Anggun dan Mimpi-mimpi yang Tersisa
Penyanyi Anggun berbagi cerita tentang persiapan konsernya mendatang, #EnchantingANGGUN, pada 28 Juli 2024.
Setelah lama tak bersua, Anggun akan melepas rindu dengan penggemar Indonesia dalam perhelatan konser solo pada tahun ini. Bertema #EnchantingANGGUN, konser ini akan berlangsung pada 28 Juli 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta.
Lahir pada 1974, Anggun adalah artis kelahiran Indonesia yang sukses mendapat pengakuan internasional. Ia memulai karier sebagai bintang cilik lalu memutuskan berkarier di kancah internasional. Anggun lalu pindah ke Perancis untuk mengejar debut musik di Eropa pada usia 20-an tahun.
Anggun mulai mencuri perhatian dunia internasional ketika lagu single-nya, “Snow On The Sahara”, akhir 1990-an. Sang penyanyi selanjutnya merilis album debut internasional di 33 negara yang terjual lebih dari dua juta unit.
Karier Anggun telah mendapat pengakuan di berbagai negara, termasuk Indonesia, Italia, Perancis, Malaysia, Swiss, Filipina, Amerika Serikat, Singapura, dan masih banyak lagi. Selain bermusik, ia juga menjadi juri di sejumlah kompetisi mencari bakat, termasuk Asia’s Got Talent.
Menjelang konser, dengan Flashback Motion sebagai promotor, Anggun mampir sebentar di Indonesia. Penyanyi cantik ini menyibak sedikit cerita tentang persiapan acara, perjalanan karier, dan pengalaman hidupnya selama ini dalam wawancara di Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Jumat (3/5/2024).
Selama perbincangan itu, Anggun menunjukkan dirinya tetaplah Anggun yang dulu. Rambutnya hitam panjang, kulitnya sawo matang, dan suaranya tegas. Senyum manis di wajah sesekali muncul diiringi tawa lepas. Sang diva tetap rendah hati dan apa adanya.
Berikut cuplikannya wawancara Kompas bersama Anggun:
Setelah terakhir tahun 2019, akhirnya Anggun akan kembali menggelar konser solo di Indonesia. Apa yang menjadi latar belakang konser kali ini?
Sebenarnya, aku kepingin setiap lima atau enam tahun konser. Dan memang sebelum-sebelumnya, konser pertama tahun 2006, konser kedua tahun 2011, konser ketiga tahun 2019, dan sekarang konser 2024. Jadi, ya, memang ada jeda lima tahun. Aku buat konser ini sebenarnya kasihan sama fans karena, setiap kali posting di media sosial, mereka tanya kapan konser lagi gitu.
Bentar, ya, karena ini bukan cuma persiapan, melainkan juga ada banyak hal dari segi venue harus tepat, promotor harus tepat, sponsornya harus ada. Banyak sekali hal untuk membuat satu konser itu rumit. Dan syukur, alhamdulillah, bisa konser tanggal 28 Juli nanti.
Apa yang spesial dari konser ini?
Ya setiap konser penginnya spesial, dong, dan ini kali keempat konser. Tiga konser tunggal sebelumnya sangat berubah-ubah karena musisinya beda, venue-nya juga beda, bintang tamunya juga beda. Dan akan tahunya perbedaannya pas kita mulai melaksanakannya, pas kita mulai latihan karena pasti treatment untuk lagu-lagu akan beda.
Kali ini, aku main dengan mas Andi Rianto dan Magenta Orchestra. Dengan 50-an musisi, konser ini kesannya akan megah. Lagu-laguku akan disulap, yang rock mungkin akan dibuat rock orkestra. Inilah makanya aku geregetan karena belum latihan jadi semuanya masih di teori. Yang jelas kami akan membuat sesuatu yang para fans senang. Itu pekerjaan rumahku.
Ada bocoran lagu-lagu yang akan dibawakan?
Lagu-laguku banyak, ya. Pokoknya semua yang mewakili dari banyak dekade dari tahun 1990-an, 2010-an, sampai sekarang. Jadi, aku sekarang sudah empat dekade bermusik jadi otomatis enggak bisa membawa semua lagu, jadi diseleksi. Mungkin sekitar 20 lagu.
Apa bisa dibilang konser ini menjadi momen untuk memperkenalkan ulang Anggun ke generasi muda?
Aku sama sekali enggak punya strategi seperti itu karena aku bukan artis baru. Kalau artis baru harus punya strategi untuk menaklukan pasar.
Aku termasuk penyanyi yang beruntung karena mempunyai lagu-lagu dari 1990-an sampai sekarang. Aku lihat banyak acara, seperti X Factor, dan The Voice, banyak sekali penyanyi menyanyikan lagu-lagu aku dan banyak dari mereka yang otomatis dari Generasi Z. Terus anak-anak kecil yang sering sekali mengirim DM menyanyikan lagu ”Mimpi” dan ”Tua Tua Keladi”. Padahal, ya ampun, itu lagu tahun 1990-an dan orangtua mereka juga mungkin baru lahir. Sampai sekarang mereka masih menyanyikan lagu-lagu itu.
Baca juga: Mimpi dan Persahabatan Ardhito Pramono Menyatu di Java Jazz Festival
Ini yang membuat aku berpikir, kalau satu lagu atau satu penyanyi yang sudah lintas generasi, mau diperkenalkan sebagai apa lagi? Aku sama sekali enggak punya strategi ke situ karena sudah punya fanbase.
Banyak lagu-lagu Anggun yang ”timeless”.
Kepenginnya begitu. Kebetulan aku termasuk artis yang beruntung karena mempunyai banyak lagu yang masuk evergreen (tak lekang waktu) di Indonesia, termasuk ”Mimpi” dan ”Tua Tua Keladi”. Ada teman-temanku yang bilang semua orang tahu lagu ”Indonesia Raya” dan ”Tua Tua Keladi”. Kayaknya berlebihan banget, tapi sebenarnya enggak juga sih, ha-ha-ha. Soalnya, setiap kali aku bawakan lagu itu, semua orang senang dan tahu berapa pun usianya.
Dalam berkarya, Anggun bisa menciptakan karya dalam tiga bahasa, yakni Inggris, Perancis, dan Indonesia. Apakah setiap lagu dalam bahasa ini mempunya proses pembuatan dan pendekatan yang berbeda agar pesan lagu yang ingin disampaikan bisa tetap tersampaikan?
Bahasa itu hanya kendaraan, yang penting kan isinya. Jadi, yang mau diceritakan itu apa. Dari dulu, aku berpikir penting sekali membuat lirik yang berisi dan ada maknanya. Jadi, apa pun bahasanya, kalau makna dan isinya tepat, pesannya mudah-mudahan akan tetap sampai pada pendengar. Apalagi, di zaman sekarang yang enggak ada lagi kaset, CD, lagu akan mengena dan selalu diingat meskipun mungkin mereka enggak ingat setiap kata-katanya. Mereka akan ingat esensi dan rasanya.
Selain bermusik, Anggun juga menjadi juri acara kompetisi di berbagai negara, termasuk Singapura, Perancis, dan Belgia. Bagaimana rasanya menjadi juri?
Sebenarnya pengalaman pertama aku menjadi juri itu waktu X Factor di Indonesia tahun 2013, sudah lama. Setelah itu, aku jadi juri Indonesia's Got Talent, Asia's Got Talent, The Voice, Mask Singer, dan Starmaker. Senang saja karena banyak sekali artis menjadi juri di ajang-ajang kompetisi yang dilihat banyak orang untuk tetap relevan. Sebenarnya untuk aku ini fun dan senang bisa melihat talenta-talenta baru, aku selalu kagum melihat talenta yang ada di depan mata. Kalau mereka ingin mendapat input aku, ya, aku senang.
Apa tips yang biasa Anggun bagikan ke penyanyi baru?
Jadi diri sendiri, sih. Ini yang paling mahal karena menjadi orang lain itu gampang. Nyontek itu gampang, tapi menjadi diri sendiri itu susah.
Bagaimana pengalaman Anggun berkarya di tempat yang berbeda-beda dengan ekspektasi berbeda?
Ekspektasi, sih, enggak beda, selalu sama. Kalau dari label, mereka ingin albumnya laris, promotor konser ingin konser laris. Sebagai artis, ekspektasi aku adalah publik bahagia, tapi dengan cara yang paling penting bagi aku itu tetap jujur. Dalam artian, enggakhanya melulu segi bisnis, tetapi juga dari showmanship dan sisi kreatifnya enggak boleh lupa. Harus selalu jujur.
Ini lagunya beneran bagus buat kamu atau pasar? Apakah lagunya bisa merepresentasikan dirimu, pikiranmu, siapa kamu sebenarnya hari ini atau tidak? Atau hanya bagus untuk pasar? Apakah lagu ini bagus untuk market dan bagus untuk kamu? Banyak sekali pertanyaan kayak gitu di dalam kepala artis.
Anggun sudah berkarier selama empat dekade. Dari awal menyanyi di tahun 1980-an. Apakah Anggun pernah berpikir bahwa karier Anggun akan sampai pada titik ini?
Enggak, sih. Dulu mimpinya ingin menjadi penyanyi sukses yang menghibur banyak orang dan menghiburnya juga bukan di satu negara, melainkan di banyak negara. Kepinginnya begitu. Tapi, antara angan-angan, mimpi, dan teori itu banyak sekali jalan yang harus dilakukan.
Aku merasa beruntung, beneran, pada saat itu mungkin keluar dari Indonesia pada waktu yang tepat. Umur aku waktu itu masih 21 tahun dan saat itu enggak ada sosial media, gak ada Youtube. Jadi, segala sesuatu itu dirintis dari bawah. Aku harus bikin demo, cari studio, nyewa musisi-musisi untuk bikin musik. Terus aku harus bikin CD, telepon ke label-label, terus minta appointment untuk dengerin CD-nya bagus atau enggak. Mereka mau sign apa enggak? Itu benar-benar pelan-pelan dari bawah.
Yang kayak gitu udah enggak ada lagi di dunia sekarang. Namanya old school. Jadi, cara aku memulai karier di luar seperti itu. Dari bawah dan instan. Mungkin karena itulah setiap tahap yang aku dapatkan, atau setiap kesuksesan kecil atau besar, aku bersyukur sekali karena merasakan bagaimana beratnya dari dulu.
Dengan banyak pengalaman internasional, Anggun sekarang menjadi seorang kosmopolitan karena Anggun telah terekspos banyak budaya berbagai bangsa. Bagaimana eksposur itu memengaruhi identitas Anggun dan memengaruhi Anggun berkarya atau menyikapi sesuatu?
Sebenarnya, identitas aku di mana pun aku berada tetap sama. Walaupun aku menyerap kultur-kultur lain, anak aku lahir di Perancis, masuk sekolah publik di Paris. Namanya dia Kirana, bukan Elizabeth atau yang lainnya. Dia tetap bisa berbahasa Indonesia karena aku ngomong sama dia dengan bahasa Indonesia walaupun dia tidak punya teman ngobrol bahasa Indonesia di Perancis. Kalau suatu hari anakku tidak bisa bahasa Indonesia, itu salah aku.
Baca juga: Jessica Jung, Kenyataan Dunia Fiksi K-Pop dalam ”Shine”
Jadi, ini memang sesuatu yang selalu aku junjung tinggi. Karena bangsa itu bukan darah, bukan letak geografis, dan bukan warna paspor, melainkan identitas kamu. Misalnya, aku sampai sekarang fasih dalam bahasa-bahasa lain, tapi tetap aja kalau mikir dan ngitung pakai bahasa Indonesia. Tetap aja kalau enggak makan nasi masih laper. Yang kayak gitu kan kita enggakbisa dibuat-buat karena memang dari dulu seperti itu.
Aku agak prihatin kalau setiap kali datang ke Indonesia lihat anak-anak yang lahir di Indonesia dengan orangtua Indonesia dan berpaspor Indonesia, tetapi enggak bisa ngomong Indonesia; sedangkan aku dicecar sana sini karena ganti kewarganegaraan, tapi anakku bisa loh berbahasa Indonesia. Jadi, sebenarnya tingkat kebanggan pada suatu bangsa itu ada di mana? Apakah lebih penting warna paspor atau mempertahankan identitas?
Setelah berkarier selama empat dekade, apakah masih ada mimpi lain yang Anggun ingin wujudkan?
Banyak, sih. Sekarang sebenarnya aku sudah enggak hanya melulu di musik, tapi merambat ke dunia akting. Baru-baru ini, aku mengikuti komedi musikal. Tahun ini, aku main salah satu komedi musikal bahasa Inggris di Italia yang judulnya Jesus Christ Superstar. Itu ada filmnya tahun 1970-an dan terkenal di Amerika dan Eropa. Ini termasuk musikal yang sangat legendaris dan ikonik. Ini semacam pertunjukan Broadway dan pengalamannya beda, ya. Kalau konser tunggal itu tanggung jawabnya sendiri walaupun banyak bintang tamu atau musisi. Kalau di musikal, kita berbagi dengan pemeran-pemeran lain. Ini kali kedua pengalaman aku. Jadi, senang dapat pengalaman seperti ini.