah ketika naik ke atas panggung kelas lokakarya di Qumra 2024 yang diselenggarakan di Museum of Islamic Arts, Doha, Qatar, Jumat (1/3/2024). Ia menjadi pembuka rangkaian kelas pada acara inkubator bakat untuk pembuat film Arab dan internasional hari itu,
Pemilihan Collette sebagai pembicara pertama dalam rentetan kelas selama sepekan memang tepat. Kehadiran aktris yang telah berkarier selama 23 tahun ini mampu membuka mata para peserta yang datang, betapa film dan seni peran bukan hanya tentang silau lampu sorot popularitas, melainkan juga cara mengenali diri yang efektif.
”Aku sudah berdamai dengan diri sendiri dan tidak lagi terpengaruh oleh apa pikiran dan perkataan orang lain dari banyak peran bersama meditasi yang rutin aku jalani. Bahkan seni peran ini juga sudah kuanggap sebagai momen meditasi tersendiri,” ungkap Collette bersemangat.
Semula, ia mengaku hanya remaja perempuan Australia yang bingung dengan arah hidupnya. Apalagi dengan kondisi keluarganya yang serba terbatas, Collette berhati-hati dalam memiliki cita-cita. Ayahnya berprofesi sebagai sopir truk antarkota dan ibunya sebagai customer service yang hari-harinya dihabiskan menerima komplain pelanggan.
Akan tetapi, keinginannya untuk masuk ke dunia seni sukar ditahan ketika dirinya berada di bangku SMA, Blacktown Girls High School. Di sini pula, ia merasa jatuh cinta pada tap dance dan dunia teater musikal yang kelak menjadi bekalnya dalam menjejak dunia hiburan di negeri kanguru hingga menembus Hollywood.
Meski secara ekonomi tak mapan, kedua orangtuanya berupaya untuk mendukung mimpi dan bakat sang anak. Collette yang mulai menunjukkan perkembangan lewat teater sekolah akhirnya dipindahkan ke Australian Theatre of Young People. Keputusan orangtuanya tepat adanya. Sulung dari tiga bersaudara ini mencuri perhatian.
Spotswood (1991) merupakan film pertamanya setelah berpindah dari panggung teater ke panggung teater lainnya dan dari serial ke serial lainnya. Bersama Anthony Hopkins dan sesama aktor pendatang baru kala itu, Russel Crowe, Collette beradu peran. Meski sebagai peran pendukung, kemampuan aktingnya diapresiasi. Ia masuk nominasi sebagai Aktris Pendukung Terbaik di Australian Academy of Cinema and Television Arts Awards (AACTA) 1991.
Baca juga: Kanti W Janis, Pemberontak Kutu Buku
Lalu, dalam film keduanya, Muriel’s Wedding (1994), Collette langsung mendapat peran utama. ”Oh tidak, itu aku. Tak ada yang berubah, ya? Ha-ha-ha.... Aku tak menyangka saat itu. Tapi saat itu, entah bagaimana terasa mudah, karena peran yang kuperoleh sesuai dengan usiaku saat itu dan apa yang terjadi di sekelilingku,” jelas Collette sembari tertawa melihat masa mudanya seusai melihat cuplikan adegan dari Muriel’s Wedding yang diputar di layar kelas hari itu.
Akan tetapi, ucapan Collette ada benarnya. Dari segi fisik, Collette tak banyak berubah. Kerutan halus jelas terlihat di wajahnya, tapi guratan ekspresinya tetap sama seperti ketika ia memerankan Muriel. Dari sini, langkahnya kian lebar menjangkau Hollywood setelah menjadi nomine untuk Aktris Terbaik untuk kategori film musikal/komedi di Penghargaan Golden Globes (1996).
Penjelajah
”Semuanya seperti kembali ke awal, tapi memang begitu perjalanan seni peran. Lagi pula, menariknya dalam sebuah film atau produksi seni apa pun tak bisa dilakukan sendiri. Pemeran utama tak akan bersinar tanpa para pendukungnya bukan? Jadi, peran apa pun yang kuperoleh, semuanya pasti berharga,” tutur Collette yang juga tak membatasi genre filmnya.
Keyakinan dan pola pikirnya ini mengantarkannya pada berbagai pencapaian. Pada 2000, ia menjadi nomine Aktris Pendukung Terbaik di ajang Academy Awards lewat film The Sixth Sense (1999) besutan M Night Shyamalan yang dimainkan bersama Bruce Willis dan Haley Joel Osment.
Dari film bertema psikologi thriller, Collette lagi-lagi memukau di Little Miss Sunshine (2006) yang bergenre komedi gelap. Melalui film ini, ia masuk nominasi Aktris Terbaik di Penghargaan Golden Globe untuk kedua kalinya. Secara keseluruhan, Collette menjadi nomine di Golden Globe sebanyak lima kali. Dari jumlah tersebut, Collette akhirnya membawa pulang titel Aktris Terbaik dari Golden Globe dalam serial United States of Tara (2009-2011) yang bergenre drama.
Pemeran utama tak akan bersinar tanpa para pendukungnya bukan? Jadi, peran apa pun yang kuperoleh, semuanya pasti berharga.
”Bertemu dengan banyak orang, menyelami tiap peran dengan problemnya masing-masing, memainkan emosi yang berbeda dari tiap genre ini membawaku pada sudut pandang yang berbeda mengenai hidup. Alih-alih kehilangan jati diri, aku malah menemukannya,” ucap Collette.
Terlebih ia menyebut pendalaman tiap peran itu layaknya momen meditasi. ”Akting secara umum cukup meditatif bagiku. Aku tidak tahu bagaimana melakukannya karena semuanya mengalir. Bahkan aku merasa tidak melihat kamera. Aku hanya sepenuhnya berada di dunia yang ada saat itu dan menjadi sangat hadir melebur dalam peran itu. Aku bermeditasi sekarang dan melihat betapa miripnya latihan tersebut,” katanya selepas melihat cuplikan film Miss You Already (2015), saat ia menjadi orang dengan kanker.
Baca juga: Jalan Oscar Motuloh Memperpanjang Ingatan
Baginya, tiap peran membawa pembelajaran tersendiri. Bagaimana dirinya melihat protagonis, antagonis, hingga tokoh yang abu-abu mengantarkannya pada dirinya lebih ringan menjalani hidup. Ia tak menampik, awalnya ada ego yang mendorongnya agar terlihat hebat dengan penjelajahannya ke berbagai genre. Namun, pada satu titik, ia menyadari bahwa seni peran ini sangat mendasar dan sakral, bukan sekadar mengejar popularitas yang semu.
”Karena itu, yang terpenting adalah aku, bukan pendapat orang lain lagi. Ini aku terapkan dalam menentukan peran yang mau aku mainkan. Sekarang, tahapannya sudah sampai ke titik bahwa aku tahu siapa aku. Dan aku ingin melindungi itu dan aku ingin menjalani hidupku sendiri,” ungkap Collette yang bermain juga di genre horor dalam Hereditary (2018).
Fase baru
Kini, Collette juga menjajaki pengalaman sebagai produser di bawah bendera perusahaannya, Vocab Films. Setelah mengisi kelas di Doha, Qatar, ia langsung terbang ke Perancis untuk mencari lokasi shooting film terbarunya, A French Pursuit. Film bergenre drama komedi ini merupakan sebuah remake dari film komedi hit Perancis tahun 2020, My Donkey, My Lover & I atau dalam bahasa Perancisnya berjudul Antoinette Dans Les Cévennes.
Aku tidak mau hanya menjadi seorang aktor. Menjadi seorang aktor sebenarnya adalah bagian yang sangat kecil dari proses pembuatan film.
Collette yang juga tetap membintangi film ini bekerja sama dengan New Sparta Productions. Ini adalah produksi ketiga Collette bersama Catherine Hardwicke dan Christopher Simon yang menggawangi New Sparta Productions. Sebelumnya adalah Miss You Already (2015) dan Mafia Mamma (2023). Selain itu, ia pun mencoba duduk di bangku sutradara.
”Dari sini, aku banyak belajar bagaimana menyatukan film dari adegan pertama. Aku tidak mau hanya menjadi seorang aktor. Menjadi seorang aktor sebenarnya adalah bagian yang sangat kecil dari proses pembuatan film,” ujarnya yang kini tengah sibuk dengan Writers and Lovers, adaptasi dari novel Lily King.
Toni Collette
Lahir: Sydney, Australia, 1 November 1972