Syamhudi, Kepedulian untuk Sungai Putat
Syamhudi (42) memotori berdirinya Kreasi Sungai Putat yang merupakan wadah rembuk warga. Kemudian dalam perjalanannya Kreasi Sungai Putat diinisiasi menjadi gerakan kepedulian terhadap lingkungan.
Syamhudi (42) memotori berdirinya Kreasi Sungai Putat yang merupakan wadah rembuk warga untuk gerakan kepedulian lingkungan. Pembuatan pupuk kompos, budidaya maggot dan pelestarian gambut menjadi wujud kepedulian komunitas.
black soldier fly
Sampah yang dihimpun dari parit dan lingkungan sekitarnya dikelola di wilayah yang bisa menampung sampah 1 ton-2 ton per bulan. Dari jumlah sampah tersebut diolah menjadi pupuk kompos sebanyak 400 kilogram.
”Ketika warga ingin menggunakan kompos, datang ke demplot KSP. Ada yang beli, ada juga diberi gratis. Untuk masyarakat setempat diberi gratis. Mereka bisa menggunakan pupuk atau maggot,” ujar Syamhudi.
Maggot juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak unggas dan ikan. Sementara pupuk kompos dimanfaatkan untuk lahan pertanian masyarakat. Syamhudi menunjukkan lahan pertanian warga di Kampung Gambut, Sungai Putat Dalam, Siantan Hilir, sekitar 10 menit dari Sekretariat KSP.
Persediaan kompos diharapkan bisa menjawab kebutuhan pupuk petani. KSP menggandeng Badan Usaha Milik RW (BUMRW) untuk penggunaan kompos tersebut. ”Hasil pertanian bisa untuk ketahanan pangan keluarga juga, pemanfaatan pekarangan rumah, dan mendongkrak ekonomi. Ada sekitar 36 warga memanfaatkan pupuk kompos yang diproduksi KSP. Kami mendorong ekonomi sirkular,” ujarnya.
KSP terbentuk berawal dari wadah rembuk-rembuk warga. Kemudian diinisiasi pada tahun 2011 menjadi gerakan peduli lingkungan dengan pendekatan parit. KSP mengagendakan bersih-bersih parit dua bulan sekali hingga kini.
Daerah itu dinamakan Sungai Putat karena dulu banyak pohon putat (Planchonia valida). KSP menanam 100 pohon putat pada tahun 2016 di sekitar parit daerah Sungai Putat. Jejeran pohon berfungsi sebagai penahan abrasi sekaligus ikon kawasan tersebut. Bunga pohon putat bisa dipakai untuk pakan ikan.
Syamhudi berharap parit jangan dikorbankan untuk ruang publik lainnya agar tidak semakin menyempit. Hal itu mengingat karakteristik Kota Pontianak di antara kesatuan hidrologis gambut, parit harus lebar.
Di awal gerakan, Syamhudi mengajak dua orang bergabung KSP. Mereka peduli dengan lingkungan sekitarnya. ”Proses mengajak warga gotong-royong saja memerlukan waktu sekitar tiga tahun. Itu belum bergerak, baru proses mengajak. Bentuknya ngobrol dan pendekatan tokoh masyarakat,” ungkap Syamhudi.
Aksi pertama dilakukan dengan gotong royong membersihkan sekitar lingkungan yang dilanjutkan dengan pemasangan keramba jaring penghalau sampah di parit. Meskipun pada awalnya baru dilakukan di satu RT. Memasuki tahun keempat, jangkauan pemasangan jaring penghalau sampah melebar ke satu RW.
Dalam perkembangannya, di RW yang tidak memasang jaring penghalau sampah ternyata ada persoalan berupa sampah yang menumpuk dan berbau. Jaring yang telah terpasang sebelumnya tanpa sepengetahuan jebol.
Ruang diskusi
Syamhudi mengevaluasi gerakannya. Ia menyadari gerakan itu perlu ruang-ruang diskusi lebih mendalam, baik secara terbuka, tertutup, maupun untuk umum. Diskusi menjangkau ibu-ibu pengajian dan anak-anak melalui sebuah sanggar.
Dialog dibangun untuk membuka pikiran tentang apa fungsi parit. Dalam pertemuan kala itu ia menjelaskan, parit banyak sampah, padahal masih digunakan untuk warga mandi.
Dalam beberapa dialog juga, Syamhudi mengatakan kepada warga kalau parit tetap dibiarkan kotor akan semakin parah. Syamhudi pun menggali nostalgia warga mengenai parit zaman dahulu yang bersih, banyak ikan, udang, dan biota endemik lainnya.
Dalam diskusi itu juga ia bertanya apakah sekarang parit ada perubahan, seperti dangkal, kotor, biota endemik tidak ada lagi, dan ada sampah. Hal itu ia tanyakan sebagai bentuk refleksi kepada masyarakat.
Dari refleksi itu, kemudian apa yang harus dilakukan. Maka, KSP mengajak warga gotong royong. Memasuki tahun keenam, Syamhudi mengajak warga memahami fungsi ekologis parit.
Saat KSP berusia tujuh tahun, mereka mengadakan Festival Parit untuk mengapresiasi masyarakat yang sadar dengan lingkungan. Setiap RW bergiliran menjadi tuan rumah festival. Selain itu untuk meningkatkan partisipasi terhadap lingkungan dan menyebarluaskan pentingnya menjaga parit.
Festival Parit juga diharapkan memperkuat gerakan terhadap parit dan lingkungan. Dalam festival, ada beberapa agenda antara lain pentas seni budaya, seperti tarian dan puisi tentang parit. Ada juga nostalgia parit kota, rembuk warga ide kota masa depan, dan ekspo kota rasa desa menghadirkan produk dari warga. ”Festival Parit pernah dilaksanakan empat kali sebelum pandemi. Tahun depan, direncanakan Festival Parit akan dilaksanakan kembali,” kata Syamhudi.
Budidaya maggot
Bukan hanya bergerak di bidang lingkungan, KSP juga memperkuat gerakan ekonomi sosial budaya masyarakat. Awalnya, berkolaborasi dengan bank sampah, tetapi tidak berjalan baik. Lalu muncul ide budi daya maggot.
Untuk memulai budidaya maggot, KSP melakukan riset di pekarangan rumah warga pada tahun 2018. Kemudian diberi nama unit kegiatan pekarangan, sub unit yang fokus pada maggot. Ada 11 orang di KSP yang mengolah sampah untuk budidaya maggot.
Setelah riset setahun maggot tidak hanya mengurai sampah dan memberikan solusi terhadap sampah. Maggot menghasilkan dua produk, yaitu kompos dan pakan ikan dan unggas. Setelah budidaya maggot berkembang, Syamhudi mendorong warga membuat skema bank sampah. Saat ini, bank sampah dijalankan tujuh orang dengan menggunakan dua unit kendaraan roda tiga untuk angkutan sampah. Bank sampah mengangkut sampah dari rumah-rumah, lalu dipilah sampah organik dan sampah anorganik. Untuk sampah yang tidak bisa diolah, akan diangkut ke TPA.
KSP juga menginisiasi gerakan Ibu-ibu untuk mengangkat kuliner dan konfeksi bagi yang memiliki keahlian menjahit. Keahlian membatik difasilitasi untuk membuat batik. Perempuan juga bagian dalam gerakan. Mereka juga dilibatkan dalam pameran usaha mikro, kecil, dan menengah.
KSP juga bergerak di tingkat hulu untuk mendorong kelestarian gambut. Mereka membuat skema budidaya dan konservasi gambut. Teknisnya dengan pertanian sayur-sayuran di Kampung Gambut Siantan Hilir. Ada juga Badan Usaha Milik RW (BUMRW) yang salah satu kegiatannya ekoeduwisata. Wisata alam untuk mengenalkan fungsi-fungsi gambut baik yang konservasi maupun budi daya konsep pelestariannya. Kemudian mengenalkan air dan tanah gambut.
Rangkaian inilah ekonomi sirkular atau Syamhudi menyebutnya ekonomi hijau bersama. Bentuknya satu kesatuan saling terkait, mulai dari maggot, dijadikan pupuk, suplainya untuk pertanian. Maggot bisa untuk peternakan dan budidaya ikan. Sampah dikelola dari rumah masyarakat dengan skema bank sampah.
Sejauh ini yang sudah dihitung, nilai ekonomi budidaya maggot dalam kondisi normal menurut Syamhudi berkisar Rp 5 juta-Rp 7 juta per bulan. Sedangkan nilai ekonomi dari bank sampah sekitar Rp 9 juta per bulan.
Berkat gerakannya, KSP pernah mendapatkan sejumlah penghargaan, salah satunya penghargaan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kategori Komunitas Peduli Sungai tahun 2019. Kemudian penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup kategori Kampung Iklim Utama tahun 2019.
Baca juga:Alvin Raditya Tanto, Inovasi Kaki dan Tangan Palsu
Syamhudi
Lahir: Pontianak, 21 September 1981
Pendidikan:
- Madrasah Ibtidaiyah Miftahussa'adah Pontianak (1990-1992)
- SDN 09 Kartiasa Sambas (1992-1995)
- Mts & MA Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep Madura, Jawa Timur (1995-2021)
Organisasi : Ketua Kreasi Sungai Putat (2015 - sekarang )
Istri : Suriyani (36)
Anak : 3 orang
Penghargaan untuk Kreasi Sungai Putat:
- Komunitas Peduli Sungai Tahun 2019 dari Kementerian PUPR
- Kampung Iklim Utama Tahun 2019 Kementerian Lingkungan Hidup