Pengalaman Soleh Solihun ”Berdialog” dengan Alam

Tampil melawak perlu dukungan lokasi dan sistem tata suara yang memadai. Alih-alih tampil, komika bisa mati kutu ketika tampil di panggung dengan tata suara seadanya.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Komedian yang juga mantan wartawan musik Soleh Solihun (kiri) mewawancarai komedian Arif Didu di sela istirahat pengambilan gambar sebuah acara di salah satu stasiun televisi, Kamis (20/7/2017).

Pertunjukan komedi stand up awalnya sulit ditampilkan di panggung festival, apalagi bersamaan dengan pertunjukan musik. Kalaupun ada penyelenggara festival musik yang berminat, lokasi panggung dan sistem tata suara yang disediakan kerap tak memadai.

Hal yang kurang mengenakkan macam itu diakui pernah dialami komika Soleh Solihun. ”Saya pernah dapat job, manggung di salah satu festival musik. Tapi si penyelenggara enggak serius menyediakan lokasi panggung. Lokasinya di area seperti hutan-hutan gitu (banyak pohon). Bentuk panggungnya cuma seperti tenda. Lalu lintas orang (penonton festival) juga enggak ada yang (mengarah) ke situ. Jadinya seperti (saya) lagi berdialog dengan alam,” ujar Soleh, pekan lalu.

Pekan ini, dia akan memandu panggung komedi di tengah festival musik Joyland di Jakarta. Dia pula yang mengurasi komika yang akan ditampilkan. ”Saya bagi konsep penampilannya ke dalam tiga tingkat. Yang tampil di jam-jam awal adalah mereka yang sudah terkenal, tapi masih sebatas di komunitas. Sementara untuk yang berikutnya adalah mereka yang sudah pernah punya special show. Dan, level tiganya mereka yang sudah terkenal luas seperti sudah main film. Nanti per hari akan ada empat komika,” ujar Soleh.

Beberapa nama komika terkenal yang akan tampil seperti Indra Jegel, Ge Pamungkas, dan Abdur Arsyard. Menurut rencana, pertunjukan komedi stand up akan dimainkan di saat jeda pertunjukan musik sehingga keduanya tak saling terganggu.