Upaya Mendorong Ekosistem KBLBB di Indonesia
Sejumlah kebijakan pemerintah memberikan fasilitas dan kemudahan bagi pemilik kendaraan motor listrik berbasis baterai. Itu sebuah peluang bagi pengembangan ekosistem industri baterai dan kendaraan listrik di Indonesia.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F10%2F29%2Ff364b1b3-e247-4014-8df1-0b58412d2289_jpg.jpg)
Stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang diresmikan di PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya di Jakarta, Selasa (29/10/2019). SPKLU ini sebagai bagian dari implementasi kelengkapan infrastruktur bagi kendaraan bermotor listrik berbasis baterei, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (”Battery Electric Vehicle”).
Pemerintah terus berupaya mendorong berkembangnya ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau KBLBB di Indonesia. Kendaraan ramah lingkungan ini kian mendapat sejumlah prioritas dan kemudahan.
Mulai dari insentif pajak, mendapat diskon saat charging pada jam tertentu, diskon naik daya listrik di rumah konsumen kendaraan listrik, hingga bebas aturan sistem ganjil genap di sejumlah wilayah Jabodetabek. Bahkan, dalam arus mudik Lebaran tahun ini pun pemilik kendaraan listrik juga mendapat kelonggaran aturan ganjil genap di sepanjang ruas tol.
Dalam arus mudik Lebaran tahun ini, pemilik kendaraan listrik mendapat kelonggaran aturan ganjil genap di sepanjang ruas tol.
Sejumlah fasilitas turut disediakan oleh pemerintah guna mendukung kelancaran kendaraan listrik dalam menempuh perjalanan jauh. Dalam masa Lebaran, PT PLN menyediakan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) di delapan titik rest area sepanjang Tol Trans-Jawa.
Para pemudik juga dapat menggunakan fasilitas SPKLU yang tersedia di PT PLN di sejumlah daerah. Saat ini setidaknya ada 126 SPKLU yang tersebar di 97 lokasi di 48 kota di seluruh Indonesia. Angka ini belum termasuk SPKLU dari institusi atau perusahaan lainnya. Secara total, jumlah SPKLU di Indonesia saat ini mencapi kisaran 267 lokasi yang tersebar di seluruh Nusantara.

Deskripsi tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah berupaya serius untuk membangun infrastruktur yang mendukung ekosistem KBLBB. Penyiapan SPKLU itu menunjukkan bahwa kendaraan listrik akan menjadi prioritas di masa depan dalam bertransportasi.
Kendaraan berbasis energi fosil secara bertahap akan direduksi secara perlahan-lahan. Hal ini seiring dengan langkah Indonesia dalam upaya mendukung kebijakan net zero emission (NZE) global tahun 2050. Apalagi, sektor transportasi merupakan sektor terbesar kedua di Indonesia yang menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) kelompok energi dengan kontribusi sekitar 26 persen.
Oleh karena itu, transportasi termasuk salah satu sektor yang sangat vital untuk segera dimitigasi agar target nationally determined contribution (NDC) pada tahun 2030 untuk mengurangi emisi GRK sebesar 29 persen dapat segera tercapai.
Baca juga: Optimisme Pencapaian Bauran Energi Baru Terbarukan
EV masa depan
Saat ini jumlah kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia masih tergolong minim. Berdasarkan data dari Gaikindo dari tahun 2020-2022 jumlah penjualan grosir dari produsen ke dealer mobil masih kurang 1 persen dari total penjualan wholesales.
Namun, seiring dengan meningkatnya kemajuan perekonomian akibat penanganan pandemi yang terus membaik, maka hampir dapat dipastikan konsumen kendaraan listrik di Indonesia akan terus bertambah di masa mendatang.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F08%2F31%2Fca736daf-a880-4e25-9cc1-165b65548b96_jpg.jpg)
Petugas hendak mencoba menukarkan baterai motor listrik saat uji coba stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) di Jakarta, Senin (31/8/2020). Adanya SPBKLU ini diharapkan akan menambah minat masyarakat untuk beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.
Apalagi, pemerintah memberikan sejumlah insentif kepada konsumen dan produsen kendaraan EV di dalam negeri sehingga akan memberikan harga jual yang kian menarik dan kompetitif dengan kendaraan berbahan bakar fosil. Electric vehicle akan menjadi kendaraan masa depan di seluruh dunia.
Berdasarkan laporan World Energy Transitions Outlook 2022, IRENA, jumlah kendaraan listrik untuk masa depan sangatlah besar. Pada tahun 2050 diperkirakan permintaan EV mencapai 147 juta unit per tahun di seluruh dunia. Untuk saat ini, jumlah permintaannya masih relatif kecil, yakni hanya sekitar 7 juta unit setahun.
Jumlah kendaraan listrik untuk masa depan sangatlah besar.
Pada tahun 2050 diperkirakan jumlah kendaraan listrik di seluruh dunia mencapai 1,78 miliar unit. Proyeksi ini masih terpaut sangat jauh dengan jumlah kendaraan listrik yang saat ini relatif masih sedikit, yakni di kisaran 18 juta unit. Bila dibandingkan dengan kendaraan listrik di Indonesia, jumlahnya jauh lebih timpang lagi karena masih kurang dari seribu unit pada tahun ini.
Meskipun demikian, Pemerintah Indonesia tetap optimistis akan terus berupaya seoptimal mungkin mendorong transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Salah satunya dengan mendorong sektor transportasi yang memanfaatkan sumber energi dari EBT.

Salah satu bentuknya berupa rencana industrialisasi baterai kendaraan listrik dan juga menyiapkan roadmap pengembangan produksi kendaraan listrik di dalam negeri.
Rencana ini sudah memiliki dasar hukum dengan disahkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Dengan terbitnya kebijakan ini, pemerintah berupaya secepat mungkin agar mampu memproduksi baterai kendaraan listrik dan juga merakit unit kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) di Indonesia.
Berpijak pada aturan tersebut, pemerintah selanjutnya membuat roadmap terkait pengembangan industri KBLBB berikut manufakturing baterai listriknya. Dalam pengembangan KBLBB, pemerintah melibatkan segenap stakeholder agar program ini dapat terealisasi secara akseleratif.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F01%2F17%2Fe08f9277-bfd9-4a6d-af81-4f8864abbde9_jpg.jpg)
Sebuah mobil listrik rombongan tur Kementerian Perhubungan mengisi baterai di SPKLU di Bandar Lampung, Senin (17/1/2022). Tur mobil listrik dari Jakarta menuju Jambi itu dilakukan dalam rangka kampanye penggunaan kendaraan ramah lingkungan.
Stakeholder itu mulai dari institusi yang merancang rekayasa teknologi seperti BRIN, perguruan tinggi, kemenristekdikti, PLN, hingga institusi lainnya yang bersifat mendukung. Terdiri dari Kemenkeu, Kemendag, Kemenperin, KLHK, Kemenhub, Polri, Kementerian ESDM, hingga Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Demikian juga dalam pengembangan industri baterai listrik, pemerintah juga melibatkan sejumlah stakeholder penting. Mulai dari BRIN, Pertamina, Antam, PLN, hingga industri otomotif seperti Toyota.
Dalam roadmap penguatan industri KBLBB, ada peluang bagi industri domestik Indonesia untuk turut serta terlibat dalam proses perakitan kendaraan listrik dengan bekerja sama dengan investor asing. Hal ini sangat penting untuk menumbuhkan kemandirian industri otomotif di dalam negeri.
Apalagi, pada kurun 2023-2035 investor wajib melakukan penguatan dan pendalaman struktur industri komponen kendaraan listrik.

Pada fase ini merupakan tahapan penting untuk pembuatan komponen utama dan pendukung untuk memperkuat struktur industri KBLBB dalam negeri. Industri komponen utama itu terdiri dari baterai listrik (sel, modul, dan pack); serta power train berupa traksi motor dan transmisi.
Industri pendukungnya berupa perusahaan platform, seperti chasis kendaraan, struktur body eksterior dan interior kendaraan. Selain itu, juga didukung oleh industri produk controller kendaraan.
Pada fase ini, apabila berhasil melakukan transfer teknologi kepada industri dalam negeri, niscaya Indonesia berkemungkinan besar dapat tampil sebagai salah satu pemain industri otomotif berbasis baterai listrik terbesar di dunia.
Baca juga: Pabrik di Indonesia Rampung, Hyundai Siap Produksi untuk Domestik dan Ekspor
Potensi nikel Indonesia
Keyakinan besar Indonesia menjadi salah satu produsen penting dalam industri kendaraan listrik dunia tersebut tidak terlepas dari sumber daya nikel yang dimilikinya. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM tahun 2019, produksi bijih nikel Indonesia mencapai kisaran 800.000 ton.
Indonesia menguasi sekitar 33 persen produksi nikel dunia. Besaran ini menduduki peringkat satu dunia yang terpaut hampir 400.000 ton dari produsen kedua dunia yang diduduki oleh Filipina. Bila dibandingkan dengan produsen ketiga dunia yang diduduki Rusia, lebih jauh lagi karena ”Negara Beruang Merah” itu hanya mampu memproduksi sekitar 270.000 ton.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2019%2F09%2F03%2F09aed3e7-c3dc-4a5c-9cbe-fa08f3bfbd98_jpg.jpg)
SPKLU yang tersedia di kantor PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya, Gambir, Jakarta Pusat, untuk menyambut Jambore Kendaraan Listrik Nasional 2019, Selasa (3/9/2019). Jambore yang diikuti oleh kendaraan listrik produksi Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, ini menempuh jarak 900 kilometer dari Surabaya menuju Jakarta. Jambore kendaraan listrik tersebut merupakan respons dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Sumber daya nikel tersebut menjadi kekuatan penting geopolitik Indonesia di kancah global, terutama dalam skenario menuju NZE yang terkait bidang transportasi ramah lingkungan. Apalagi, jumlah cadangan nikel di Indonesia diperkirakan depositnya mencapai kisaran 72 juta ton.
Menurut data USGS dan Badan Geologi, Kementerian ESDM, cadangan ini menempati posisi pertama di dunia dengan porsi hingga 52 persen dari total cadangan dunia saat ini yang sekitar 139 juta ton.
Persentase cadangan Indonesia akan lebih tinggi lagi apabila dibandingkan dengan data IRENA yang menunjukkan estimasi cadangan nikel dunia hanya sebesar 89 juta ton. Artinya, Indonesia menguasai cadangan nikel dunia sekitar 80 persen.
Oleh karena itu, dengan potensi sumber daya nikel yang besar tersebut, pemerintah harus mampu membangun kemandirian industri baterai kendaraan di masa depan. Terutama untuk bateri litium tipe nickel cobalt aluminum oxide (NCA) dan nickel manganese cobalt oxide (NMC) yang mengutamakan penggunaan material nikel.

Untuk saat ini, skenario yang direncanakan pemerintah itu perlahan mulai terwujud. Pada September 2021, Presiden Joko Widodo melakukan groundbreaking pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik pertama, yakni PT HKML Battery Indonesia, di kawasan Karawang New Industry City (KNIC), Jawa Barat.
PT HKML Battery Indonesia merupakan anak perusahaan konsorsium LG Energy Solution, Hyundai, Hyundai Mobis, Kia Mobil, dan PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (BUMN Baterai Indonesia) dengan nilai investasi sebesar 1,1 miliar dollar AS.
Kapasitas produksi pada tahap pertama nanti akan diawali dengan produksi baterai hingga 10 gigawatt hour (GWh) yang akan ditingkatkan secara bertahap hingga 30 GWh untuk memenuhi suplai kendaraan listrik Hyundai.

Mesin baterai exchanger station (BEx Station) yang berfungsi untuk mengisi daya baterai pada motor listrik
Apabila program hilirisasi industri nikel itu sukses sesuai yang direncanakan, diperkirakan dalam kurun 3 tahun hingga 4 tahun mendatang Indonesia berpotensi menjadi produsen utama produk-produk barang jadi berbasis nikel, seperti baterai litium, baterai listrik, dan baterai kendaraan listrik.
Oleh karena itu, pemerintah harus kian serius dalam memberikan dukungan dalam pengembangan ekosistem industri baterai dan kendaraan listrik di Indonesia. Selain berpengaruh positif pada reduksi emisi pada sektor transportasi, upaya hilirisasi nikel tersebut juga berpotensi besar meningkatkan kemajuan dan kemandirian bangsa terutama dari segi teknologi baterai kendaraan, juga perakitan atau produksi unit kendaraan listrik. (LITBANG KOMPAS).
Baca juga: Ekosistem Industri Mobil Listrik Perlu Terus Diperkuat