Cynthia Lamusu mengisi masa pandemi dengan menayangkan siaran langsung lewat Instagram dengan beragam narasumber yang menyalakan semangat pemirsanya. Berbagi kisah inspiratif bukan kearifan yang baru-baru ini ia lakukan.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·4 menit baca
Berbagi kisah positif kerap tebersit dalam benak Cynthia Lamusu (42). Musisi itu mewujudkan niatnya dengan menggelar siaran langsung yang ditayangkan lewat Instagram. Setiap episode berdurasi sekitat 1 jam. Ia berbincang-bincang dengan dokter, desainer busana, hingga pengidap autoimun.
Bersama suaminya, aktor dan penyanyi Surya Saputra (45), mereka telah menghasilkan puluhan episode. Cynthia pun nyaris menuangkan kisahnya yang mengharukan dalam buku mengenai perjuangannya memiliki buah hati meski impian itu akhirnya kandas.
Saat dihubungi beberapa waktu lalu, ia turut mengungkapkan kegairahan membaca dan menulis dengan harapan dirinya sekaligus orang lain bisa memetik manfaat. Cynthia yang juga menjajal dunia akting, misalnya, pernah menuntaskan skenario film dengan cerita yang cukup menarik.
Apa kesibukan Cynthia belakangan ini?
Selama pandemi untuk mengisi waktu, kami (bersama Surya) bikin Instagram Live. Jadi, itu salah satu bentuk jurnalisme walau kami bukan dikenal sebagai pembawa acara. Pandemi mati gaya, ha-ha-ha… Aduh, mau ngapain. Kerjaan enggak ada. Terus, aku punya ide. Yuk, bikin Instagram Live. Seminggu bisa sampai tiga kali. Kami undang teman-teman untuk berbagi inspirasi. Aku kasih tagar The Stories of Surya Cynthia. Jadi, kita bisa belajar dari mana saja, termasuk cerita seseorang. Kisah hidup dia pasti bisa kita ambil manfaatnya, terutama hikmah positif.
Sudah berapa episode?
Sabtu besok (12 September 2020), aku wawancara dokter, sudah episode ke-41. Dokter itu menjelaskan autoimun karena aku tertarik banget. Sahabatku, penata rias, terserang autoimun baru-baru ini. Dia juga aku wawancara. Aku kaget. Ternyata, autoimun ada 150 macam yang gejalanya mungkin kita enggak tahu. Kayak, tiba-tiba kulit kering atau rambut rontok.
Kalau cerita pengalaman Cynthia lewat tulisan?
Aku sebenarnya memang punya passion (minat) menulis. Soal kisah aku jadi pejuang buah hati yang cukup lama, misalnya, syukurlah akhirnya berhasil setelah delapan tahun menikah. Pengalaman bersama bayi tabungku sudah mau aku sharing (bagikan). Aku bikin semacam diary (buku harian). Ditulis tanggalnya. Masalahnya, aku agak gaptek (gagap teknologi). Jadi, aku cuma simpan di ponsel. Tiba-tiba, ponsel error (rusak) lalu hilang semua. Sayang banget. Sudah aku tulis setiap hari. Aku mulai program, makan, minum, dan disuntik apa. Lalu, apa yang aku rasakan. Efek terhadap tubuh bagaimana. Biar orang tahu proses bayi tabung. Eh, hilang. Aduh.
Tadinya terpikirkan membukukan catatan itu?
Aku memang sudah menyiapkannya untuk buku. Kayak diary of mom to be (buku harian calon ibu). Malah, aku dan Surya sudah ketemu dengan staf Gramedia di kantornya, di Palmerah (Jakarta). Aku ditawari mau pakai ghost writer (penulis bayangan), enggak. Jangan deh. Soalnya, pengalaman itu emosional dan dalam banget untukku. Aku pengin nulis sendiri. Waktu terhapus, ya, sudah aku mulai lagi dari awal. Cuma, berhenti. Aku sempat merasa sanggup, tetapi setelah punya anak, enggak bisa membagi waktu. Jadilah sampai sekarang belum selesai. Suatu hari, pengin dituntaskan. Banyak follower (pengikut) Instagram dan temanku juga mendorong. Mereka kasih ide bikin buku resep-resep makanan pendamping ASI (MPASI). Pada masanya, sampai anak-anak berumur dua tahun, aku intens berbagi resep. Aku membaca kemudian meracik sendiri. Sempat juga aku bikin tagar menu makan Tatjana dan Bima (anak-anak Cynthia).
Pengalaman menulis yang lain?
Pernah menulis cerita juga bentuknya skenario film. Aku bikin dalam waktu dua minggu saja. Sebenarnya, itu bisa dibikin novel. Ceritanya bagus banget sampai Surya bilang, suatu waktu ada kesempatan, harus dibikin film. Belum terealisasi karena masalah waktu. Bikin buku juga cita-citaku yang belum terwujud.
Kalau baca buku, topik apa yang disukai Cynthia?
Nah, ini nyambung sebenarnya sama rencana buku tentang kisahku sendiri. Aku senang baca biografi. Banyak buku tentang Soekarno yang sudah kubaca. Ketika bicara Indonesia, sebagai negarawan, dia sangat total dengan pernyataan-pernyataannya. Soekarno akhirnya disegani, begitu juga Indonesia. Tapi, ketika di hadapannya adalah wanita cantik, ya, dia total juga, ha-ha-ha… Soekarno itu, aduh romantisnya. Aku baca surat-surat beliau kepada istrinya. Ada beberapa hal yang aku kurang sepaham, tapi aku tak melihat dari sisi itu. Kadang, aku berpikir, wow, Bung Karno (Soekarno) punya energi yang luar biasa. Apa pun yang dikerjakan, dia total. Mamaku juga cerita, Bung Karno itu kharismatik sekali. Zaman dulu, kalau Bung Karno pidato, semua lapisan masyarakat pasti menyimak. Kayak ditunggu-tunggu karena saking beliau enggak pernah pakai teks. Berapi-api dan ucapan-ucapan beliau selalu menjadi penyemangat. Massa selalu berkonsentasi dengan semua yang disampaikan Bung Karno. Aku juga suka membaca buku psikologi dan Islam. Kalau novel, aku baca asal enggak terlalu tebal.