Kundoro, Pak Guru Berseragam Polisi
Di sela-sela tugasnya sebagai polisi, Maduka Kundoro menyempatkan diri mengajar puluhan anak-anak putus sekolah di Kampung Rawa, Kendari, Sulawesi Tenggara.
Memakai jaket kebanggaan bertuliskan polisi di lengan kanan, Brigadir Kepala Madukala Kundoro merapikan buku di tempat bimbingan belajar yang ia kelola. Buku pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan pelajaran lainnya bertumpuk. Di dinding, papan tulis berisi pengetahuan tentang bahaya narkotika.
Begitulah, di sela-sela tugasnya sebagai polisi, Kundoro menyisihkan waktunya untuk mengajar puluhan anak-anak kampung yang putus sekolah. Ia ingin memastikan anak-anak itu mendapat akses pendidikan seperti anak-anak lainnya.
Kami menemui Kundoro, pertengahan April lalu, di Kampung Rawa, Kelurahan Bonggeya, Wua-Wua, Kendari, Sulawesi Tenggara, tempat ia bertugas dan mengajar. ”Harusnya sekarang anak-anak belajar. Tetapi, karena Ramadhan, kami ubah jadwalnya. Kadang pagi, kadang malam,” katanya.
Kundoro mengajar anak-anak Kampung Rawa sejak tiga tahun terakhir. Tempatnya mengajar berupa sebuah rumah sederhana. Ia bercerita, dulu rumah itu menjadi tempat remaja kampung ”ngelem” dan bergaul bebas. ”Bersama pengurus warga di sini, kami bersihkan tempat ini dan kami ubah menjadi tempat bimbingan belajar,” ujarnya, pertengahan April.
Hampir semua ruangan rumah itu ”disulap” menjadi ruang bimbingan belajar. Hanya bagian belakang, dapur dan kamar mandi, yang belum bisa difungsikan. Kundoro biasa mengajar di ruang tengah berukuran 5 meter x 3 meter yang dicat kuning gading seperti warna kantor kepolisian. Ruangan itu penuh poster edukasi. Ada poster berhitung, alfabet, poster aneka hewan, hingga poster terkait bahaya narkoba. Selain itu, ada tumpukan buku.
Kamar lainnya ada yang disulap menjadi perpustakaan yang diisi rak besi bantuan perusahaan milik negara. Namun, hanya sedikit buku koleksi yang tersedia. Ada juga kamar yang dijadikan tempat penyimpanan perkakas belajar.
Setiap tiga kali sepekan, Kundoro memberi bimbingan belajar. Selasa, ia memberi pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan pendidikan kewarganegaraan; Kamis untuk pelajaran bahaya narkoba, kekerasan anak, dan baca tulis Al Quran. Minggu, Kundoro memberi pelajaran menggambar yang ditutup dengan lagu-lagu kebangsaan.
Kundoro memang tidak hanya memberikan pelajaran dasar. Ia juga rutin menyampaikan penjelasan soal bahaya narkoba dan kekerasan terhadap anak. Hal itu ia lakukan untuk memutus rantai kriminalitas, sekaligus menghindarkan anak dari tindak kejahatan, baik di rumah, lingkungan, maupun sekolah.
Sebagai aparat yang dekat dengan masyarakat dan pernah bertugas di Badan Narkotika Nasional Daerah Sultra, Kundoro paham benar seluk-beluk kriminalitas, termasuk penyalahgunaan narkoba. Hal itu memantik kepeduliannya untuk menumbuhkan benih pendidikan agar anak memiliki bekal dan tidak mudah terkontaminasi.
Materi pelajaran disusun oleh Kundoro bersama sang istri, Dini Riskawati. Jika Kundoro sedang bertugas di kepolisian, posisinya sebagai pengajar digantikan oleh sang istri. Tidak jarang juga mahasiswa yang sedang kuliah kerja nyata menjadi pengisi pelajaran.
Sejauh ini, atasannya di Kepolisian Sektor Baruga, Polres Kendari, mengerti akan pengabdian Kundoro di masyarakat. Sering kali, atasannya memberi kelonggaran kepada Kundoro saat masa belajar tiba.
Meski belajar di tengah keterbatasan, anak-anak binaan Kundoro mulai menunjukkan perkembangan. Sejumlah kegiatan mereka ikuti, termasuk lomba mengaji dan mewarnai di berbagai tempat di Kendari. Kepercayaan diri anak-anak mulai terbentuk. ”Yang pasti, mereka tidak berkeliaran bermain sampai dini hari. Itu saja dulu yang penting,” katanya.
Pos ronda
Kundoro bertugas sebagai Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) di Kampung Rawa pada 2016. Kampung itu adalah salah satu kampung yang penghuninya sebagian besar berada di ambang batas kemiskinan.
Sejak awal bertugas di sana, Kundoro miris melihat kondisi anak-anak kampung. Sebagian besar dari mereka putus sekolah sejak sekolah dasar karena faktor ekonomi. Mereka lantas lebih banyak beraktivitas di pasar, bekerja sebagai buruh, menjadi pengamen atau pengemis di Kendari. Banyak di antara mereka masih berkeliaran di luar rumah hingga dini hari.
Ia ingin anak-anak itu kembali belajar. Maka, ia berbicara kepada pengurus warga dan menyampaikan niatnya membuka bimbingan belajar untuk anak-anak Kampung Rawa. ”Yang penting mereka bisa belajar baca dan menulis dulu dan ada aktivitas. Kalau tidak dididik sejak dini, mereka gampang sekali terseret menjadi pelaku kriminal,” tutur Kundoro yang memberikan pendidikan secara gratis.
Niatnya didukung warga. Kundoro lantas memanfaatkan pos ronda yang ada di lingkungan sebagai tempat untuk mengajar. Awalnya, hanya ada beberapa anak yang tertarik. Seiring waktu, makin banyak anak-anak yang ikut belajar. Saat ini, ada 56 anak mengikuti bimbingan belajar yang digelar Kundoro.
Pos ronda yang berukuran 3 meter x 3 meter akhirnya tidak lagi mampu menampung jumlah anak-anak yang ingin belajar. Beruntung ada rumah yang bisa dipakai untuk bimbingan belajar. Proses belajar-mengajar pindah ke sana.
Sejak awal, warga mendukung inisiatif Kundoro. Ibu-ibu majelis taklim di lingkungan ini, misalnya, menyumbang papan tulis. Ada pula warga yang menyumbang buku-buku bekas. Meski begitu, Kundoro tetap harus mengeluarkan uang pribadi untuk membeli beberapa peralatan, termasuk meja belajar. Ia juga mesti menyisihkan sebagian gajinya untuk biaya operasional ”sekolah” sekitar Rp 1,5 juta per bulan.
Namun, itu saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan lain seperti buku. ”Kami perlu buku-buku bacaan anak karena (buku-buku yang ada) kemarin rusak terendam banjir,” katanya.
Hidup pas-pasan
Kundoro lahir dan menjalani masa kecil di Solo, Jawa Tengah. Ayahnya, Budi Pekerti, adalah seorang pengajar sekolah menengah. Ibunya, Dukawati Abdullah, seorang ibu rumah tangga. Sejak kecil, Kundoro biasa hidup pas-pasan. ”Dulu waktu SD, sudah bagus kalau pakai sendal. Kadang (kami) tidak pakai alas kaki. Pulang kami singgah di kebun tebu, makan beberapa potong tebu biar tidak terlalu kelaparan,” ceritanya.
Memasuki SMP hingga SMA, ia hidup menumpang saudara di Makassar demi mendapat pendidikan yang lebih baik. Lulus SMA, ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.
Saat ada pendaftaran polisi, Kundoro yang memang bercita-cita menjadi penegak hukum, selain pengajar, mencoba mendaftar. Melalui serangkaian tes pada 2001, ia lulus hingga ditempatkan di Polda Sulawesi Tenggara.
”Saya lalu melanjutkan kuliah di Universitas Muhammadiyah Kendari. Sambil bertugas (sebagai polisi), saya kuliah dan selesai tahun 2007,” katanya. Dua tahun berselang, ia melanjutkan kuliah S-2 dan mendapat gelar master hukum.
Kundoro merasa sangat beruntung bisa mencecap pendidikan setinggi itu. Karena itu, ia juga ingin agar anak-anak Kampung Rawa mendapatkan akses pendidikan serupa.
”Saya maunya anak-anak di sini nanti bisa mengikuti program ujian seperti tempat kegiatan belajar mandiri pada umumnya. Hanya saja mengurusnya (izin) susah. Harus ada ini dan itu,” kata Kundoro.
Brigadir Kepala Madukala Kundoro BP
Lahir: Solo, 27 Juni 1983
Istri: Dini Riskawati
Anak: Akilla Puspa Sahar (10), Askadina (3)
Kegiatan:
- Bhabinkamtibmas Polsek Baruga
- Pendiri Bimbingan Belajar Bhabinkamtibmas Kelurahan Bonggoeya